“Akhtar, gimana sama lokasi yang bakalan kita lihat?”
Sebuah pertanyaan meluncur bebas ketika ruangan tengah sibuk melakukan pengoorganisasian, setiap ruangan memang memerlukan tugas masing-masing untuk tetap terjaga. Tampak Jenny sibuk menuliskan sesuatu di papan putih ruangan bersama Ayres, keduanya terlihat asyik dengan Alister dan Akhtar mulai melihat tempat yang hendak memulai penyelidikan.
“Gue udah dapat surat perintah dari Pak Listanto,” jawab Akhtar memperlihatkan surat perintah dengan logo kepolisian RI.
“Baik, kita akan ke sana sekarang!” putus Alister mengangguk singkat, lalu menoleh ke arah dua orang yang terlihat asyik berdiri menghadap papan tulis. “Ayres, Jenny, sudah selesai? Kita akan berangkat ke TKP 15 menit lagi.”
“Oke!” balas Ayres mengangguk singkat dan menepuk pundak gadis di sampingnya yang memeluk beberapa berkas biodata pribadi setiap anggota Tim Investigasi Khusus untuk diberikan pada Divisi Manajemen Kepolisian.
Setelah mendapatkan perintah, baik Ayres dan Jenny pun mulai mendudukkan diri di meja masing-masing. Sedangkan Akhtar yang mendapatkan tugas untuk mengambil mobil pribadi milik kepolisian pun melenggang lebih dulu keluar dari ruangan.
“Ketua Alister, aku ingin ke Divisi Manajemen memberikan biodata ini!” pinta Jenny menghadap ke arah ketua timnya untuk meminta izin.
“Baik, kamu bisa langsung ke bawah kalau memang sudah selesai,” balas Alister mengangguk singkat. “Jangan lupa bawa perlengkapan pribadi. Karena kita akan ke tempat yang terisolasi cukup lama, jadi tidak menutup kemungkinan akan ada bahaya bisa terjadi kapan pun.”
Jenny mengangguk patuh, kemudian melenggang keluar menyusul Akhtar yang sudah lebih dulu. Gadis itu memang jauh lebih aktif bekerja bersama para senior yang terkadang membuat perasaannya sendikit menjauh akibat tingkatan kerja mereka sangat mengagumkan.
“Alister, kita bawa perlengkapan banyak? Sepertinya kita butuh alat pembobol dan sedikit peluru untuk persiapan ketika terjadi hal yang enggak terduga,” usul Ayres yang memperlihatkan beberapa barang pribadi miliknya.
Mendengar usulan tersebut, Alister mengangguk mantap sembari tersenyum tipis. “Lo boleh bawa apa pun untuk persiapan di sana. Gue juga dengar pernah terjadi perampokan, rasanya memang perlu bawa senjata. Karena pagar kawat yang dipasang kepolisian mulai dihancurin untuk kesenangan pribadi.”
“Benar! Gue sempat lihat banyak polisi yang ngelakuin penjagaan di sana. Sampai pada akhirnya, mereka meninggalkan begitu saja. Padahal kasusnya belum selesai dan belum ditutup,” tukas Ayres mengembuskan napasnya panjang, kemudian melanjutkan, “sampai polisi harus masang pagar kawat biar sesekali disetrum kalau memang ada oknum yang jahil. Karena sampai saat ini juga Brimob belum mendengar berita apa pun tentang pulau terpencil itu.”
“Ya udah, lo bawah sedikit pencahayaan juga. Karena di sana banyak lampu yang udah mati sekaligus aliran listrik diputus pemerintah. Mungkin gue bakalan ngomong juga sama pihak PLN buat ngehidupin listrik pulai itu lagi. Biar pencarian kita semakin mudah.”
Selesai memberikan banyak usulan, Ayres dan Alister pun bersama-sama melenggang keluar dari ruangan. Kedua lelaki itu tampak membawa tas ransel cukup besar berwarna hitam. Tentu saja yang menarik perhatian pada penampilan Alister, karena lelaki itu nyaris tidak pernah diketahui oleh siapa pun.
Sehingga banyak petugas kepolisian mulai memperhatikan kedatangan lelaki tersebut memasuki elevator dan mulai turun ke lantai dasar untuk menghampiri Akhtar yang mungkin telah selesai mengambil mobil pribadi milik kantor.
Tentu saja penyelidikan mereka secara rahasia, untuk menutup sedikit akses dari orang yang pernah terlibat dulu. Sekaligus mengungkapkan banyak orang belum terlihat latar belakangnya yang memiliki kesan terhadap pulau dengan panti asuhan terisolasi.
Sesampainya di lobi yang mendapati mobil pajero sport terpakir rapi dengan Akhtar baru saja keluar sambil merapikan kemeja biru langit. Lelaki itu sengaja mengenakan setelan lebih santai agar tidak menarik perhatian banyak orang, terlebih mengetahui mereka semua berasal dari kepolisian.
“Jenny udah datang?” tanya Alister mengitari seluruh pandangannya mencari keberadaan seorang gadis yang menjadi satu-satunya ada di tim.
“Belum,” jawab Akhtar menggeleng pelan. “Mungkin dia masih ada di Divisi Manajemen.”
“Ya udah, kita tunggu aja!” putus Alister mengangguk singkat, kemudian mulai membuka pintu bagasi belakang yang cukup besar. “Ayres, taruh semua tas hitam itu di sini. Tapi, susun dengan rapi dan pisahkan sesuai kebutuhan. Karena kita ke sana akan lewat pintu depan. Jangan mengambil kecurigaan untuk polisi yang mungkin berpatroli.”
“Mengapa sangat rahasia?” tanya Ayres mengernyit bingung.
“Semakin kita mempersempit ruang lingkup kecurigaan, maka akan semakin terlihat juga pemecahan masalah,” jawab Alister mengangguk lugas.
Dengan patuh Ayres pun memasukkan empat tas ransel besar berwarna hitam ke dalam bagasi mobil yang cukup luas. Lelaki itu meletakkan seluruh tas sesuai dengan permintaan dan sesekali memeriksa bagian dalam untuk memastikan tidak salah menaruh.
Tepat selesai melakukan pekerjaannya, Ayres kembali menutup bagasi dengan menoleh mendapati Jenny telah keluar. Gadis cantik itu tampak santai dengan kemeja hitam dan kaus hitam polos. Jenny sengaja tidak mengancingkan seluruh kemeja, dengan tiga kancing atas terbuka.
“Ketua Tim udah ada di dalam?” tanya Jenny menghampiri Ayres yang berdiri tepat di samping mobil.
“Udah, kamu disuruh duduk di samping Ketua Tim,” jawab Ayres memegang kedua pundak gadis cantik tersebut, kemudian mulai mendorongnya menuju pintu penumpang bagian depan.
Jenny menahan tubuh, lalu menoleh ke arah Ayres dengan pandangan horror.
Melihat pandangan tersebut, Ayres pun tertawa pelan dan mulai berbisik, “Jangan takut. Tenang aja Ketua Tim memikirkan semua ini dengan baik. Jadi, memang seharusnya kamu ada di depan. Biar jok belakang diisi saya bersama Akhtar untuk melihat situasi di sana melalui kamera pengawas.”
“Harus banget?”
Jenny mengernyit tidak enak, lalu mengembuskan napasnya panjang ketika tangannya hendak membuka pintu mobil di samping.
“Ayo, masuk! Jangan sampai kamu ditinggal hanya karena kebanyakan mikir!" pungkas Ayres menepuk dahi Jenny singkat nan pelan, kemudian mulai membukakan pintu penumpang jok belakang yang akan diduduki oleh gadis tersebut.