24: Surat

1154 Words
Yura menatap gamang Richard dan surat yang kini sudah berpindah tangan ke dirinya. Richard yang nampak frustasi dengan lingkaran hitam yang sempurna sekali di area matanya. Lingkaran hitam itu menunjukkan kalau ia telah tak tidur selama beberapa hari. Apa tiga hari terakhir tanpa kabar dari Richard dan Mia itu artinya mereka sedang berada dalam masalah? Pikir Yura bimbang. Dibolak-baliknya amplop warna merah jambu itu oleh Yura, dadanya sekarang berdebar-debar tak karuan. Tak ingin diliputi oleh rasa penasaran yang terus bertubi-tubi, Yura akhirnya memberanikan diri untuk membuka amplop itu dan mengeluarkan isinya. Sebelum membuka lipatan kertas surat itu, ia kembali memandang Richard yang lesu sekaligus nampak sangat frustasi. Richard mengangguk lemah ke arah Yura, seolah mengijinkan Yura untuk membukanya. Perlahan, Yura membuka lipatan surat itu dengan perasaan yang campur aduk. Dear Richard, Maaf aku tak bisa menemuimu secara langsung atau mengirimkan pesan melalui ponsel, atau bahkan meneleponmu, sayang. Maaf aku hanya bisa menitipkan surat ini kepada sekretarismu. Aku tahu sebelum kita menikah beberapa hari ke depan kau tengah sibuk menyelesaikan pekerjaanmu agar pernikahan kita gak terganggu. Tapi, dengan perasaan hancur dan hati yang remuk, aku memohon maaf yang sebesar-besarnya bahwa aku tak bisa menikah denganmu, sayang. Bukan berarti aku tak cinta kepadamu. Aku sangat mencintaimu, tapi aku tak memiliki keberanian untuk itu. Keputusan ini murni karenaku dan tak ada orang lain yang memaksaku mengambil keputusan gila ini. Termasuk juga Mamamu. Aku yang terlampau malu dengan diriku sendiri dan takut kalau suatu saat nanti kau tak lagi mencintaiku dan pergi meninggalkanku begitu saja. Please, jangan cari aku. Aku akan melanjutkan mimpiku dan aku juga ingin memiliki keberanian hingga tiba suatu hari nanti keberanian itu muncul kepadaku dan aku bisa muncul di hadapanmu. Semoga ketika kita bertemu kau tak membenciku karena mencampakkanmu dengan cara seperti ini. Aku bukan wanita baik-baik, Richard, tapi di sampingmu aku berusaha menjadi pribadi yang baik. Ada masa lalu yang tak bisa aku ungkapkan padamu selama ini. Jadi tolong jangan membenciku. Salam hangat, Mia Ayura. Setelah membaca isi surat itu yang membuat Yura shock bukan main, ia lalu mencari dimana keberadaan ponselnya. Ponselnya berada tepat di atas kasur, tapi karena ia panik, ia jadi tak bisa menemukan ponselnya, malah menjatuhkannya ke lantai sebab ia menarik bantal di sebelah ponsel berada. "Lo cari apa?" tanya Richard pelan dan sedikit lesu. "Handphone." jawab Yura cepat sembari terus menerus berusaha mencari ponselnya hingga Richard akhirnya berdiri dari tepi kasur Yura dan matanya tanpa sengaja menatap ponsel Yura yang tergeletak di lantai. "Di sebelah kakimu." kata Richard. Seketika Yura langsung menatap ke arah bawah dan ia memang mendapati kalau ponselnya berada di sebelah kakinya. Ia meraih ponselnya dan mencoba untuk menghubungi Mia, tapi berapa kalipun ia mencoba menghubungi Mia tetap saja tak ada sahutan panggilan dari Mia. "Apa kalian bertengkar?" tanya Yura yang mulai terlihat marah dan seolah ia tak terima dengan kepergian Mia. Apa yang akan dikatakannya kepada Hilda? Bahwa kliennya batal menikah karena pengantin perempuannya kabur? "Bertengkar? Sejauh yang lo lihat dan yang lo baca di surat itu, gimana?" tanya Richard yang juga sudah mulai geram dengan ini semua. Ia benar-benar frustasi. "Gue masih gak ngerti, Chad, soal surat ini! Gak ngerti sama sekali. Ini bukan Mia. Gue kenal baik sama dia sejak SMA." kata Yura dengan cemas. "Kenal sangat baik atau hanya kenal?" tanya Richard mencoba meyakinkan apa yang didengarnya sekali lagi. Yura menatap ke arah Richard dengan tatapan heran sekaligus menyidik. "Gue kenal baik sama Ayah dan Ibunya sebelum kita benar-benar lulus." kata Yura berapi-api. "Jadi lo tahu Ayah dan Ibunya sejak SMA? Ayah Ibu angkat, kan?" tanya Richard, dahi Yura berkerut mendengar penjelasannya. "Angkat?" "Iya. Mereka itu sebenarnya hanya paman dan bibi saja." kata Richard. "No way." "Itu tandanya lo gak begitu kenal sama keluarga Mia." kata Richard yang membuat Yura tersenyum sumbang. "Oke. Kalau gue gak kenal baik bisa dimaklumi. Lah lo? Masak lo gak tahu alasan dia pergi dari lo?" "Lo gak baca suratnya dengan baik?" tanya Richard sembari menyodorkan surat Mia ke Yura sekali lagi. Yura tak menerimanya malah duduk di sebelahnya. "Lo udah cari dia?" tanya Yura pada Richard. "Udah. Gak ketemu." kata Richard. "Lo kan kaya, sewa detektif kek." saran Yura. "Lo gak lihat muka gue, Yur? Udah kayak mayat hidup, kan?" tanya Richard. "Gue gak tahu harus ngapain Yur, gue gak tidur selama dua hari." kata Richard lesu. "Udah lapor polisi?" "Apa ada laporan kasus kekasih yang mencampakkan kekasihnya? Yang ada gue bakalan jadi trending topik, Yur." kata Richard. "Ini bukan mimpi, kan, Chad?" tanya Yura sekali lagi. Richard menggeleng lemah. "Boleh jujur gak, Chad? Jujur gue seneng banget tadi pas denger Mia campakin lo. Puas banget. Tapi sekarang gue juga ikutan bingung gimana nasib pernikahan lo dan WO gue." kata Yura. "Lo batal nikah masih oke kehilangan uang, dan uang itu bisa lo cari dalam beberapa hari doank, nah nasib gue sama tim yang udah heboh dari awal karena dapat klien dari lo pegimana?" kata Yura lesu. "Selain itu gue penasaran kenapa Mia mendadak berubah kek gini." kata Yura. "Ini kalau dia gak tertekan gak mungkin deh kayaknya." "Bokapnya mantan napi." kata Richard tiba-tiba yang membuat Yura menoleh ke arahnya dan menatapnya heran. "Kesandung kasus korupsi di DPRD?" tanya Yura. "Bukan. Bokap yang kerja di DPRD itu udah pensiun. Bokap asli Mia, mantan nara pidana." kata Richard menjelaskan dengan baik. Yura menarik napas panjang dan menghembuskannya. "Gue gak pernah tahu soal itu. " kata Yura lesu. "Bagaimana kalau kita cari dia ke temen-temen modelnya?" tawar Yura dam Richard mengangguk pasti. "Untuk itu gue ke sini. Mau minta tolong ke lo soal itu." kata Richard. "Ya udah yuk, berangkat." kata Yura seraya mengambil tas tangannya lalu berdiri dari tempatnya. "Lo gak mandi dulu?" tanya Richard datar. "Ada kotoran di mata lo." kata Richard lagi pada Yura yang tertegun di tempatnya. Yura merasa sangat malu karena lupa akan penampilannya yang belum mandi di depan Richard. Seketika itu pula Yura bergerak cepat menuju handuknya yang tersampir di gantungan belakang pintu dan segera keluar kamar menuju kamar mandi. Richard tersenyum melihat tingkah Yura yang dimatanya lucu tersebut. Tak perlu waktu lama bagi Yura untuk menyelesaikan ritual mandinya. Selesai mandi, ia segera masuk ke dalam kamar kembali dan Richard tertegun melihatnya lagi. "Rambut lo masih bersabun. Kehabisan air?" tanya Richard yang seketika itu membuat Yura berbalik memandang ke arah cermin dan melihat rambutnya yang memang masih berbusa. Ia memejamkan mata melihat aksi bodohnya lalu dengan segera berlari kembali ke kamar mandi dan membilasnya secara bersih. "Santai aja di kamar mandi, gue tunggu kok!" kata Richard sedikit berteriak lalu setelahnya ia berebah sedikit di atas kasur Yura, tak lama kemudian ia pun tertidur karena merasa sangat lelah setelah meraih boneka kecil Yura untuk ia peluk. Boneka kecil yang tak lain adalah pemberiannya dulu saat masih SMA untuk Yura sebagai hadiah kencan. Richard sempat kaget karena menyadari kalau Yura masih menyimpannya hingga kini. Anehnya, Richard merasa tenang dan nyaman dengan boneka kecil itu dalam pelukannya. Biasanya ia tak pernah bisa tidur nyenyak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD