BAB 4. MASA LALU

2048 Words
Suasana teduh kota Malang menjadi pemandangan Harlie pagi ini, dari Balkon Ijen Suites & Resort Malang, ia menyerut teh hijau hangat ditambah jeruk nipis sebelum memulai setumpuk aktivitasnya yang menunggu. Ia menghirup udara pagi dengan hikmat, udara segar yang sangat jarang diperolehnya di kota Jakarta. Kesejukan itu membuat otak – otaknya sedikit lebih rileks setelah semalam penuh berkutak atik mempelajari perkara yang membelit kantor unit Malang. Sebuah telfon akhirnya menyudahi hikmat aktivitas paginya, telfon itu berasal dari supir yang telah berada di lobi hotel untuk menjemput dirinya menuju Pengadilan Negeri kota Malang. Harli bergerak berangkat, stelan necis pakaian sudah membalut tubuh perkasanya sejak pagi – pagi buta. Rambutnya pun sudah ditata sedemikian rupa dengan gel membasahi setiap helaiannya. Jangan tanyakan aroma tubuhnya, Harlie memenuhi indra penciuman setiap orang yang ia lewati dengan wangian khas (cari parfum cowok) , he is too charismatics – Harlie adalah definisi laki – laki sempurna. Sidang pertama yang akan ia jalani akan berlangsung dalam 30 menit lagi, tepatnya pukul 11.00. Ia menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, sebentar lagi perang akan dimulai! – pendampingan hukum yang akan ia berikan kepada kepala kantor cabang kota dalam dalam gugatan oleh sekolompok pengusaha yang meminta ganti rugi atas terjadinya pemadaman listrik mendadak selama berjam – jam, mengakibatkan proses produksi produk mereka terhambat dan mengakibatkan kegurugian ratusan juta. Dan ketika nomor urutnya dipanggil, Harlie sudah 1000% siap untuk memenangkan kasus ini. Menangani perkara tingkat pertama, Harlie sudah dipastikan mampu. Namun, belum 20 menit sidang dimulai Harlie harus sedikit bersabar karena ternyata sidang harus ditunda hingga lusa dengan alasan saksi dari pihak penggugat tidak bisa hadir. Sore hari, setelah seluruh aktivitasnya selesai dan Harlie akan menuju ke hotelnya, ia baru saja menerima sebuah pesan, Mayang, lagi? – Harlie menggelegkan kepalanya kala membaca pesan itu, Aku menunggu mu di cafe Bataputi, aku mohon datanglah! – Mayang Ia mendengus kesal, kesal terhadap kekalutannya memikirkan apakah akan menemui wanita itu atau tidak. Dan kenapa pula Harlie masih bimbang akan hal itu? – harusnya ia dengan tegas menolak menemuinya. Namun nyatanya, ada ruang di dalam dadanya yang seolah menuntunnya untuk mau menemui mantan kekasihnya itu, “Hah..., kita ke cafe Bataputi dulu ya Pak Ben!” Harlie menyerah, ia akan menemui Mayang “Baik Pak!” Jawab Beny. Maka dengan laju mobil di kecepatan sedang, pikiran Harlie kembali teringat di masa lalu... FLASH BACK ON Tugas on job training (OJT) yang harus Harlie lalui selama dua tahun pasca dinyatakan lulus di perusahaan multinasional itu ternyata membuat Harlie dan Mayang resah. Bagaimana tidak, keduanya yang jarang terpisah, kini harus menerima kenyataan pahit bahwa Harlie harus menjalankan tugas di kota Manado, Sulawesi Utara selama dua tahun. Mayang hanya tertunduk diam, nafasnya memberat, “May...” Harlie berusaha menenangkan Mayang, wanita itu menepis jari – jemari Harlie yang mencoba mengelus pipinya, “May...” ucap Harlie sekali lagi yang sama putus asanya. Namun, laki – laki itu harus berusaha tegar dan ia mencoba meyakinkan Mayang bahwa semua ini bisa mereka lalui, “Sayang... ini demi masa depan kita!” kata – kata itu membuat Mayang mendecih, “Ck.., masa depan? Apa dalam situasi itu kita punya masa depan Har? Dua tahun Harlie, dua tahun kita akan terpisah! Dan aku nggak tau apa yang bakal terjadi sama kamu di sana! Kamu tau kota itu, huh?” Mayang mulai kesal, “Kota itu terkenal dengan paras gadisnya yang cantik, sangat cantik Harlie dan menggoda!” sambungnya dengan nada naik satu oktaf. Harlie paham, Mayang takut ia berselingkuh, “May, aku nggak pernah terpikir sedikit pun untuk mengkhianati kamu! Aku bersumpah tidak akan pernah dua-in kamu, kamu tahu itu!” Harile menahan pundak wanita itu agar tidak bergerak menghindar dirinya, “May... Aku sayang banget sama kamu! Kamu tahu itu kan, sayang?! Aku nggak bisa hidup tanpa kamu!” lanjutnya. Mayang terdiam, menatap iris coklat milik Harlie yang sedikit berkaca. Mayang bisa merasakan, hal ini sama menyesakkannya bagi Harlie. Maka wanita itu tidak bisa menahan diri lagi, tangisnya pecah. Harlie dengan sigap menarik tengku kekasihnya itu dan meletakkan di d**a bidangnya, Mayang memeluk tubuh Harlie dengan begitu erat, sebentar lagi kekasihnya akan pergi cukup lama darinya. Dengan satu sesi bercinta terpanas yang pernah mereka lakukan, inilah tanda perpisahan mereka untuk sementara. Harlie sebisa mungkin menikmati setiap inchi kulit Mayang, menghirup aroma tubuh wanita itu dengan sebanyak – banyaknya. Menjadi bekal bagi dirinya untuk bertahan hidup di tanah orang. Dan Mayang sendiri, ia sebisa mungkin meminta kepada Harlie untuk memasuki dirinya yang basah dan mendamba, berharap tubuhnya tidak cepat – cepat rindu akan belaian laki – laki itu. Dan di sinilah mereka akhirnya berada, di bandara Internasiona Soekarno - Hatta. Dengan pikiran yang masih setengah melayang – layang akibat cinta yang meluap – luap, Harlie dan Mayang berusaha menikmati momen – momen terakhir mereka, “Kamu nggak lupain sesuatu di sana, sayang?” maksud Harlie adalah di Hotel Menara Peninsula. Yah, sejak kemarin mereka memang sengaja check-in di hotel itu untuk menikmati satu hari terakhir mereka sebelum berpisah dalam waktu yang cukup lama. Meskipun hal itu membuat Harlie sedikit repot karena harus keluar dari rombongannya untuk berangkat ke kota Manado. Tapi itulah pengorbanan terakhir yang bisa ia perbuat untuk hubungan dan orang yang paling dikasihinya itu, “Nggak ada sayang, semua aman kok!” jawab Mayang Dan saat Harlie menoleh untuk melihat jalur departure, inilah saatnya ia berangkat! “May... kamu jaga diri baik – baik ya!” satu kalimat itu membuat Mayang sadar dari lamunannya, ia mencegat, menahan kedua tangan kekasihnya itu, ia panik! “Har...” setitik air mata menerobos keluar dari netranya tanpa permisi, hati wanita itu panas, ia kalut. Mayang pun lalu memeluk tubuh laki – laki itu untuk terakhir kalinya, dengan sangat sangat erat, “Har, aku takut! Aku takut nggak bisa tanpa kamu!” ucapannya lirih dan menusuk bagai belatih di batin Harlie, ahh... seandainya saja bisa melepaskan ini semua demi kamu, May! Tapi aku butuh pekerjaan ini demi masa depan kita, demi keluarga kecil kita nantinya. 1 tahun kemudian Drrrttt drrttt.... Deringan ponsel Harlie membuyarkan konsentrasinya yang sedang mengerjakan berkas perkara, ada nama Eko di sana. Eko adalah salah satu sahabatnya sejak kuliah S1 dulu, terang saja Harlie langsung mengangkat dengan semangat, “Iya, halo bro?!” “Halo juga, Bro Har!” “Apa kabar nih?” sedikit ketegangan di lehernya mereda, tumben sahabat karibnya itu menelfon siang – siang seperti ini “Kabar baik dong, lo sendiri gimana?” – Eko “Gue baik bro, sehat – sehat juga! Lo sendiri gimana?” “Gue baik dan sehat juga Har. Anyway, maksud gue nelfon lo ingin nanya sesuatu nih!” – Eko dengan nada mulai sedikit serius “Apa itu Ko?” tanyaHarlie mulai penasaran “Lo masih jalan apa udahan sama Mayang Sari?” – Eko bertanya sangat serius “Maksud lo bro? Gue ama May baik – baik aja kok. Ada apa?” perasaan Harlie mulai tidak karuan “Bro, gue minta maaf tapi May udah tunangan! Dua minggu kedepan dia bakal merried, lo ngga tau apa – apa?!” – tidak ada suara yang dikeluarkan Harlie, pria itu begitu syok mengetahui hal itu mendadak. Begitu syoknya hingga ia tidak mengedipkan mata “Bro, lo nggak apa – apa? Lo masih dengar gue?” – Namun Harlie tetap diam “Harlie, gue tau ini berat buat lo! Gue nggak tau kenapa Mayang ngelakuin itu. Dia menerima pinangan si Kenan teman kelas kita dulu” – mendengar hal itu, Harlie mengepalkan tanggannya kuat hingga menghancurkan ballpoint yang sejak tadi ia pegang, “Gue bakal cari tahu, kalo lo mau Har!” – tawaran Eko “Nggak perlu, lo nggak perlu ngelakuin apa – apa sama sekali!” – Harlie berucap tenang dan dingin “Apa lo yakin? Lo mau gue ngomong ke Mayang nggak?” – tawaran Eko lagi “Nggak perlu! Gue baik – baik aja, semua sudah berakhir sekarang! By the way, gue tutup dulu telfonnya, lo jaga diri lo baik – baik ko! Kita bicara lain waktu!”- belum Eko memberi respon, Harlie sudah menekan tombol merah pada layar. Dengan denyut jantung yang meningkat, deru nafas yang memburu dan penglihatan yang mulai berkabut, Harlie ingat bahwa dua minggu lalu wanita itu menelfon dirinya dan meminta untuk menikah secepatnya. Semendadak itu Harlie menjadi bingung apa yang terjadi. “Nggak ada apa – apa Har! Tapi aku mau kamu nikahin aku secepatnya kalau perlu bulan depan!” ucap May di balik telfon. Namun, Harlie tidak menyetujui perihal itu, pasalnya bagi Harlie dana yang ia miliki belum cukup, “May, aku janji nikahin kamu setidaknya tahun depan sayang, aku janji!”- usaha Harlie meyakinkan Mayang tidak berhasil, wanita itu tidak ingin alasan apapun, “Karena jika sepeti itu, aku berhak menerima pinangan dari orang lain Har. Aku tidak sanggup menunggu lagi!” – ancaman Mayang. “May, jangan gitu. Kamu tenangin diri yah! Aku janji, aku hanya akan nikah sama kamu! Aku hanya tercipta untuk mu May!” - Namun, Harlie mengira bahwa Mayang hanya emosi mengucapkan hal itu, tidak disangka Mayang sungguh – sungguh menerima pinangan pria lain. Parahnya, wanita itu tidak membicarakan perihal hal itu secara baik – baik terhadap dirinya, yang notabene masih sah menjadi kekasihnya. Tidak ada kata berpisah yang terucap, May mencampakkannya. Brengsek kau May! – benak Harlie meraung, sungguh wanita tidak tahu diri itu menyia – nyiakan seluruh perjuangan mereka bersama selama ini dan memilih Kenan. Yah, pria itu lagi. Pria yang menjadi pesaingnya sejak awal memperebutkan hati Mayang. Enam tahun lamanya hubungan ini nyatanya kandas karena Mayang tidak sabar untuk waktu yang tepat. Perjuangan berat Harlie dalam segala hal tak urung membuatnya menyerah, godaan dari banyak wanita pun tak urung membuat Harlie berpaling, dia terlalu mencintai wanita itu. FLASH BACK OFF Harlie melangkahkan kakinya masuk ke dalam cafe Bataputi, cafe yang bernuansa semi outdoor itu nampak lebih cocok untuk tempat berkumpul para keluarga maupun kolega, bukan untuk berbicara privasi antara mereka berdua. Harlie melihat sosok Mayang yang duduk di sofa di tengah – tengah ruangan itu dan untung saja memunggungi dirinya. Harlie berhenti mengamati sekitarnya, dan benar saja Mayang membawa serta anaknya. Wanita itu tengah menggendong bayi, “Iya nak, cup cup cup! Anak baik, anak soleh, anak ganteng!” – samar – samar terdengar suara Mayang yang tengah berinteraksi dengan putra kecilnya. Memang dari kabar terakhir yang Harlie dengar, wanita itu sudah memiliki dua anak, mungkin itu adalah anak terkecilnya – entahlah, Harlie tidak ingin tahu sama sekali. Harlie mengamati, bagaimana telaten wanita itu mengurus buah hatinya. Sudah lama sekali ia tidak bertatap muka dengan wanita itu. Perasaan rindu, marah dan menuntut bercampur menjadi satu. Dan ketika saja Mayang hendak menoleh mencari pelayan untuk meminta sesuatu, Harlie segera menghindar dan bersembunyi di balik tembok pembatas, hampir saja Mayang melihat dirinya. Dan ketika beberapa saat dirasa situasi sudah normal dan Mayang kembali berfokus kepada puteranya, Harlie kembali mengamati. Mengamati sekaligus berpikir, apakah ia siap menemui wanita itu?! Tiba – tiba saja, ponsel Mayang berbunyi dan Harlie masih setia mengamati di sana, “Iya halo sayang?!” ucap Mayang imengangkat telfon “Iya, aku lagi di cafe pengen ketemu teman, kamu dimana?” – interaksi mesra yang ditunjukkan Mayang dengan seseorang di balik telfon, membuat Harlie sedikit panas. Harlie seperti ingin menarik ponsel itu dan membuangnya ke lantai. Ingin sekali ia menarik Mayang, menyeretnya ke tempat dimana hanya ada mereka berdua, ia ingin sekali mendengar penjelasan Mayang, dan apa tujuan wanita itu ingin menemuinya, “Iya Kenan, sampai ketemu di rumah. I love you...!” satu kalimat itu membuat Harlie akhirnya terbakar. Betapa bodohnya ia tengah berada di sini, Mayang, kau?!!! – ingin sekali rasa Harlie mencekik wanita itu sekarang juga, berani – beraninya kau mempermainkan ku seperti ini. Tapi Mayang sepertinya cukup tau, bahwa Harlie begitu memujanya, begitu memujanya, bahkan untuk menjilat sepatu Mayang hingga mengkilap pun Harlie akan melakukannya asal wanita itu senang, b******k!!! – Harlie memilih meninggalkan cafe itu. 10 menit setelah kepergian Harlie, Mayang masih saja menunggu di sofa yang sama. Ia memandang smart watch yang melingkar di tangannya, “Sudah 30 menit!” ucap Mayang. Wanita itu menyadari bahwa Harlie tidak akan menemuinya, jika sudah seperti ini. Harlie adalah orang yang sangat tepat waktu. Dan melihat waktu sudah berlalu lebih dari 30 menit, “Hm.... dia tidak akan datang!” ucapnya tersenyum lirih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD