Sudut mata Damian nampak berkerut serta sudut bibirnya melengkung ke atas, memperlihatkan senyum seringai. Ke mana pun Aileen Grizelle pergi, ia pasti akan menemukan semasih Aileen berada di kota ini.
Tatapan Damian penuh perhatian mengarah pada Aileen yang kini melengos, tidak mau menatap Damian.
“Aileen, ucapanku tadi masih terhitung—”
“Aku tidak mau!” Aileen buru-buru memotong ucapan Damian dan menegaskan penolakannya agar Damian mau mengerti.
Namun, tampaknya pria itu tidak mau menyerah. Ia tidak ingin menikahi orang lain selain Aileen. Bahkan Nyonya Kaelan yang adalah ibu kandungnya, tidak bisa mencegah Damian untuk menikah dengan perempuan yang bukan pilihan ibunya tersebut.
Aileen Grizelle tidak akan memusnahkan keinginan Damian untuk mempersuntingnya, mau bagaimanapun perlakukan dan penolakan Aileen terhadapnya.
“Bawa dia ke kamar.”
“A-apa?” Aileen terbelalak. “Jangan sentuh aku,” katanya ketika dua pengawal itu lagi-lagi meraih lengannya.
Aileen merasa risi seakan-akan ia tidak memiliki kaki untuk berjalan di rumah itu. Matanya yang tajam dan jernih menatap Damian yang masih duduk dengan angkuh.
“Ini penculikan dan aku bisa melaporkanmu, Tuan Damian.” Ancam Aileen.
Damian berdiri dari duduknya dan tidak berkata apa pun. Ia sudah mengetahui karakter Aileen sejak lama. Jika ia berlama-lama di sana, maka telinganya akan penuh dengan teriakan Aileen. Oleh karena itu, Damian naik ke tangga sambil memasukkan tangannya ke dalam sakunya.
Sementara itu, Aileen dibawa ke sebuah kamar dan kamar tersebut dikunci dari luar.
Damian sudah berada di dalam ruang belajarnya. Pada saat itu, ia sedang memegang sebuah dokumen, tetapi fokusnya terhenti ketika ponselnya berbunyi. Ia melirik sebentar pada benda pipih di atas mejanya itu.
Setelah melihat si penelepon, wajah Damian berubah kelabu. Ia sama sekali tidak ingin mengangkat panggilan tersebut, karena yang akan ia dengar hanya omelan dari ibunya—Nyonya Kaelan.
Damian benar-benar tidak mengangkat panggilan tersebut dan fokus pada dokumen di tangannya. Namun, ia tidak membaca dokumen itu dan malah memikirkan Aileen. Lantas Damian beralih menatap arloji yang melingkari pergelangan tangannya yang ramping.
Meskipun demikian, ponsel Damian tidak berhenti berdering. Ibunya tidak bosan-bosannya menghubungi Damian.
Rasa geram menyelimuti hati Damian, sehingga ia mengangkat panggilan tersebut.
Lantas yang ia dapatkan semburan dari ibunya, “Damian! Bukankah sudah Ibu katakan agar tidak terlambat? Ayahmu juga berada di sini, ia meluangkan waktu hanya untuk bertemu putranya.”
“Bertemu denganku?” Damian tidak percaya akan hal itu.
Seingatnya Dhanu Kaelan sangat jarang menemuinya, bahkan mereka jarang makan malam. Sedari kecil Damian seperti diabaikan oleh ayahnya, padahal ia adalah penerus satu-satunya keluarga Kaelan.
Sekarang Damian tidak yakin akan hal itu. Istri pertama yang sangat dicintai ayahnya dan juga ayahnya pasti memiliki sesuatu yang dirahasiakan dari mereka. Jadi Damian tidak begitu peduli tentang statusnya yang akan menjadi penerus Kaelan Enterprise.
“Sudah kukatakan, Ayahmu di sini dan dia sedang menunggumu. Dan juga keluarga White sudah menunggu kehadiranmu. Putri mereka—”
“Aku tahu apa yang akan Ibu katakan karena aku sudah mendengarnya ratusan kali.”
“Damian, jangan buat Ibu malu. Cepatlah datang kemari dan jangan kecewakan Ayahmu.”
Damian lelah dan bosan ketika ibunya selalu berkata hal yang sama ratusan kali. Sabrina Kaelan mendidik Damian agar ia tidak mengecewakan Dhanu Kaelan dan menjadi penerus yang bisa keluarga Kaelan banggakan. Namun, Sabrina tidak tahu bagaimana tekanan yang dihadapi Damian ketika ia harus berhadapan dengan Dhanu Kaelan yang senantiasa mengabaikannya. Ia merasa hatinya perih, hanya dengan membayangkan wajah dingin yang akan diberikan oleh ayahnya.
Ia tidak peduli dengan perkataan ibunya dan segera mematikan panggilan tersebut. Sejenak ia melirik pada arlojinya yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
“Mereka sangat betah menungguku, hingga sekian jam.”
Pada saat itu, seseorang mengetuk pintu ruang belajar. Damian memerintahkan orang tersebut untuk masuk, lalu terlihatlah seorang pria bertubuh tinggi dengan janggut tipis memasuki ruang belajarnya.
Jeremy menunduk sejenak, lalu berkata, “Tuan, Nona Aileen sudah siap.”
“Wow, cepat sekali.” Damian langsung bangkit dari tempat duduknya. “Apa mereka bekerja dengan benar? Mereka tidak asal-asalan, 'kan?”
Jeremy memberikan senyum. “Mereka adalah ahli yang Anda pilih. Jadi tidak mungkin mereka akan mengecewakan Anda. Nona Aileen sudah menunggu Anda di bawah. Dan … tampaknya ia kesal.”
“Kesal?” Damian tertawa, sejenak kemudian ia kembali berkata, “biarkan saja. Dia memang begitu.”
Jeremy melirik Damian yang menyunggingkan senyum hangat. Ia tahu, hanya ketika Damian memikirkan Aileen Grizelle seorang bisa membuatnya melihat senyum hangat Damian.
Setelah itu, Damian keluar dari ruangan, dan bukannya menuju ke lantai bawah, melainkan ia pergi ke kamarnya. Tujuan Damian ke kamarnya adalah mengganti setelannya.
Ia memakai setelan suit berwarna pastel dan wajahnya tampak semakin tampan mengenakan setelan tersebut.
Sudah cukup membiarkan Aileen Grizelle menunggu, kini ia keluar dari kamarnya dan menuju lantai bawah. Damian melihat Aileen tengah berdiri di ruang tamu dengan punggung membelakanginya. Meskipun begitu, Damian bisa melihat betapa cantiknya Aileen yang kini dalam balutan gaun panjang berwarna pastel senada dengan setelan yang ia kenakan.
Sudut bibirnya Damian terangkat ke atas. “Ayo berangkat.”
Mendengar suara Damian, Aileen Grizelle berbalik dan melihat pria itu berpakaian senada dengan dirinya. Aileen masih belum tahu apa yang direncanakan oleh pria itu. Ia hanya mengira-ngira kalau Damian akan menikahinya dengan paksa malam ini.
Kecantikan Aileen Grizelle tidak luntur meski alisnya bertautan dan tatapannya makin tajam.
Damian terkesima melihat perempuan di depannya itu. Ia tidak salah memilih orang-orang itu untuk mendandani Aileen.
“Ke mana?” Aileen mengeluarkan suaranya.
“Ke rumah besar keluarga Kaelan.”
Aileen terkejut setengah mati sampai-sampai ia mundur beberapa langkah. Hal itu membuatnya cukup pusing. Ia tidak mempersiapkan apa pun, tapi Damian tiba-tiba mengajaknya ke rumah besar Kaelan. Apakah semua ini masuk akal?
“Aku belum menyetujui apa pun. Jadi kamu jangan seenaknya, Damian.”
Damian bisa melihat betapa terkejutnya Aileen, dan ia juga tampak gugup. Damian berjalan mendekati Aileen, lalu berhenti di depannya. Sejenak ia memperhatikan Aileen yang cantik lalu mendekatkan wajahnya, hingga membuat Aileen menjauhkan wajahnya.
“Ini bukan pertama kalinya kamu ke rumah besar Kaelan. Kali ini, semuanya akan berjalan dengan lancar,” kata Damian tegas.
Ucapan Damian membuat Aileen termenung. Raut mukanya berubah masam. Damian mengingatkannya pada kenangan yang berusaha ia lupakan.
Saat mengetahui raut wajah masam Aileen, perlahan Damian membawa Aileen ke dalam pelukannya. Aileen tidak memberontak dan membiarkan Damian melakukan keinginan.
“Kamu hanya perlu menahannya sedikit saja. Itu semua kesalahanku, dan tidak akan terulang lagi. Jadi pergilah bersamaku.”
Mata Aileen berkaca-kaca, hingga ia tidak bisa berkata seolah-olah lidahnya kelu.