"Apa kalian jadi teman dekat karena nama kalian sama?" tanya Richard memecah keheningan diantara mereka.
"Iya. Dan apa lo suka sama Mia karena namanya sama nama gue sama?" tanya Yura yang langsung membuat Richard menoleh kaget dan menatap Yura tak percaya.
"Enak aja. Itu hanya kebetulan." kata Richard tak terima.
"Kebetulan yang luar biasa, ya? Aneh sekali." kata Yura.
"Nama kalian beda. Calon bini gue Mia Ayura dan mantan gue Nadine Ayura." kata Richard menjelaskan. Alis Yura naik satu dan ia memandang Richard dengan melirik penuh heran. "Kenapa ngelihat gue kek gitu?" tanya Richard merasa risih dengan tatapan Yura
"Lo udah gak punya calon bini." kata Yura blak-blakan yang langsung menohok hati Richard sangat dalam. Ketika Richard ingin membalasnya, ponsel Yura berdering dan ia segera mengeluarkannya dari dalam tasnya. Ia melihat dari layar ponselnya kalau Ibunya yang meneleponnya.
"Iya, Ma?"
"Nak ..." panggil Ibunya dengan suara parau. Dahi Yura berkerut heran mendengar suara Ibunya yang lebih syarat dengan serak, seperti habis menangis. "Bisa kamu pulang sekarang?"
"Mama kenapa? Ada apa?" tanya Yura panik. Richard yang sibuk menyetir menoleh ke arah Yura dan ia tahu gadis disebelahnya itu sedang mencemaskan sesuatu.
"Pulanglah, Mama mohon ..." kata Sang Mama lalu tanpa salam apapun panggilan itu terputus. Yura terhenyak kaget bukan main karena panggilannya dengan sang Mama yang harus terputus tiba-tiba tersebut. Tak berselang lama Yura langsung mencoba menghubungi Mamanya kembali tapi tak ada jawaban apapun.
"Kenapa, Yur?" tanya Richard penasaran.
"Boleh gak kita pulang sebentar, Chad?" tanya Yura dengan tatapan permohonan. Richard mengangguk cepat lalu dengan segera ia memutar balik kemudinya menuju rumah Yura.
"Lo masih inget rumah gue?" tanya Yura saat ia melihat dengan lihai kemampuan Richard menyetir dan tanpa bertanya sama sekali ke Yura arah rumahnya.
"Jelas." jawab Richard bangga.
"Kayaknya gue mantan yang ngena banget ke hati lo. Padahal pas kita pacaran lo cuma dua kali ke rumah. Pertama nganterin pulang saat kita makan bakso dan yang kedua jemput gue buat ke pantai tapi bukan pantai yang akhirnya buat hubungan kita kandas. Yang kedua malah lo nyasar, heran gue kali ini lo kok gak nyasar padahal udah bertahun-tahun lamanya kejadian putus itu." kata Yura.
"Sekarang gampang kan ada google maps." jawab Richard ringan dan berbohong.
"Eh, iya, tapi dari tadi lo gak buka maps. Mapsnya ada di otak lo. Eh, jangan-jangan Mia kabur karena cemburu sama gue?" tanya Yura yang langsung menatap Richard dengan tatapan menyidik dan Richard yang juga kepikiran hal yang sama soal itu
"Gak mungkin." jawab Richard yakin.
"Yakin lo gak pernah keceplosan cerita soal gue ke Mia?" tanya Yura memastikan.
"Nggak. Gue yakin seratus persen."
"Tapi, Chad ... dia pernah tanya soal lo ke gue loh ...." kata Yura yang mau tak mau membuat Richard menoleh kaget menatapnya. Pandangan Yura tapi tiba-tiba berpindah ke depan tak lama kemudian, bukan karena menghindari pandangan Richard yang seolah-olah akan bertanya lebih jauh apa maksud ucapan Yura barusan, tapi karena di depan rumahnya ramai para tetangganya kumpul. "Tepiin mobilnya, Chad." kata Yura pelan dan suaranya itu syarat sekali kalau ia sedang mencemaskan sesuatu. d**a Yura berdebar kencang karena merasa takut telah terjadi sesuatu di rumahnya.
"Yur ...." panggil Richard pelan, Yura menoleh dengan wajah bingung ke arah Richard yang juga memandangnya bingung. Tanpa menyahuti panggilan Richard, dengan rasa penasaran dan takut itu ia berusaha masuk dk tengah-tengah kerumunan warga tersebut. Beberapa tetangganya mengenalinya dan menggeser posisi mereka. Sampai di ujung krumunan, Yura kaget bukan main karena dengan mata kepalanya sendiri ia melihat Ibunya tergeletak lesu duduk di teras rumah bersandar tembok, sedangkan barang-barang di dalam rumahnya banyak yang melayang ke luar rumah. Gegas Yura bergerak maju ke dekat rumahnya. Menyadari putrinya telah pulang, Mamanya berusaha berdiri dengan tubuh yang penuh kesakitan. Ia mencoba menghampiri putrinya yang menatapnya bingung dengan kondisinya saat ini. Tak berselang lama Richard juga datang dan kaget dengan situasi di rumah Yura yang berantakan.
Yura tak sabar, ia langsung masuk ke dalam rumah dan mendapati beberapa lelaki bertubuh besar dan berwajah sangar sedang mengobarak abrik isi rumahnya dengan wajah kesal.
"Apa-apaan kalian?" teriak Yura tak terima dengan perlakuan para preman di rumahnya. Mendengar suara Yura yang sedikit lantang itu, empat orang preman yang sibuk mencari benda berharga itu menoleh dan menatap Yura dengan senyum yang mengerikan. Sangat mengerikan hingga Yura mundur beberapa langkah dari hadapan orang-orang tersebut.
"Kau Yura?" tanya salah seorang dari empat lelaki berbadan besar itu kepada Yura. Ia meneliti tubuh Yura dari atas dan bawah lalu menggut-manggut paham, seolah ia sedang menilai berapa nilai Yura jika gadis itu mereka jual ke tempat bordir. Yura merasa risih dengan tatapan pria itu tapi tak sekalipun pandangannya berpaling karena takut atau gentar.
"Mau apa kalian di rumahku? Dan apa yang kalian lakukan di rumahku saat ini? Merusaknya? Aku bisa laporkan kalian ke kepolisian!" kata Yura mengancam. Para preman itu langsung memandang ke arah temannya satu sama lain, kemudian ia tertawa mengejek ke arah Yura.
"Silahkan! Siap-siap Ayahmu yang mendekam di penjara!" kata salah seorang pria dari keempat pria lainnya. Mendengar nama Ayahnya disebut dan akibat yang akan terjadi kalau ia melaporkan ke polisi para preman itu, Yura terdiam dan bingung harus bagaimana menghadapi para preman yang sedang menelitinya dan menatap ke arahnya sangat tajam.
"Mau kalian apa?" tanya Yura tak sabar. Ia lelah jika harus berdebat.
"Ayahmu telah berani mengambil uang kami! Lima ratus juta! Belum lunas hutangnya yang tiga ratus juta, berani-beraninya ia mengkhianati kepercayaan kami yang telah memberinya pekerjaan! Ia mencuri uang brangkas lima ratus juta!" kata salah seorang lelaki itu dengan wajah kesal. Yura terhenyak kaget mendengarnya dan menatap ke arah mereka tak percaya. "Kau tahu kenapa Ayahmu sampai mencuri uang itu? Ia terlibat hutang dengan mafia pasar lainnya selain kami. Mafia yang lebih kejam dan jahat, jika para pelanggan mereka tak bisa membayar hutangnya, mereka si penghutang harus rela organ mereka yang membayarnya! Ayahmu terjerat mereka!" kata preman itu bercerita panjang lebar.
"Gak mungkin!"
"Gak mungkin? Oh Lo mungkin hanya tahu kalau Ayahmu suka main judi, asal lo tahu aja dia juga punya simpanan yang bahkan baru saja melahirkan. Anak lelaki. Anak yang diinginkan Ayahmu." kata preman itu melanjutkan memberitahu Yura kenyataan lain yang kini membuat Yura meradang karena amarah yang tertahan. Ia kesal bukan main. "Sebagai anak yang baik, Lo harus melunasi hutang Ayahmu dan mengganti uang yang telah ia curi dari kami!" kata salah seorang dari empat preman itu sekali lagi kepada Yura.
"Jangan bercerita mengada-ada, tuan!" kata Yura mengancam dan penuh kekesalan kepada para preman itu. Para preman itu tertawa sumbang mendengar ancaman Yura yang baginya hanyalah sebuah gretakan kecil dan ringan.
"Lo gak percaya?" tanya salah seorang dari mereka seraya ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan surat perjanjian yang dibuat oleh preman itu dengan Ayah Yura, lengkap dibubuhi tanda tangan Ayah Yura. Yura membacanya dengan cepat, nominal pinjaman uang dan bagaimana ia harus melunasinya serta tak tanggung-tanggung kesedian sang Ayah jika para penagih juga menyeret keluarganya beserta isi rumahnya.
Gila.
Yura tak habis pikir dengan apa yang sedang terjadi pada Ayahnya hingga dengan tega sang Ayah menandatangani surat itu yang tak masuk akal sekali?! Menyeret anggota keluarga untuk bisa melunasi hutangnya kembali? Bagaimana bisa seperti itu?
Surat tersebut dengan cepat berpindah tangan tiba-tiba ke tangan Richard yang entah sudah sejak kapan Richard berdiri di sebelah Yura. Richard membacanya dengan cepat dan ia tak habis pikir dengan apa yang tertulis di sana.
Tapi tiba-tiba tangan kiri Yura dipegang dengan cepat oleh preman yang berdiri di sampingnya. Yura terhenyak kaget menyadari sikap kurang ajar preman tersebut kepadanya. Ia menoleh dengan geram dan meradang penuh amarah kepada preman yang tersenyum bak iblis padanya.
"b******k! Lepaskan!" seru Yura tak terima dan sangat kesal karena baru kali ini ada orang laki-laki yang benar-benar dengan kurang ajar memegang tangannya. Menyebalkan sekali.
"Lo baca isi surat perjanjian dengan Ayahmu, kan? Kalau udah baca seharusnya lo tahu harus ngapain sebagai anaknya! Bayar hutang!" teriak preman itu lantang ke Yura. Richard yang mendengar hal tersebut mendadak dadanya terasa mendidih penuh dengan amarah. Ia benar-benar tak habis pikir dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Ia menoleh ke arah Yura dan mendapati gadis itu meronta meminta dilepaskan tangannya oleh preman tersebut, tapi alih-alih melepaskan Yura, preman itu malah keasyikan menggoda Yura sembari tersenyum menjijikkan.
"Brag!!!" Richard sudah tak tahan lagi, ia akhirnya meninju wajah preman yang kurang ajar ke Yura hingga preman itu tersungkur di lantai rumah Yura dengan darah di hidungnya yang mengalir keluar. Yura benar-benar kaget dengan apa yang baru saja Richard lakukan kepada preman tersebut di hadapannya. Yura benar-benar tak habis pikir Richard melakukan hal tersebut, sangat cepat dan akurat. Belum sempat para teman preman itu membalas perlakuan Richard, Richard melemparkan kartu namanya di hadapan preman yang tersungkur di lantai itu.
"Datang besok ke kantor saya jam 10 pagi, saya lunasi hutang plus bunganya plus uang yang hilang! Jangan berani-beraninya sekali lagi kalian menyentuh Yura dan keluarganya! Saya tak akan tinggal diam!" kata Richard tegas. Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Richard tersebut, para preman itu melongo tak percaya, begitupun dengan Yura yang kaget bukan main. Para preman itu langsung bergantian melihat kartu nama yang Richard lemparkan sebelumnya sembari berulang kali menatap wajah Richard.
"Kalo sampai lo bohongin kami! Siap-siap aja lo habis juga ditangan kami!" kata preman tersebut dengan kasar.
"Sekarang pergi dari sini!" kata Richard tegas dan penuh penekanan.
"Berikan aku uang obat!" kata preman yang sebelumnya dipukul wajahnya oleh Richard itu. Tak ingin berdebat lebih panjang dengan para preman tersebut, Richard mengeluarkan dompet dari sakunya dan membukanya serta langsung mengambil semua uang tunai yang jumlahnya lebih dari tiga juta itu. Ia melemparkan uangnya ke hadapan para preman itu yang seketika langsung berebut memungutnya di lantai. Setelah selesai memungut uang yang berserakan di lantai, para preman itu kemudian pergi dari sana sembari memperingatkan Richard sekali lagi kalau mereka tak suka ditipu. Richard tak peduli, mereka harus pergi secepatnya dari rumah Yura.
Sepeninggalan mereka, Richard menoleh ke arah Yura dan menatapnya cemas.
"Lo gak papa, kan Yur?" tanya Richard cemas yang sukses membuat dadaa Yura berdebar-debar saat ini. Ia benar-benar tak mengerti kenapa Richard bisa bersikap manis saat ini kepadanya. Kenapa juga Richard mau menolong keluarganya? Seharusnya Richard merasa risih, kan?
"Chad, kenapa lo nolongin gue?" tanya Yura pelan.
"Gue gak suka orang lain nyakitin lo!" kata Richard tanpa sadar karena ia sibuk memeriksa pergelangan tangan Yura yang sebelumnya dipegang secara paksa oleh para preman tersebut. Setelah Richard sadar akan ucapannya barusan, ia menatap Yura kemudian dan kaget menyadari perempuan itu tengah memandangnya.