Chapter 6

1051 Words
Aileen Grizelle meremas tangannya ketika melihat kediaman megah di depannya itu. Kenangan buruk melintas dalam pikirannya. Sakit hati yang ia rasakan dulu, perlahan bangkit lagi. Betapa bodohnya karena ia mau mengikuti Damian ke sini. Harusnya ia menolak dan kabur saja. Maka ia tidak akan merasakan kegelisahan ini. Pada saat itu, Damian membukakan pintu mobil untuk Aileen. Aileen tidak memiliki niat untuk turun, malah ia ingin kabur dari sana. Ia tahu kalau Sabrina Kaelan tidak akan menerima kehadirannya, dan juga tidak yakin kalau rencana Damian begitu sederhana. Aileen tidak percaya pada pria itu. Bisa saja Damian membohonginya dengan kata-kata manisnya. Ucapan pria memang tidak bisa dipercaya. Beberapa detik kemudian, Aileen turun dari mobil. Melihat kemegahan rumah itu, tidak membuat Aileen terkesima, tetapi ia malah menjadi mulas. Damian mengulurkan tangannya pada Aileen, tetapi ia hanya melihatnya saja lalu Aileen beralih menoleh pada pintu gerbang yang akan segera tertutup. Melihat kesempatan yang ada di depan matanya. Ia tidak bisa melewatkan hal tersebut dan berlari menuju pintu gerbang. Hal itu membuat Damian syok sejenak. Ia tidak menyangka kalau Aileen akan melarikan diri sesaat setelah mereka sampai di rumah kediaman Kaelan. Dengan kesal Damian mengejar Aileen. Kaki panjangnya membuatnya bisa mengejar Aileen dengan cepat. Damian lalu meraih lengan Aileen. Aileen tersentak melihat Damian menangkapnya. Sia-sia saja ia berlari menggunakan hak tinggi pula, dan bukannya bisa kabur ia malah tertangkap dengan cepat. “Damian, aku mohon lepaskan aku. Aku tidak bisa, aku sungguh tidak bisa. Kamu cari saja perempuan lain. Mereka pasti akan sangat senang membantumu.” Raut muka Damian menyeramkan ketika mendengar ucapan Aileen. Setengah dari yang Aileen ucapkan adalah kebenaran. Perempuan mana pun pasti akan membantu Damian malam ini. Akan tetapi, Damian hanya menginginkan Aileen saja. “Jika aku membutuhkan bantuan perempuan lain, maka aku tidak akan kabur dari perjodohan yang rencanakan Ibuku. Aku pasti akan menikah dengan salah satu dari mereka dan tidak perlu repot-repot menunggumu di bar setiap malam.” Mata Damian berkaca-kaca. Lantas ia menarik Aileen menuju ke rumah tersebut. Aileen sempat memberontak dan bahkan mencubit punggung tangan Damian. Namun, perbuatan Aileen tidak berpengaruh sama sekali. “Kita sudah sampai di sini, apa kamu ingin lari lagi?” Damian bertanya ketika mereka berada di ambang pintu. Pada saat itu, Sabrina Kaelan menghampiri mereka ketika ia mendengar putranya tiba. Mendadak Sabrina mundur satu langkah mendapati kehadiran Aileen di depannya. Siapa yang menyangka kalau ia akan bertemu lagi dengan Aileen yang telah ia US dua tahun lalu, sehingga membuat Damian dan Aileen memutuskan hubungan mereka. “Nak,” Sabrina menoleh pada Damian dengan rasa tidak percaya. “Kenapa kamu membawa dia kemari?” “Dia adalah calon istriku, aku harus memperkenalkannya pada kalian,” Damian menjawab dengan wajah datar. Sementara itu, Aileen menunduk tidak mau menatap Sabrina. Wanita itu—Sabrina Kaelan adalah mimpi buruk bagi Aileen. Bagaimana tidak? Dua tahun yang lalu Aileen dipermalukan oleh Sabrina di sebuah pesta. Hal itu membuat Aileen tidak berani menampakkan diri di pesta bersama Damian. Apalagi setelah Aileen di usir ketika Damian membawanya ke rumah itu, Aileen sangat malu sampai-sampai ia menangis semalaman. Kenangan itu menyeruak dalam kepalanya bagaikan angin yang dengan bebasnya masuk seperti pencuri. Setelah mendengar jawaban Damian, Sabrina seolah-olah disambar petir. Merasakan hatinya hancur karena putranya sengaja menghancurkan rencananya malam ini. Padahal ia sudah mengatur perjodohan ini, dan sekarang Damian sendiri yang menghancurkannya. “Apa? Kamu serius Damian?” Sabrina sebetulnya sangat marah, tetapi karena suaminya dan juga temannya ada di dalam, ia tidak berani melampiaskan kekesalannya pada Aileen. “Sudah seperti ini, apa Ibu tidak menganggap aku serius? Aku sangat serius ingin menikahi Aileen. Jika saja Ibu tidak menghalangiku, 2 tahun lalu Aileen pasti sudah menjadi istriku.” Sabrina merasa ingin muntah darah mendengar pernyataan putranya. Hanya demi perempuan seperti Aileen, Damian sudah berani melawannya. “Kenapa lama sekali?” tanya sebuah suara pria yang terdengar gagah. Pria itu berjalan mendekati mereka. Damian melihat dengan jelas siapa pria itu—yang tidak lain adalah ayahnya—Dhanu Kaelan. Mata pria itu mengamati Damian lalu beralih pada Aileen yang tidak berani mengangkat kepalanya. “Karena kalian sudah datang, cepat masuk,” ucapnya seolah-olah kehadiran Aileen tidak berpengaruh sama sekali baginya. “Dhanu, tapi ini—” “Cukup Sabrina. Biarkan mereka masuk.” Tandanya. Tampaknya Sabrina membuat Dhanu Kaelan; kesal. Lantas pria itu berlalu setelah mendelik pada Sabrina beberapa saat lalu. Damian menggenggam tangan Aileen. Sontak menyebabkan perempuan itu mengangkat kepala dan menoleh pada padanya. Sorot mata Damian seperti menegaskan kalau semua akan baik-baik saja. Damian mengajak Aileen masuk lalu berkata pada Sabrina. “Aku menikahi orang yang aku cintai, bukan menikahi kekuasaan.” Kata-kata itu seperti anak panah yang menembus ke jantung Sabrina. Damian telah menyindirnya secara terang-terangan. Sabrina menggigit bibir bawahnya dengan kesal, lalu mendelik pada Aileen Grizelle. Salahkan dirinya karena terlalu mengatur Damian untuk kepentingannya sendiri. Kalau saja wanita itu tidak menyakiti Aileen, mungkin hubungannya dengan Damian masih baik-baik saja. Sayang sekali, Sabrina terlalu mementingkan dirinya sendiri ketimbang kebahagiaan putranya. Tamu yang diatur oleh Sabrina sedang mengobrol dengan Dhanu Kaelan. Kemudian mereka berdiri ketika melihat Damian dan Aileen memasuki ruang tamu. Awalnya mereka tersenyum setelah melihat Damian. Namun, setelah melihat pria itu menggenggam tangan perempuan di sampingnya, senyum mereka memudar. Gadis yang tadinya akan dijodohkan dengan Damian, memiliki ekspresi tidak senang di wajahnya. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Damian Cakra Kaelan akan memperlakukannya dengan membawa perempuan lain. “Apa-apaan ini?” tanyanya pada ayah dan ibunya, dengan nada pelan. Ia menggerakkan gigi; kesal. Sabrina cepat-cepat mengambil alih keadaan, melihat gadis itu telah dibuat kesal oleh kehadiran Aileen Grizelle. “Puput, kenalkan ini putra tante, namanya Damian. Kamu pasti sudah kenal, kan?” Lantas beralih menatap Damian. “Damian, ini Puput—perempuan yang ingin Ibu jodohkan dengan kamu,” lontarnya dengan tegas. Sabrina tidak peduli dengan perasaan Aileen. Malah ia ingin sekali lagi menyakiti perempuan itu. Puput mengulurkan tangan ke depan Damian, tapi mendapatkan perlakuan dingin dari pria itu. Damian tidak mengharukannya, lalu mengajak Aileen duduk. Merasa kecewa karena Damian mengabaikannya, Puput menatap marah pada Sabrina dan juga kedua orang tuanya. Gadis manja itu yang selalu mendapatkan perhatian dari orang lain, sekarang diacuhkan. Tentu saja merasa kesal dan marah. “Damian, apa-apaan kamu? Puput itu calon istri kamu. Jadi kamu harus memperlakukannya dengan baik. Bukan begitu caranya Damian.” Damian menyeringai. “Aku tidak pernah setuju dengan pengaturan Ibu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD