“Iya itu namanya dan apalah artinya sebuah nama, Cora? Nama saja nggak begitu penting.”
Cora menarik napas panjang, lalu menghelanya perlahan, mencoba mengusir sesak yang menjalar ke penjuru hatinya. Ya, apalah arti sebuah nama, jika ia terlanjur jatuh hati. Nama yang biasa saja bisa terdengar indah, namun masalahnya, ia tak memiliki rasa apa pun dan dipaksa menikah dengan pria itu.
“Memang nama aja nggak terlalu penting,” jawab Cora pada akhirnya.
Aurel berdecak sebal, jika sudah mengerti harusnya sahabatnya itu lebih peka dengan menceritakan lebih banyak hal tentang lelaki itu. Hanya menyuruh membaca nama yang tertera adalah hal yang mudah. “Aku juga bisa baca sendiri, di situ tertulis dengan jelas namanya. Yang aku tanyain itu pekerjaannya apa? kamu udah berapa lama berhubungan sama dia? kenalan dimana? yang aku tanyain tuh kisah kalian berdua dan gimana akhirnya bisa sampai mau nikah gini? Kenapa kamu nggak pernah kenalin dia sama kami? Takut … kalau salah satu dari kami bakal kecantol sama calon suamimu itu?”
Aurel menatap tajam ke arah Cora, ia meminta penjelasan dari sahabatnya. Selama ini mereka tidak pernah merahasiakan tentang pasangan mereka, mereka selalu berbagi tentang apa pun itu, selalu bersama dalam suka dan duka, kali ini Aurel merasa Cora sudah tidak menganggap mereka sebagai sahabatnya lagi.
“Aku nggak tahu Aurel. Aku nggak tahu kerjanya di mana dan dia orang yang bagaimana. Jangankan pekerjaannya, hobinya, makanan yang disukai atau apa pun tentang dia, aku sama sekali nggak tahu. Yang aku tahu, dia itu keturunan Inggris-Manado, nomer ponsel, dan namanya aja.”
Cora menarik napas panjang dan menghelanya, ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal saat mendengarkan bertubi-tubi pertanyaan yang dilayangkan oleh Aurel padanya, pertanyaan yang mungkin terdengar mudah, namun tidak bisa dengan mudah dijawab olehnya.
“Maksudnya?” Dara menatap Cora penuh tanya, sedangkan yang ditatap hanya bisa menundukkan kepalanya, Dara tampak berpikir sesaat, sedetik kemudian ia tak mampu menyembunyikan raut keterkejutannya dan menutup mulut dengan kedua tangannya.
Dara menggeleng keras. “Nggak mungkin. Jangan bilang ini semua hasil perjodohan?” Dara mengerutkan keningnya, seakan tidak percaya bahwa Cora bisa begitu saja menerima perjodohan yang selama ini ditentangnya secara mati-matian. Cora mengangguk pelan menjawab pertanyaan sahabatnya.
“Hallooo … Cora … PLEASE WAKE UP!” Lisa mengguncang-guncangkan bahu Cora, seakan saat ini sahabatnya itu tengah tertidur pulas dan perlu untuk dibangunkan, “Nikah itu untuk seumur hidup, bukan cuma seumur jagung, pernikahan bukan sebuah ikatan yang bisa kamu akhiri begitu saja saat kamu sudah mulai bosan dengan pasanganmu. Pernikahan itu perkara penting dan bukan sebuah permainan. Kamu nggak bisa memulainya karna hal sepele, seperti perjodohan. Efeknya jangka panjang, Dear.” Lisa meninggikan volume suaranya dan menatap Cora dengan tatapan tidak percaya.
“Aku tahu itu. Aku juga sudah menolak mentah-mentah pernikahan ini, tapi Mamaku …” Cora menundukkan kepalanya, ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, “Aku nggak bisa dan nggak tahu gimana lagi caranya untuk menolak pernikahan ini. Aku nggak bisa terus-terusan membuat orangtuaku khawatir.” Cora melanjutkan perkataannya dengan lirih. Ketiga sahabatnya itu menatap Cora dengan sendu, mereka saling berpandangan dan seakan mengerti posisi Cora yang seakan serba salah.
“Kamu yakin buat jalanin pernikahan ini?” Dara mengusap pundak Cora, “Kalau nggak yakin kami semua bisa culik kamu di hari pernikahanmu nanti.” Dara menyengir lebar. Dara selalu menjadi orang yang tidak peka dengan perasaan seseorang yang sedang gelisah dan sedih.
“Dasar Dara yang nggak peka, manusia tanpa perasaan, nggak lihat temen kita lagi sedih begitu, masih aja kamu becandain!”Aurel menjitak kening Dara dengan pelan, Dara mengusap-usap keningnya yang tidak sakit, ia mengerucutkan bibirnya.
“Cora … hmmm … aku mungkin nggak bisa bantu banyak dalam masalah kamu ini, tapi kamu jangan pernah ngerasa sendirian ya … kami akan selalu ada buat ngedukung kamu. Apa pun keputusan kamu, kami akan selalu dukung dan berharap itu yang terbaik buat kamu. Kami semua akan selalu ada buat kamu dan kalau memang kamu butuh diculik, aku bisa bantuin nyusun rencananya.” Aurel menyengir lebar kepada Cora, ia mengusap punggung Cora yang terlihat bergetar, ia tahu bahwa sahabatnya itu sangat sedih dan terpukul saat ini.
“Menurut feeling ku. Nggak ada salahnya mencoba, mungkin lelaki ini bakal buat kamu tahu gimana rasanya jatuh cinta.” Lisa menatap genit ke arah Cora.
“Dasar mbah dukun!” Cora tersenyum dan memukul lengan Lisa dengan pelan.
“Gitu dong senyum, jangan murung mulu.” Aurel menarik tubuh Cora ke dalam pelukannya, mereka semua berpelukkan ala teletubies.
“Jadi gimana wajahnya si Anthony ini? mirip Brad Pitt atau Tom Cruise ? mereka kan tipe suami idaman kamu dari masa SMA dulu?” Dara terlihat antusias.
“Wajahnya ganteng, tapi dia bermuka dua. Dia punya kepribadian ganda.” jawaban Cora membuat semua sahabatnya itu mengerutkan kening mereka, “Sebentar lagi kalian semua juga bakal ketemu sama dia, kalau salah satu dari kalian ada yang minat sama lelaki ini dengan senang hati aku akan berikan dia kepada kalian.” Cora melanjutkan perkataannya. Ia terkekeh pelan melihat para sahabatnya yang menggeleng-gelengkan kepala mereka secara bersamaan.
“Kalau ganteng aku sih minat, tapi suamiku mau di ke manain ya?” Lisa memutarkan kedua bola matanya, ia tampak berpikir sejenak.
“Aku kasih tau Alex loh kalau kamu mau cari suami baru.” Aurel menaikkan sebelah alisnya, ia menatap tajam ke arah Lisa, membuat wanita itu bergendik ngeri.
“Gila … jangan … aku bisa langsung diceraiin nanti.” Lisa terlihat panik. Aurel adalah satu-satunya wanita yang akan melakukan perkataannya, perkataan yang keluar dari mulutnya tidak boleh dianggap sepele, jika ia sudah mengatakan demikian, ia akan langsung melakukan ucapannya tersebut.
“Mulutmu harimaumu.” Aurel terbahak-bahak melihat wajah cemas Lisa, ada kebahagiaan sendiri saat kau melihat temanmu ketakutan karna hal konyol. Mereka semua tertawa geli melihat wajah Lisa yang terlihat panik dan memohon pada Aurel agar tidak memberitahukan suaminya apa yang barusan dikatakannya.