Chapter 7

1014 Words
Pada akhirnya rencana Sabrina gagal. Makan malam itu berakhir dengan kekecewaan pada pihak Sabrina. Wanita itu tidak ikut makan malam bersama putranya. Ia lebih memilih tinggal di dalam kamarnya daripada harus makan malam bersama dengan Aileen. Melihat Aileen saja sudah membuat kulitnya menjadi gatal-gatal. Sementara itu di ruang makan, duduk tiga orang yang sedari tadi tidak mengeluarkan suara. Damian merasa canggung makan malam bersama dengan ayahnya. Ia sangat jarang makan malam bersama Dhanu Kaelan. Ruang makan itu tampak penuh kecanggungan. Dhanu Kaelan sendiri tidak ada niat membenahi aura pada ruangan itu. Aileen menyaksikan bagaimana canggungnya hubungan kedua ayah-anak itu. Menyadari kalau hubungan Damian dan orang tuanya tidak sebagus anak-anak orang kaya lainnya. Ada rasa kasihan yang tiba-tiba menjalar di hati Aileen. Namun, ia lenyapkan sesaat kemudian. “Makan yang banyak,” ujar Aileen ketika ia menambahkan nasi pada piring Damian. Damian sedikit terkejut dengan aksi Aileen. Mematung sejenak sebelum ia menyunggingkan senyum dangkal. Sedikit perhatian dari Aileen membuat hatinya senang. “Terima kasih,” balasnya. Damian juga mengambilkan beberapa potong lauk untuk Aileen. Damian tahu Aileen menyukai ayam goreng. Jadi ia menaruh beberapa potong ayam goreng Ke piring Aileen. Dhanu Kaelan tiba-tiba mengeluarkan suaranya, “Ayah tidak masalah kau menikah dengan siapa pun. Asalkan perempuan itu baik dan tidak mempunyai niat terselubung.” Pria itu mengangkat wajahnya, menoleh pada Aileen dan Damian. “Ayah tidak masalah dengan pernikahan kalian. Kalian bisa katakan kapan ingin menikah dan Ayah akan siapkan segala halnya untuk kalian.” Damian berhenti makan, lalu menatap Dhanu Kaelan dengan sorot mata heran. Sejak kapan ayahnya menjadi begitu baik padanya? Sejak kapan Dhanu Kaelan perhatian pada Damian? Seakan-akan semua ucapan Dhanu hanya ilusi di telinga Damian. Ia tidak berani mempercayai ucapan tersebut. “Terima kasih, Paman. Tapi, aku tidak ingin menikah dalam waktu dekat ini. Menurutku terlalu cepat.” Dhanu Kaelan mengangguk. “Terserah kalian saja. Pada saat itu, kalian hanya perlu mengatakannya padaku.” Setelah mendengar percakapan Aileen dan ayahnya, barulah Damian tersadar. Ucapan Dhanu Kaelan pun adalah nyata. Namun, Damian masih tidak mau mempercayainya. “Apa maksudmu tidak mau menikah dalam waktu dekat ini?” tanya Damian dengan raut wajah sedikit kesal. Bukan Aileen yang menjawab, melainkan Dhanu Kaelan yang bersuara, “Damian, kau tidak bisa memaksa Aileen. Biarkan dia berpikir dan mau menikahimu atas keinginannya sendiri.” Sontak Damian tercengang dengan ucapan ayahnya. Jadi tidak ada satu pun yang membelanya? Bagus. Bagus sekali. Ia benar-benar sendirian sekarang. *** Damian mengantar Aileen ke apartemennya setelah makan malam. Ia membiarkan Aileen membuka pintu mobil sendiri seakan-akan tidak peduli. Namun, setelah Aileen berjalan menuju gedung apartemennya, Damian keluar dari mobil lalu mengikuti Aileen. “Kenapa mengikutiku?” Aileen bertanya seraya membuka pintu utama gedung. “Mengawasimu,” jawabnya singkat. Aileen membalikkan wajahnya. Menatap Damian dengan sengit. “Aku tidak akan lari. Kamu bisa pergi sekarang.” Damian tidak mendengarkan ucapan menukik Aileen. Langkahnya mantap mendekati Aileen. “Aku antar sampai di atas. Mau lari pun, kamu tidak akan bisa. Aku hanya khawatir kamu bertemu dengan orang jahat.” “Aku tinggal di sini bertahun-tahun. Jika ada orang jahat. Pastinya orang itu adalah kamu.” Aileen mendengus. Membiarkan Damian melakukan yang ia sukai. Mereka berdua masuk ke dalam lift, lalu Damian menekan tombol angka 6. Ya, Aileen tinggal di lantai 6, dan Damian sangat hafal. Keduanya tidak berbicara apa pun di dalam lift, sehingga keheningan mengambil alih. Ketika lift terbuka, Aileen langsung keluar tanpa menghiraukan Damian yang mengikutinya. Aileen menutup pintu apartemennya dengan sengaja, tapi ditahan oleh tangan Damian. Sekali lagi dengan kasar ia mencoba menutup pintunya. Namun, tetap tertahan oleh tangan Damian. “Aku tidak akan mengizinkanmu masuk,” tegas Aileen. Namun, Aileen tidak dapat menghalangi Damian. Pria itu menerobos masuk ke dalam apartemen Aileen. “Damian!” “Aku tidak akan lama.” Damian membuat kode agar Aileen ikut duduk di sofa. Mengingat kecanggungan makan malam tadi, hati Aileen tergerak. Ia mulai melangkahkan kaki menuju sofa lalu duduk di samping Damian dengan kemauannya sendiri. Perlahan-lahan Damian merebahkan kepalanya pada pundak Aileen. Sontak membuat Aileen sedikit terkejut, tapi ia membiarkan Damian meminjam bahunya. Mungkin pria itu sangat membutuhkan bahunya malam ini. “Biarkan aku begini sesaat saja,” lirihnya. Aileen pun tidak bergerak dan membiarkan Damian meminjam bahunya selama yang Damian inginkan. Keheningan kembali menguasai ketika mereka tidak saling berbicara. Damian merindukan hari-hari ketika bersama Aileen. Menghabiskan waktu setiap hari tanpa ada kata lelah ataupun bosan. Damian dapat merasakan kembali kalau hari-hari itu akan berlanjut kembali. Kali ini, ia tidak akan membiarkan Aileen lari darinya ataupun membiarkan Sabrina memisahkan mereka lagi. “Katanya hanya sebentar?” “Sebentar lagi. Ya, sebentar lagi,” lirih Damian. Aileen tidak tega memarahi Damian. Kali ini, ia akan mengalah, tapi hanya sekali saja. Setelah lima menit berlalu Aileen merasa pegal tanpa melakukan pergerakan apa pun. “Mau cokelat panas?” Damian menarik kepala, menatap Aileen dengan mata dalam. Sudut bibirnya mulai terangkat. “Boleh,” jawabnya. “Aku buat dulu.” Lantas Aileen beranjak menuju dapur. Menyalakan kompor, lalu meletakkan ketel di atasnya. Dengan cakap ia mengambil gelas, setelahnya memotong batang cokelat. Ia membuat dua gelas cokelat hangat. Tidak lama kemudian, Aileen membawa dua gelas cokelat hangat itu ke ruang tamu. Melihat Damian duduk dengan tenang seperti anak kecil, Aileen tidak bisa membantu, tapi tertawa kecil. Ia meletakkan nampan di atas meja lalu memberikan satu gelas cokelat hangat kepada Damian. Damian menerimanya dengan senang hati. Ketika mereka masih bersama, Aileen sering membuatkan cokelat hangat untuk Damian. Tidak menyangka kalau ia bisa meminum cokelat hangat buatan perempuan itu lagi. “Rasanya masih sama seperti dulu. Tapi aku penasaran, apakah perasaan itu masih sama.” Dengan cepat Aileen menjawab, “Semua tidak akan sama, Damian. Apa pun bisa berubah dalam waktu yang cukup lama. Hanya saja cokelat panas buatanku tidak berubah. Mungkin aku perlu belajar lagi agar rasanya berubah.” “Jangan. Rasanya sangat enak dan manis.” “Kamu harus pulang setelah menghabiskan cokelat panas itu.” Damian mengangguk, tapi dalam hatinya, ia tidak mau pulang. Jadi Damian menyesap cokelat panasnya dengan pelan agar bisa lebih lama bersama Aileen. Apa Aileen sungguh tidak mau bersama Damian lama-lama? Aileen berdiri dari duduknya lalu berkata, “Aku mau ke kamar. Kalau sudah selesai keluarlah.” Mendengar hal itu, Damian menaruh cangkirnya lalu menarik tangan Aileen. “Temani aku,” lirihnya. “Sejak kapan, Tuan Damian Cakra Kaelan menjadi menyedihkan seperti ini?” Aileen menggeleng kepala.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD