Sembilan

1493 Words
Ashana melangkah ke lift dengan kaki mengentak, dia menunggu Kalingga yang tak juga datang. “Cepat!” ujar Ashana ketika melihat batang hidung Kalingga, pria itu berjalan lemas. Kalingga segera berlari memasuki lift dan Ashana menekan angka tiga ke lantai kamarnya. “Lama banget!” gerutu Ashana. “M-maaf, Bu,” ujar Kalingga dengan wajah dipenuhi rasa bersalah. Lift berdenting, Ashana keluar dari lift. “Langsung ke kamar saya!” ucap Ashana memberi perintah. Kalingga membelalakkan mata. Kamar, dia bilang? Kalingga meringis, apa lagi yang harus dia lakukan kali ini? Ashana memasuki kamarnya, melempar tasnya ke kasur, dia pun membuka heelsnya. Kalingga mengetuk pintu yang terbuka itu. “Masuk dan tutup pintunya!” geram Ashana. Kalingga pun memasuki kamar itu dengan langkah pelan. “Lelet banget sih, Kal,” ujar Ashana. Kalingga bergegas menghampirinya. Ashana sedang tidak mood sekarang, moodnya tidak akan membaik jika dia tak segera melampiaskannya. Ashana meminta Kalingga membuka jasnya dan berjongkok di hadapannya yang duduk di tepi ranjang. Kalingga berjongkok di hadapan Ashana. “Lakukan seperti kemarin,” ucap Ashana. “Ke-kemarin?” “Iya, buat saya keluar! Cepat ih,” gerutu Ashana. Tangan Kalingga terlihat tremor, Ashana seperti tak sabaran. Dia melucuti pakaiannya dengan jemarinya yang lentik ditarik gaunnya ke atas dan dilemparkan ke sembarang arah hingga dia benar-benar tak berbusana. Kalingga menelan salivanya kasar. Ashana memberi tatapan tajam pada Kalingga yang membasahi bibirnya dan memajukan wajahnya. Aroma khas yang keluar dari bagian tubuh wanita itu terhirup di hidungnya, aroma yang entah mengapa membuatnya berhasrat? Kalingga memperhatikannya secara seksama, lalu dia mengecupnya. Ashana melenguh merasakan apa yang terjadi pada titik sensitif dalam tubuhnya. Dia mengubah posisi agar lebih nyaman, mencari cara untuk meraih level tertinggi demi menuntaskan hasratnya. Ashana terus meracau, memberi perintah yang dituruti oleh Kalingga. Ashana benar-benar merasa dibawa terbang tinggi oleh Kalingga yang berhasil melambungkan hasratnya Ashana terbawa dalam hasratnya yang membara, meremas bagian dari tubuhnya sendiri untuk mendapatkan sensasi yang dia inginkan. “Stop, Kal,” pinta Ashana, Kalingga menarik wajahnya dan menyeka bibir dengan lengan bajunya. “Ada apa, Bu?” tanya Kalingga. Ashana menurunkan kakinya dan kembali duduk. Kini Ashana meminta Kalingga, pria polos itu mengeksplor miliknya yang paling rahasia. Tak ada lagi yang bisa Kalingga lakukan selain menurutinya, penasaran dibuatnya. Sentuhan yang dilakukan Kalingga pada liang surgawinya membuatnya terus menggelinjang, racauan dan desahan selalu lolos dari bibirnya tanpa dia tahan lagi. “Cepat Kal!!” racau Ashana, desahannya terdengar sangat berhasrat. Kalingga merasa miliknya ikut menegang, diusap dengan satu tangannya, miliknya benar-benar terasa keras di bawah sana membuat dia kian berhasrat melumat milik Ashana yang harum itu. Ashana menjerit kecil dan tubuhnya mengejang diiringi pelepasannya. “Sudah Kal, sekarang bersihkan!” pinta Ashana dengan napas tersengal. Ada rasa yang unik yang entah mengapa membuatnya cukup menyukainya? “Sudah, Bu,” ucap Kalingga karena Ashana terlihat memejamkan mata seraya mengatur napasnya yang tersengal. “Ya, terima kasih,” jawab Ashana tak membuka matanya sama sekali. “Sekarang saya harus apa?” tanya Kalingga sambil berdiri, tubuh Ashana benar-benar sangat seksi dan indah. “Kamu kembali saja ke kamar kamu, saya mengantuk,” ucap Ashana pelan. “Permisi, Bu,” ujar Kalingga seraya berjalan cepat meninggalkan kamar itu. Dia berlari ke kamarnya, di tangga tampak Vara yang berniat ke atas namun harus mengurungkan niatnya karena melihat Kalingga keluar dari kamar Ashana. Kalingga menutup pintu dan bersandar di pintu itu, degup jantungnya terdengar sangat keras. Dia menghembuskan napas, aroma kewanitaan Ashana masih tercium di hidungnya, ditaruh jasnya di ranjang. Dia harus segera mandi dengan air dingin untuk mengusir hasratnya. Tangan Kalingga masih terasa bergetar meskipun dia sudah membersihkannya. Dia menatap jemarinya yang tampak besar dan panjang itu dibawah guyuran kran shower dengan pandangan kosong. Tak mengerti. Beberapa detik dalam lamunan dia pun tersadar lalu kembali membersihkannya dengan sabun. Sementara itu di kamar Ashana. Wanita yang berusia matang itu mengeram, sambil mendengus dia pun bangkit dari pembaringannya. Tak mungkin dia tidur dengan make up full di wajahnya atau wajahnya bisa break out. Suntik jerawat sangat menyakitkan baginya. Dia pun berjalan ke walk in closet, mengambil micellar water untuk membersihkan wajahnya, lalu dia mencuci wajah itu. Rasa lengket di tubuhnya membuat dia terpaksa harus mandi. Dia pun membilas dirinya dan mengeringkan tubuh dengan handuk, lalu berjalan ke ranjangnya tanpa berbusana, dia berbaring tertelungkup, rasanya sangat lelah. Emosinya sudah memudar karena dia mendapat pelepasannya. Beruntung juga mempekerjakan Kalingga, meskipun dia harus mengajarinya banyak hal terutama cara untuk memuaskannya. Ashana memejamkan mata, dia pun tertidur pulas menyambut mimpinya. Ashana terbangun dengan selimut menutupi tubuhnya, pasti tengah malam tadi dia merasa kedinginan dan memakai selimut itu. Seperti rutinitas paginya, dia pun membuka gorden jendelanya dan menyisakan tirai putih tipis. Seperti biasanya juga, kakek pengurus kebun itu berdiri menatapnya dari bawah. Ashana tersenyum miring, dibuka sedikit gorden putih itu dan dia sengaja berjalan melintasinya. Kakek itu terlihat mengusap miliknya di bawah sana. Ashana terkekeh kecil dan menutup lagi gorden putih itu. Sudah cukup main-mainnya. Hari ini merupakan hari libur, biasanya Ashana berlari di sekitaran komplek atau sengaja mencari tempat car free day untuk berolah raga, namun tidak dengan pagi ini. Dia merasa tidak terlalu mood berolah raga. Dia hanya memakai baju santai, baju terusan tanpa lengan dan cukup pendek bagian roknya. Bahkan dia jelas tak memakai apa pun dibalik baju itu. “Kalingga belum bangun, Var?” tanya Ashana pada Vara yang menyiapkan sarapan. “Tadi sudah Bu, di dekat kolam renang sepertinya sedang ngopi sama Aki,” jawab Vara yang masih tampak sibuk di area dapur, Aki adalah panggilan untuk pengurus kebun yang bekerja di sana sejak Ashana pindah ke rumah itu. “Oh,” jawab Ashana. Setelah menyantap sarapannya, dia pun menuju samping rumah, benar ucapan Vara. Kalingga duduk di kursi panjang dari kayu yang dibuat seperti ranjang itu tengah berbincang dengan pengurus kebun. “Saya lanjut nyapu ya, Mas,” ucap Aki. “Iya, Ki,” jawab Kalingga. Ashana duduk di samping Kalingga seraya menyilang kakinya hingga paha mulusnya terlihat terekspos. Aki memandang paha itu dan menunduk sopan lalu meninggalkan Ashana, mengambil jarak tak jauh dari tempat mereka duduk, menyapu halaman dari dedaunan kering yang jatuh. “Enggak sarapan?” tanya Ashana. “Sudah, tadi makan pisang goreng buatan mbak Vara,” jawab Kalingga. “Tidur nyenyak?” tanya Ashana. “Iya, Bu. Ibu bagaimana?” tanya Kalingga kembali. “Lumayan,” jawab Ashana seraya melirik Aki yang matanya sesekali terarah padanya. Membuat Ashana ingin bermain lagi. Di lebarkan kakinya secara sengaja, diambil tangan Kalingga dan diletakkan di pahanya. “Ada apa, Bu?” tanya Kalingga. “Usap-usap saja Kal,” ucap Ashana. Kalingga menurutinya sambil menelan salivanya. Semalam tadi hampir satu jam dia mengguyur kepalanya di bawah kran shower air dingin untuk menetralkan miliknya yang menegang, kali ini Ashana seperti memancingnya lagi. “Naik dikit,” perintah Ashana. “I-iya,” jawab Kalingga. Belaian tangannya dibuat selembut mungkin hingga tak sengaja menyentuh milik Ashana. “I-ibu enggak pakai itu?” tanya Kalingga yang cukup terkejut. “Enggak, kenapa? Sentuh aja enggak apa-apa, saya justru senang kalau kamu menusuknya dengan jari kamu,” goda Ashana di telinga Kalingga, hingga pria itu meremang karena hembusan napas Ashana menerpa telinganya. “Euhmm, ya seperti itu, jangan tergesa-gesa,” bisik Ashana lagi. Kalingga merasa udara mendadak panas. Aki pindah tempat berdiri, dia bersembunyi di balik pohon, namun Ashana bisa melihatnya menelusupkan tangannya di balik celananya sendiri membuatnya tersenyum geli. Apakah pria setua itu masih bisa tegang? “Kal,” panggil Ashana dengan suara yang lembut. “Iya, Bu?” tanya Kalingga. “Euh, diamin jarinya di situ, masukkin dikit aja,” ucap Ashana dengan suaranya yang sensual, melihat wajahnya yang berbeda dari semalam sepertinya moodnya sudah jauh lebih baik. Ashana kemudian memegang pipi Kalingga, membuat pria itu menoleh ke arahnya. “Kalau saya cium kamu, kamu harus balas cium saya jangan seperti semalam, kamu hisap bibir atas saya, saya hisap bibir bawah kamu. Bisa?” tanya Ashana. Kalingga mengangguk pelan seperti terhipnotis. Ashana memajukan wajahnya dan mengecup bibir Kalingga sambil memejamkan mata, Kalingga membalas kecupan itu dengan perlahan, matanya terbuka lebar menatap Ashana dari dekat, lalu dia memejamkan mata dan menikmati cumbuan itu, ketika Ashana menghisap bibirnya dengan dalam, dia pun mengikutinya, begitu pula ketika Ashana mulai mengendurkan kecupannya. Ashana melepas ciuman itu dan kembali melirik ke arah pohon. Sepertinya kakek itu sudah mendapat pelepasannya karena kedua tangannya sudah memegang gagang sapu. “Sudah Kal,” jawab Ashana melirik ke tangan Kalingga yang masih menelusup dibalik bajunya. Kalingga menarik tangannya. “I-iya Bu,” jawabnya gugup. Ashana tersenyum miring. “Lucu banget kamu, hari ini kamu bebas kalau mau pergi atau ke mana pun, saya sudah kirim uang jajan ke rekening kamu, saya juga ada acara mungkin pulang malam.” “Terima kasih Bu, seharusnya ibu enggak perlu kirim saya uang, karena kemarin saja saya masih berhutang,” jawab Kalingga. “Enggak apa-apa, lagi pula wajar kan Sugar mommy kirim uang ke simpanannya,” kekeh Ashana seraya mengedipkan mata membuat Kalingga berkernyit. ‘Sugar mommy?’ tanyanya dalam hati. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD