Esok harinya, semua berjalan seperti sedia kala. Aaron dan Manaka sudah berbaikan. Sudah saling memahami perasaan masing-masing dan paham kalau mereka ini pacaran sungguhan. Bukan permainan, bukan juga karena paksaan, atau demi keuntungan semata. Semua tampak sempurna, kecemburuan Aaron agak teredam dan Manaka sudah agak peka sedikit. Akhirnya, mereka bisa pergi kencan yang normal. Bergandengan tangan di jalan selayaknya pacaran anak remaja. Pergi menonton film, makan di luar dan berbelanja pakaian bersama. Namun saat sampai di rumah, mereka tak merasa senang. “Rasanya ada yang janggal, aku tak puas,” kata Aaron. Seolah dia tak senyum-senyum terus sepanjang hari, tertawa karena lelucon garing yang t***l. “Kaukira aku puas? Kencan itu tak asyik sama sekali,” balas Manaka. Padahal dia ya