"Yura.... " panggilan lemah lembut itu langsung membuyarkan lamunan Yura seketika. Yura dan Richard yang sebelumnya saling pandang dengan tatapan yang begitu dalam kini salah tingkah dengan kehadiran Mama Yura diantara mereka. Mama Yura mendekat, mata tua paruh bayanya memerhatikan Richard dengan seksama seolah ia mencoba mengingat-ingat siapa Richard yang dimatanya nampak tak asing sama sekali.
"Kenalin, Ma, Ini Richard." kata Yura.
"Mantan kamu pas SMA yang bikin kamu susah move on?" tanya sang Mama to the point dan langsung blak-blakan. Richard terhenyak kaget. Perasaannya langsung gusar dan tak enak sekaligus, ia takut sang Mama marah padanya soal masa lalu mereka. Pun begitu dengan Yura yang kini menatap cemas. Yura sama sekali tak menyangka kalau sang Mama masih ingat betul dengan Richard, padahal seingatnya dulu, Richard hanya sekali bertemu dengan Mamanya setelahnya tak pernah sama sekali karena selain Richard dan Yura jalani hubungan LDR, mereka juga memutuskan ketemuan di jalan. "Iya, kan? Dia Richard mantan kamu yang hampir setiap halaman di diary kamu ada namanya, iya kan?" tanya Mama memastikan. Wajah Yura langsung merah padam mendengar ucapan sang Mama tersebut. Bagaimana nggak, sang Mama jelas sekali menyebut buku diarynya beserta nama Richard di dalamnya. Ngeselin banget, kan?
Yura melirik Richard sejenak yang tatapannya penuh kemenangan dan rasa percaya diri yang penuh. Seumur-umur baru kali ini Richard merasa di atas awan.
"Mama, itu ...." Yura bingung harus ngomong apa sama Mamanya. Ketara sekali gelagatnya yang pusing memikirkan alasan yang pas buat sang Mama agar sang Mama tak terus membeberkan privacynya pada Richard.
"Yah, pantesan kamu gagal move on, Ra. Anak sultan ini! Paket komplit! Ganteng, gagah, kaya dan kharismatik!" kata sang Mama senang. Tuh, kan? Anak sendiri saja tak dibela harga dirinya di depan sang mantan. Richard tersenyum kecil, bukan karena pujian yang dilontarkan oleh sang Mama padanya atau bagaimana susah move on-nya Yura saat putus dengannya, melainkan sifat blak-blakan Yura yang ternyata itu diwariskan dari sang Mama.
"Mama, udah deh! Berhenti bikin Yura malu kenapa?!" kata Yura merajuk kesal dan cemberut.
"Maafkan Mama nak Richard," kata Mama Yura. Eh, tunggu? Ini kenapa jadi Mama Yura bahasain dirinya ke Richard Mama sih? Otomatis kalimat pembuka yang lembut itu langsung membuat Yura melotot kaget ke arah sang Mama.
"Mama apaan sih!" kata Yura protes.
"Apanya? Mama belum selesai ngomong udah kamu putus dulan!" kata Mama Yura yang kesedihannya sebelumnya dan rasa sakit memikirkan rumah warisan orang tuanya akan disita dari renteiner sirna digantikan kebahagiaan. Bahagia melihat sang putri ternyata bersama dengan tambatan hatinya. "Kalian pagi-pagi gini mau ke mana, sih? Makan dulu yuk, sarapan." ajak sang Mama seraya menarik lengan Richard menuju dapur. Mama Yufa menatap dapurnya yang berserakan karena ulah para preman tadi. Mama Yura berbalik dan ketika ia akan mengucapkan sesuatu, Pak RT dan Bu RT datang ke rumah Yura. Yura dan Richard juga ikut menoleh ke belakang. Rupa-rupanya Pak RT memang sudah masuk bersama Istrinya serta beberapa tetangga yang ingin tahu kondisi kami.
Beberapa tetangga bahkan melayangkan ponselnya untuk mengambil foto dan video lewat aplikasi pintar ponsel mereka. Richard bergerak maju.
"Apa yang terjadi di rumah ini bukan untuk dijadikan konsumsi anda. Dengan memfoto dan memvideo apa yang ada di sini, itu sudah melanggar privacy pihak pemilik rumah dan pihak pemilik rumah berhak melayangkan tuntutan secara hukum karena tanpa ijin mengambil gambarnya. Rumah adalah privacy setiap pemiliknya." kata Richard tegas yang langsung membuat para ibu-ibu tetangga Mama Yura menurunkan ponselnya dan berhenti memfoto dan memvideo kondisi rumah Yura yang berantakan. Mereka menatap Richard dengan sungkan. Bu RT bergerak maju kepada Ibu-Ibu yang datang mengikutinya. Bu RT bilang bahwa ia meminta ibu-ibu tersebut menghapus foto dan video yang mereka ambil barusan. Sebelum mematuhi ucapan Bu RT, para Ibu itu saling pandang dengan tatapan enggan. "Itu bukan bahan gossip, ya Bu." tegas Bu RT pada Ibu-Ibu tersebut yang kemudian sebagian dari mereka akhirnya mengeluarkan ponselnya dan menghapus apa yang telah mereka ambil. Foto dan Video yang telah mereka ambil dan siap untuk dijadikan bahan gossip.
Mama Yura menghampiri Bu RT dan Pak RT. Ia meminta maaf atad kegaduhan yang terjadi di rumahnya yang membuat tetangganya merasa tak nyaman. Bu RT tersenyum dan dengan bijak mengatakan bahwa hal tersebut tidaklah masalah. "Setiap rumah tangga memiliki masalah sendiri-sendiri, Bu." kata Bu RT itu.
Setelah berbincang-bincang singkat, dan Bu RT itu menawarkan bantuan membereskan rumah tapi ditolak oleh Mama Yura dengan halus, mereka berangsur pergi setelah pamit. Mama Yura berbalik dan memandang ke arah Richard dan juga Yura yang sudah mematung di tempatnya sejak tadi. Mama Yura tersenyum dan bergerak menuju dapur lalu membuka masakannya, sayang semha makanan yang telah disiapkannya telah tumpah ke bawah. Ia kemudian memandang ke arah Yura dan Richard dengan tatapan malu serta bingung.
Richard maju. "Kita makan diluar yuk, Ma." ajak Richard dengan senyum yang mengembang.
"Ah, nggak, kalian aja." jawab Mama Yura dengan sungkan.
"Ayo, Ma. Ini nanti aja dibereskan." kata Yura.
"Tapi ..."
"Gak ada tapi-tapian." kata Richard seraya langsung menarik tangan Mama Yura dengan lembut dan bergerak menuju keluar rumah.
Yura, Richard dan Mama Yura tiba di restaurant mewah dekat rumah Yura lima belas menit kemudian. Setelah keluarga Yura bangkrut dari usahanya dan Ayahnya hobi judi, mereka hampir tak pernah makan di restaurant mahal seperti dulu. Yura baru akan sesekali mengajak makan Mamanya di restaurant mewah jika ia sudah mendapatkan gaji atau bonus dari pekerjaanya.
Richard sengaja memesan berbagai menu untuk bisa dinikmati oleh Mama Yura. Ketika semua makanan yang dipesan oleh Richard datang, Yura dan Mamanya kaget bukan main, karena makanan itu memenuhi meja makan tempat mereka duduk.
"Ini makanan buat sekampung, Nak." kata Mama Yura tak enak.
"Se RT aja, Ma." timpal Yura. Richard tersenyum mendengar keduanya beradu argumen.
"Makan aja, Tante. Nanti kalau Mama suka aku bungkuskan." kata Richard pada Mama Yura.
"Nggak usah pesan lagi. Ini cukup, jika ada sisa ini aja yang dibungkus."
"Tapi, ..."
"Sudah, Mama semakin malu karena nyusahin kamu." kata Mama Yura tak enak.
"Gak usah bersikap begitu, tante. Saya senang melakukannya untuk Tante dan Yura." jawab Richard seraya menyinduk makanannya.
"Jadi, kapan kamu akan melamar Yura, Richard?" tanya Mama Yura tak sabar yang seketika membuat Yura dan Richard langsung tersedak mendengar pertanyaan tersebut. "Uang ratusan juta dan kamu berniat melunasinya. Mama benar-benar tersentuh. Segitu besarnya rasa cinta kamu ke Yura." imbuh sang Mama.
Yura dan Richard saling pandang bingung. Mereka tak mengerti bagaimana cara meluruskan kesalahpahaman ini di hadapan Mama Yura.