Jangan tanya perasaan Hanafi. Pasti sakit lah. Tapi mau bagaimana? Ia tak punya pilihan. Kini ia hanya menatap ke arah jendela. Suasana di kereta setidaknya sedikit mengalihkan perhatiannya dari penatnya pikiran tentang Afina yang tak ada ujungnya. Baginya ini juga kacau seperti sebelumnya. Tiba di stasiun paling dekat dengan gedung apartemennya, ia segera turun. Lalu berjalan sendirian menuju apartemennya. Keadaan ini sudah bisa ia terima kok. Karena memang sudah lama ia alami. Ya terasa sudah cukup lama. Meski tampaknya belum terlalu lama juga? "Kerja lagi?" Pulang dari kampus baginya tak ada waktu juga untuk istirahat. Ia mengangguk begitu mamanya bertanya begitu. Ya tahu sih. Tapi ia tak bisa tidur kalau tak bekerja selarut ini. "Tubuh juga butuh istirahat. Jangan terlalu gila. N