"Baiklah. Terima kasih dokter." ucap Adeline lalu berdiri.
"Sama-sama bu. Silahkan datang kembali bulan depan."
Adeline mengangguk lalu melangkah keluar dari ruangan dokter dengan selembar foto hasil usg. Meskipun masih sangat kecil, Adeline tahu bahwa anaknya tumbuh dengan sehat.
"Mama menyayangi, sayang." gumam Adeline mengelus perutnya lalu melangkah meninggalkan rumah sakit.
Adeline menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah. Rumah yang begitu besar untuk ditinggali seorang diri. Dulu saat ia diperlakukan kasar oleh Dave, maka Adeline akan datang ke sini dan menangis. Namun setiap kali Tya memintanya untuk tinggal maka Adeline akan langsung menolak dan dengan bodohnya kembali ke rumah Dave.
"Tya." gumam Adeline lalu keluar dari mobil. Seharusnya ia bertemu dengan Tya saat kandungannya empat bulan ketika ia didorong oleh Dave hingga pendarahan. Tapi sekarang Adeline datang menemuinya lebih cepat. Adeline ingin hubungannya dan Tya segera membaik.
Adeline melangkah menuju pintu lalu mengetuknya. Setahu Adeline, Tya bekerja dari sore sampai malam di sebuah caffe jadi wanita itu pasti masih ada di rumah sekarang.
Tok tok
"Tya." panggil Adeline lalu kembali mengetuk pintu.
Tok tok
"Iya. Sebentar."
Terdengar teriakan dari dalam membuat Adeline tersenyum. Setelah itu terasa langkah kaki yang mendekat, hingga..
Ceklek
"Tya." panggil Adeline membuat tubuh sahabatnya itu menegang.
"Adeline. Untuk apa kau ke sini?" tanya Tya sinis. Dan Adeline bisa memakluminya. Tya pasti masih marah padanya.
"Aku datang untuk meminta maaf." ucap Adeline membuat Tya melotot.
"Meminta maaf? Lalu apa kau sudah ijin dengan sahabatmu itu." sindir Tya membuat Adeline tersenyum lalu memeluk tubuh Tya.
"Maafkan aku Tya. Aku salah karena tidak mendengarkanmu waktu itu dan sekarang aku menyesal." ucap Adeline membuat Tya mendorong sahabatnya itu pelan hingga pelukan mereka terlepas.
"Ada terjadi sesuatu?" tanya Tya dengan nada khawatir membuat Adeline mengangguk pelan.
"Ya sudah. Ayo masuk dan cerita di dalam." ajak Tya membuat Adeline tersenyum. Tya benar-benar sahabat yang baik. Meskipun Adeline pernah menyakakiti Tya, tapi wanita itu masih mengkhawatirkan dirinya.
Di tempat lain, terlihat seorang pria sedang menatap angkuh ke arah laptopnya.
"Semua rekaman cctv malam itu ada di sana, tuan." ucap pria bertato naga di lehernya.
Dave mengangguk lalu memerintahkan anak buahnya untuk pergi. Ia akan mencari bukti agar Adeline tidak bisa berkilah lagi. Wanita itu telah mengejarnya seperti orang gila tapi sekarang malah bertingkah seolah korban. Benar-benar manipulatif.
Dave mulai membuka sebuah video. Semuanya berjalan lancar saat pesta kelulusan hingga Adeline datang dan tiba-tiba menyatakan perasaaannya dihadapan semua orang. Dave menyeringai. Ia juga akan menyimpan video ini untuk menjadi bukti.
Rekaman cctv terus berlanjut hingga dipojok ruangan terlihat Adeline sedang menangis dipelukan seseorang. A.. itu Rossa, wanita yang tadi pagi datang dan mengakui bahwa ia melihat Adeline mencampurkan obat ke minumannya.
Dave menatap rekaman itu serius namun ada yang aneh. Saat Adeline menangis karena penolakan yang ia berikan, lalu kenapa wajah sahabat wanita itu justru menampilkan senyum puas.
Lalu rekaman menunjukkan Rossa yang meminta Adeline untuk pergi kemudian wanita itu sendiri justru melangkah menuju meja yang berisi minuman.
Alih-alih memutar video ke mana Adeline pergi, kini Dave justru penasaran dengan apa yang sahabat Adeline lakukan. Wanita itu terlihat menatap sekeliling lalu dengan gerakan cepat memasukkan sesuatu ke sebuah gelas.
"Sial." maki Dave saat wanita itu malah memanggil seorang pelayan dan memintanya mengantar minuman.
Dave menghentikan rekaman cctv saat pelayan itu mengantar minuman kepadanya.
"Jadi benar bukan Adeline." gumam Dave lalu menggeleng. Bisa saja mereka sekongkol. Kedua wanita itu terlihat sangat licik dan Dave tidak bisa langsung mempercayai apa yang ia lihat sekarang. Terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa Adeline tidak bersalah.
Dave memilih memutar video cctv di depan kamar hotel tempat kejadian. Terlihat jelas jika sahabat Adeline berada di sana. Bolak balik seolah menunggu seseorang.
Dave mengernyit saat wanita itu memperbaiki riasannya lalu menyemprot farfum. Namun tidak lama terlihat seorang pria berjalan dengan langkah terhuyung, sepertinya pria itu mabuk dan mengejar sahabat Adeline hingga wanita itu berlari dari sana.
Rekaman cctv terus berlanjut dan sekarang terlihat Adeline berjalan dengan langkah lemah. Dave bahkan yakin jika Adeline sedang menangis, terlihat dari tubuhnya yang bergetar dan sesekali wanita itu menghapus air matanya.
Tidak lama, Dave bisa melihat dirinya yang datang dengan langkah cepat kemudian memeluk tubuh Adeline. Dave bisa melihat jika Adeline kaget dan berusaha untuk pergi. Wanita itu bahkan terlihat begitu ketakutan dan terus memberontak.
"Ck! Sialan." Maki Dave lalu menutup laptopnya saat video cctv menunjukkan ia mencium bibir Adeline secara paksa lalu menarik wanita itu memasuki kamar.
Di sisi lain, Adeline sudah menceritakan semua yang terjadi padanya kepada Tya.
"Jadi, sudah berapa bulan?" tanya Tya membuat Adeline menyentuh perutnya.
"Baru dua bulan." ucap Adeline membuat Tya mengangguk.
"Lalu apa rencanamu setelah ini?" tanya Tya bingung. Jujur saja ia begitu kaget saat mendengar cerita sahabat masa kecilnya itu.
Adeline menggeleng. "Aku tidak tau tapi papa sudah mengatur segalanya. Kami akan pindah ke Inggris saat kandunganku memasuki usia empat bulan."
Tya terdiam lalu bertanya pelan. "Apa kau yakin tidak mau meminta pertanggungjawaban dari pria itu?"
Adeline menghela napas. "Tidak, Tya. Dia tidak menginginkanku atau anak ini. Lagipula orang tuaku tidak setuju jika aku menikah dengannya. Sepertinya mereka tahu bahwa pernikahan itu tidak akan berjalan baik."
Tya mengangguk. Apapun keputusan sahabatnya maka ia akan mendukungnya. "Baiklah. Karena kau sudah memutuskannya, maka hiduplah dengan tenang. Jaga dirimu dan calon keponakanku." ucap Tya tulus membuat Adeline tersenyum lalu memeluk sahabatnya itu.
"Terima kasih Tya. Dan sekali lagi maafkan aku." ucap Adeline dengan senyum manis.
Akhirnya permasalahan dengan Tya selesai. Sekarang saatnya Adeline membalas perbuatan Rossa. Wanita itu tidak boleh hidup dengan tenang.
Drttttt
Adeline mengambil ponselnya yang berdering lalu melihat Rossa sebagai penelpon.
"Ck! Tidak usah dijawab. Wanita itu benar-benar iblis." ucap Tya kesal membuat Adeline tertawa.
"Tapi aku ingin tahu apa yang akan ia katakan." ucap Adeline lalu menerima panggilan itu.
"Hallo."
"Adeline hiks kau di mana?"
Adeline mengernyit. Kenapa Rossa menangis.
"Aku ada di luar. Ada apa?"
"Hiks Dave___"
Adeline melotot. Ternyata Rossa masih tidak menyerah untuk mendorongnya ke pernikahan bersama Dave.
"Rossa, tolong. Aku tidak ingin membahas baji__"
"Dave memecat ayahku hiks dia juga mengambil alih restoran ibuku."
Deg
Adeline tersentak kaget. Ia tahu bahwa om Toni bekerja di perusahaan keluarga Cakrayasa, tapi kenapa Dave memecat ayah Rossa?
"Hiks Dave juga membuatku kehilangan pekerjaan."
Adeline dan Tya saling pandang lalu membatin. 'Kau pantas mendapatkannya, dasar wanita licik.'