Rumah Bintang

1785 Words
Bintang tersenyum miring. Merasa tumbenan si curut ini baik padanya. Alih-alih nggak mau pusing, Starla mengambil kesempatan ini. "Tolong Starla titip kebab ya sama s**u cokelat. Bintang mau apa?" Starla melirik Bintang, yang ditatap agak salting. "Gue ... Samain aja," jawab Bintang cepat. Menatap si pelaku yang bersedia membelikan mereka makanan. Tanpa bersuara, si pelaku baik hati itu mengangguk. Memasukan kedua tangannya ke saku hoodie, kemudian pergi dari sana. Pintu tertutup. Tinggal Bintang dan Starla yang ada di sana. Starla memilih melangkah ke arah sofa, Bintang membiarkan gadis itu di sana. Bintang memperhatikan Starla sekilas, lalu dia mengambil ponselnya. Starla serius banget lihat benda pipihnya sendiri. Bintang. [Kalau ngantuk tidur. Nanti gue bangunin. Paling tuh curut lama]. Starla melirik si pelaku pengirim pesan itu. Dia tersenyum lantas mengangguk. Menuruti perkataan Bintang, Starla merebahkan dirinya di atas sofa, sebelum itu memindahkan goodibag tadi ke lantai. Cukup muat sofa yang lumayan besar dengan ukuran tubuh mungil Starla. Gadis itu mulai memejamkan matanya perlahan sampai sudah ke alam mimpi. Bintang diam, merasa tenang dan tidak bosan melihat Starla yang tertidur cukup nyaman. Tanpa sadar Starla kedinginan, tapi Bintang nggak sadar. Cowok itu malah ikutan merem. Membiarkan menit berlalu dengan cepat. Sudah 20 menitan setelah kepergian si makhluk baik hati alias curut. Ia kembali, membuka pintu dengan membawa dua goodie bag di tangannya kirinya. Setelah masuk, yang ia dapatkan adalah dua curut lain malah tertidur dengan tenang. Melirik Starla dari tempat Bintang, ia tersenyum. Kemudian ia membangunkan Bintang. Si Bintang langsung bangun. Karena cowok itu setengah sadar dan tidak terlalu nyenyak tidur. Melihat Starla yang masih terlelap. Bintang menelpon Starla. Bunyi ponsel yang cukup nyaring dengan nada dering orang berteriak kebakaran, membuat Starla hampir terjungkal ke lantai. Melihat reaksi Starla serta nada deringnya itu, Bintang dan si curut mengulum tawa. "Dasar gadis aneh!" Bintang geleng-geleng kepala. Duduk bersandar, menunggu Starla yang bangun dan mengumpulkan kesadarannya. Starla melangkah ke arah wastafel. Mencuci muka lalu kembali ke tempat dua makhluk lainnya. Seger. "Kita makan di sana aja boleh?" Starla menunjuk sofa yang ia gunakan untuk tidur tadi. Si dua curut ini mengangguk. "Bantuin!" Starla menggeplak tangan Bintang. Si empu cengengesan. Sedangkan si curut satu berjalan membawa makanan ke sana. Starla membawa Bintang di atas karpet bulu. Gadis itu duduk di samping Bintang. Sedangkan si curut duduk di depan mereka, bersandar di sofa. Makanan dibuka di atas meja lipat yang ada di sana. Mereka semua makan dengan lahap terutama Starla. Dia sangat kelaparan sekaligus ngidam kebab. "Uhuk-uhuk!" Starla terkejut, rasanya ada perasaan yang tidak enak mendadak menjalar di relung hatinya. Tersedak kebab, membuat Starla terdiam. Kedua makhluk yang mengunyah makanan menyodorkan masing-masing minuman. Sedangkan Starla sendiri malah mengambil s**u cokelat miliknya yang masih hangat. Ia meneguk habis s**u cokelat itu. Kedua curut mendengkus. Akhirnya siang ini Bintang bisa pulang. Cukup beberapa jam menghabiskan infusan sejak sore kemarin. Starla membantu Bunda mengemas barang Bintang. Starla sebelumnya sudah minta izin ke Bunda bahwa dia akan menemani Bintang di rumah sakit karena ulahnya. Bunda kemudian menyetujui, karena itu bentuk tanggung jawab. Bunda berniat menjenguk Bintang juga tapi ternyata ada urusan lain. Bintang keliatan lebih fresh kembali. Perutnya juga sudah normal. Starla berkali-kali meminta maaf, tapi Bunda malah menjawab itu bukan kesalahan Starla, itu adalah bentuk tanggung jawab pria untuk wanitanya. Starla sempat bingung, ia tidak peka sama sekali maksud Bunda Bintang itu. Lemotnya itu dimanfaatkan Bintang untuk mengalihkan topik pembicaraan. "Babon ditinggal lo gimana tuh!" Bintang nyeletuk setelah masuk ke dalam mobil. Di sampingnya ada Starla. Di depan ada Bunda dan supir. Starla menggeplak kaki Bintang. Si empu malah ketawa-ketawa. Sedangkan Starla malah cemberut. Bunda dan pak supir yang di depan ketularan Bintang yang kelihatan bahagia. "Kan baru ditinggal beberapa jam. Nggak nyampe tahunan." Starla malah meladeni Bintang. "Ya kan lo kasih makan dan kasih sayang. Beda kalau lo tinggal, mungkin udah kurus kali ya?" Bintang kembali menggoda Starla, tergelak sendiri melihat wajah Starla yang terkejut dan panik. "Ih, ya nggaklah. Babon ganteng gendut kalau kurus—" "Kaya lo!" Bintang menyambar, lagi-lagi tertawa. Bawaannya dia seneng aja liat wajah random Starla. Bukannya marah Starla malah mengangguk setuju. Bunda yang melihat tingkah kedua remaja di belakangnya ini terharu dan menghangat. Lucu banget pasti kalau punya anak perempuan kaya Starla. Tidak sadar, perjalanan mereka terlewat begitu saja. Starla menurut saja Bunda membawanya ke rumah mereka. Ditambah Starla merasa kesepian karena Bunda pasti sibuk di toko dan ayahnya sibuk mengurus sesuatu. Starla tidak mengobrol dengan lelaki itu jadilah dia tidak tahu banyak. Bahkan hanya satu saja untuk tahu tentangnya, Starla ragu mengetahui. Jika ditanya ingin nggak sih deket sama seserang yang dianggap cinta pertama semua anak? Jawabannya adalah pengen banget. Sampai di rumah besar lantai 3 bernuansa putih, mobil terparkir di depan pintu. Starla turun, Bintang sudah turun duluan. Bunda menunggu Starla di depan pintu. Sedangkan Bintang malah masuk duluan. Starla memandangi sekitar. Halamannya luas banget. Ditambah pintu besar yang lebih besar dari rumahnya. Cewek itu digandeng Bunda ke dalam. Bunda menyuruh Starla duduk, ia akan menemui suaminya di ruang kerja sebentar. Ada salah satu asisten rumah tangga yang memakai seragam putih hitam menghampirinya. Menawarkan sesuatu untuk menyambut. Starla awalnya menolak, lalu untuk menghargai Starla meminta s**u cokelat saja. Rasanya dia nggak bosen minum itu terus. Enak guys! Starla duduk sendirian di ruang tamu yang besar ini. Memandang sekitar dengan seksama. Banyak foto keluarga di sana, dari berbagai pose dan baju-baju yang dipakai mereka. Senyum dan kebahagiaan terpancar dari masing-masing orang yang ada di sana. Starla tertarik pada salah satu foto seorang bocah laki-laki yang membuatnya tersenyum tipis. Tidak berubah sama sekali, ia melirik foto mirip dengan si bocah kecil itu tapi ukuran wajahnya sudah dewasa. Mungkin sekitar bocah usia 16 tahunan. "Baaaa!" "Upil kuda, upilnya dibeli kuy!" Starla berteriak kaget. Jantungnya hampir copot. Bukannya si pelaku pembuat ulah itu merasa bersalah, justru cowok itu tertawa terbahak-bahak melihat lontaran yang keluar dari mulut Starla secara spontan. Latahnya lucu sekali. "Hahaha upil kuda rasanya, ah mantap!" Bintang tergelak dan berhenti memegangi perutnya. Sampai matanya mengeluarkan air. Ia tak sanggup melihat wajah dan kelatahan Starla tadi. Benar-benar receh banget! Starla menyengir, sadar akan apa yang dia ucapkan beberapa waktu lalu. Menggaruk rambutnya, merasa konyol sendiri. Sedangkan Bintang berusaha mengontrol tawanya. Sampai Bunda datang bareng suaminya, Bintang masih terpancing melihat wajah Starla. Terngiang-ngiang sekali kalimat dan ekspresi cewek itu. "Ada apa sih ini kok kayaknya ramai banget." Itu Ayah, Bunda sudah pasti tahu mereka sedang bercanda. Kerjaan Bintang pastilah menggoda anak orang seperti tadi. Bunda dan Ayah melihat dua remaja yang tengah menyunggingkan senyumnya. Saling tertawa lepas. "Ehem!" Dua remaja itu menengok saat sumber suara yang ada di dekatnya tersenyum penuh arti. Bintang dan Starla mendekat, Starla menyalami Om Johan—Ayah Bintang. Memperkenalkan diri. Singkat perkenalan itu, kedua orang tua Bintang mengobrol banyak dengan Starla. Tidak ada percakapan yang mengarah ke hal pribadi. Mereka hanya menceritakan bagaimana hakikatnya remaja dan tingkahnya. Obrolan itu berakhir begitu saja saat Om Johan menerima telpon mendadak. Hanya 5 menit mengobrol, sudah banyak topik yang dibahas. Om Johan tipikal orang yang tidak kehilangan topik. Bunda Bintang ikut pamit. Ia harus bersiap untuk pergi ke acara temannya. Sedangkan Bintang masih di sana. Bintang menarik tangan Starla dengan lembut. "Mau liat sesuatu nggak?" "Apa tuh?" Starla menyipitkan matanya. Mencoba menebak tapi nggak bisa juga mendengarkan isi kepala Bintang. "Jangan jadi peramal. Dosa!" Itu Bintang, cowok itu menoyor Starla pelan, membuat sang pemilik jidat mengaduh sebentar lalu cemberut lucu. Bintang terkekeh. Lalu cowok itu melepas gandengan Starla, meninggalkan gadis itu beberapa langkah sebelum akhirnya berteriak. "Pendek buruan!" Meski cemberut tapi Starla menurut saja. Gadis itu melangkah mengikuti Bintang. Sebuah halaman yang tidak terlalu luas. Ada tangga yang menuju sebuah atap. Bintang melambaikan tangan, Starla berlari kecil ke arah Bintang. Bintang lebih dulu sampai ke atas. Sedangkan Starla berhati-hati menaiki tangga besi melingkar yang tidak ada pegangannya. Gadis itu bernapas lega saat berhasil mencapai puncak. Dilihatnya Bintang yang duduk di atas lantai beralaskan karpet hijau dengan pemandangan kota di sore hari. Serta ada warna jingga yang mulai menyala. Pelan-pelan Starla berjalan, ikut duduk di samping Bintang yang menghadap ke arah langit. Dibatasi kaca besar sebagai pelindung tempat itu. Terlihat jelas warna oranye yang semakin kentara mencoba menang dari malam. "Starla!" Cekrek! Bintang berhasil mengambil foto Starla. Cewek itu menengok ke arah kamera secara alami. Dengan rambut kepangnya yang terlihat lucu serta mata kagum Starla dan bibir yang sedikit tersenyum, suasana hatinya sedang baik. Bintang melihat hasil jepretannya yang sudah tercetak di polaroid. Cowok itu mengambilnya, menyimpannya di saku Hoodie. Kemudian ia mendekat ke arah Starla, membuat cewek itu berhenti kembali memandangi langit jingga. Menyodorkan kamera ke depan, merangkul Starla, Bintang memeletkan lidahnya menghadap Starla. Sedangkan Starla sendiri meraup wajah Bintang. Cekrek! Foto alami yang sedikit ngeblur. Mereka berkali-kali mengambil gambar yang berakhir candaan dan tawa kecil. Hingga waktunya azan Maghrib, Starla pamit untuk menunaikan 3 rakaat. Bintang membiarkan Starla melakukan itu di kamarnya yang luas. Sedangkan cowok itu duduk manis menatap Starla. Hawanya adem banget liat Starla salat begitu. Hatinya sejuk, apalagi lihat wajah teduh Starla. Wajah mungil itu terlihat cerah. Bahkan tampak puluhan kali lipat lebih cantik. Beberapa menit melakukan kewajibannya, Starla menghampiri Bintang. Meminta izin untuk menaruh mukena ke pemiliknya tapi Bintang mencegah. "Biarin nanti Bi Njum aja." Starla ingin menolak, tapi Bintang lebih dulu membungkam mulutnya dengan sandwich cokelat keju. Starla mengunyah dengan nikmat, mengabaikan kekesalannya. "Mau lagi boleh?" Starla meminta, duduk di seberang Bintang. Meletakkan mukenanya di atas sofa kecil di sampingnya. Bintang menggeleng guna menggoda Starla. Cowok itu mengambil piringnya, membuat Starla terkejut. Tiba-tiba bunyi perut Starla membuat Bintang terkekeh. Cowok itu menyodorkan piringnya ke hadapan Starla, yang langsung diterima gadis itu dengan senang hati. "Terima kasih Bintang." Starla tersenyum manis, mengambil makanan itu lalu memakannya dengan lahap. Bintang memperhatikan Starla yang mengunyah. Pipi gadis itu gembul dengan sandwich. Menggemaskan. "Starla?" panggil Bintang, si pemilik nama hanya menggumam dan melirik saja. Mulutnya penuh dengan makanan. Bintang berdiri. "Mau pulang?" Bintang baru sadar ini sudah larut malam, ia tidak seharusnya membiarkan Starla pulang malam-malam. "Gue anter ya." Melihat Starla yang mengangguk setelah meneguk habis s**u cokelat di hadapannya. Gadis itu berdiri tak lupa membawa bekas wadah makanan dan minuman mereka dengan nampan. "Mau dibawa pulang piringnya?" Bintang terkekeh. Ia sudah tahu jika Starla akan membawa itu ke dapur. Itu hanya candaan saja. Lucu banget sih abisnya godain bocah itu. Starla mendengus sebentar. "Sekalian bawa ke bawah. Biar rapi kamar Lo." Bintang mengangguk, tersenyum gemas. "Yaudah ayok, hati-hati bawanya." "Iya Bintang tenang aja." Starla berjalan, Bintang berhenti di depan pintu saat pintu yang terbuka sedikit dilihat oleh Starla. Starla menunjuk pintu itu dengan dagunya. "Tolong dong lebarin pintunya." "Dasar nggak peka!" Starla menggumam setelah membuka sendiri pintu itu dengan kakinya. Habisnya Bintang hanya diam saja tidak langsung bergerak. Dasar nggak peka banget.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD