Bagian 5

1504 Words
Adeline melajukan mobilnya menuju rumah Rossa. Wanita itu tadi menangis histeris dan mengatakan bahwa pihak bank juga akan menyita rumah mereka. Jujur saja, Adeline belum bisa percaya jika tidak melihatnya secara langsung. Mungkin saja ini adalah trik baru Rossa untuk menjebaknya dalam pernikahan. Lagipula untuk apa Dave melakukan hal seperti itu pada Rossa dan keluarganya. "Wanita licik itu pasti merencanakan sesuatu lagi." gumam Adeline lalu menghentikan mobilnya agak jauh dari rumah Rossa. Adeline menatap rumah dua lantai itu dan alangkah terkejutnya ia saat melihat Rossa yang terus saja melawan saat akan diusir. "Jadi Rossa tidak berbohong." gumam Adeline. Bukan hanya Rossa tapi kedua orang tuanya juga terlibat adu mulut dengan beberapa pria bertubuh besar. Semua barang-barang di rumah itu bahkan sudah dikeluarkan dan dibiarkan tergeletak di jalan. "hah" Adeline menghela napas lalu kembali melajukan mobilnya. Selama Dave tidak menganggu keluarganya maka ia tidak akan peduli. Lagipula sangat bagus melihat Dave yang dulu memuja Rossa kini malah membuatnya menderita. Adeline memasuki rumah dengan wajah penuh kebahagiaan. Ia langsung menenteng plastik berisi mangga mudanya menuju dapur. "Mama belum pulang ya, bik?" tanya Adeline pada juru masak di rumahnya. "Tadi sudah pulang, non. Tapi pergi lagi." Adeline mengangguk lalu segera mengambil piring dan pisau dan meletakkannya di atas meja. "Bibi bisa bikin bumbu rujak gula merah?" tanya Adeline sembari mencuci mangga mudanya. "Bisa non. Mau bibi bikinin?" Adeline tersenyum manis. "Tolong ya bik." "Iya non. Non tunggu saja di teras belakang. Di sana tempatnya adem, cocok buat ngerujak." Adeline terdiam lalu mengangguk dan bersiap menuju teras belakang. "Kalau ada buah lain, bawa ke belakang ya bik. Kita ngerujak bareng. Ajak juga ART lain." ucap Adeline lalu melangkah pergi. Saat sedang menikmati rujak di teras belakang, tiba-tiba saja pak Mamad, satpam di rumah Adeline datang. "Ada apa pak, mau ikut ngerujak?" tawar Adeline. "Waduh mau, non. Tapi itu di luar ada sahabat non nyariin." beritahu pak Mamad. Adeline mengernyit lalu mengangguk kemudian segera berdiri. "Kalian lanjutkan saja, habisin." pesan Adeline lalu segera melangkah menuju ruang tamu. Jika tidak salah maka yang datang pasti Rossa. "Adeline hiks" belum Adeline duduk namun Rossa sudah lebih dulu menangis dan memeluknya. "Tenangkan dirimu dulu baru ceritakan pelan-pelan." ucap Adeline seolah bersimpati namun nyatanya ia justru bersyukur atas apa yang Rossa alami. "A..aku tidak tahu apa kesalahanku hiks tapi Dave tiba-tiba saja melakukan itu pada keluargaku hiks." adu Rossa membuat Adeline mengernyit. "Kau yakin tidak melakukan kesalahan apapun?" tanya Adeline membuat Rossa segera menggeleng. "Tidak hiks kau tahukan aku adalah anak yang baik hiks. Kesalahan apa yang bisa aku lakukan hiks.." Adeline menghela napas lalu seolah menyadari sesuatu. "Mungkin Dave sudah tahu kalau kau yang mencampuri minumannya." Tangis Rossa mendadak berhenti. Tubuhnya langsung menegang bahkan sedikit bergetar. "I..itu tidak mungkin." "Kenapa tidak? Bukannya Dave adalah pemilik hotel tempat pesta kelulusan dilakukan. Aku rasa dia sudah mengecek cctv." ucap Adeline membuat tubuh Rossa semakin bergetar. "Ti..tidakk. Aku tidak melakukannya." ucap Rossa lalu menatap Adeline. "Adeline aku mohon, tolong akui saja kalau kau yang melakukan itu." desak Rossa membuat Adeline menggeleng. "Jika aku yang melakukannya pasti sekarang Dave sudah menghancurkan keluargaku dan bukannya keluargamu." "Tidak!" bentak Rossa keras lalu menggeleng. "Dave pasti ingin menyerangmu tapi tidak ia lakukan karena kau sedang hamil. Karena itu dia menyakitiku." tuduh Rossa membuat Adeline melotot. "Jadi maksudmu Dave menyerangmu karena kau sahabatku?" tanya Adeline tak menyangka. Entah alasan apa yang Rossa ciptakan. Dave tidak menyakitinya karena bayi? Ayolah jangan membuat Adeline tertawa. Dave bahkan bisa membunuh bayi yang ada di kandungannya tanpa rasa bersalah. Rossa mengangguk cepat. "Dave tahu aku adalah sahabatmu karena itu menyerangku. Dia tahu kalau kau akan sangat sedih jika aku terluka." Ingin rasanya Adeline tertawa. Dulu ia mungkin akan khawatir. Tapi sekarang Adeline bahkan akan mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam jika Rossa menderita. "Dari pada bicara omong kosong di sini, bukankah lebih baik jika kau pergi menemui Dave dan bicara dengannya. Cari tahu alasan Dave mengacaukan keluargamu." ucap Adeline yang sudah merasa muak bicara dengan Rossa. Rossa mengangguk. "Ayo. Temani aku!" "Apa? Tidak. Silahkan pergi sendiri." tolak Adeline membuat Rossa melotot. "Adeline, ada apa denganmu? Kenapa kau berubah." tanya Rossa dengan wajah penuh kekecewaan. "Kepalaku pusing dan perutku mual. Aku tidak bisa pergi bersamamu. Tolong mengertilah, Rossa." ucap Adeline melembutkan suaranya dan nampaknya Rossa sedikit percaya. "Baiklah. Aku akan pergi sendiri." ucap Rossa lalu segera pergi dari sana. Kedua tangan Rossa mengepal begitu ia keluar dari pintu rumah Adeline. 'Awas kau Adeline. Aku akan menghancurkanmu setelah semua masalahku selesai' Rossa naik taksi menuju perusahaan Dave. Pria itu pasti ada di kantornya sekarang. "Apa anda sudah membuat janji?" tanya resepsionis sedikit sinis. "Belum." "Kalau begitu anda tidak bisa bertemu direktur." "Apa? Tapi.. katakan padanya kalau aku ingin bicara. Namaku Rossa." Resepsionis menatap sedikit ragu lalu mengambil telpon dan menghubungi sekretaris direktur. Mengatakan bahwa ada seorang wanita bernama Rossa ingin bertemu. "Baiklah." "Apa katanya?" tanya Rossa cepat begitu resepsionis selesai bicara di telpon. "Direktur masih ada rapat. Kau harus menunggu tiga jam lagi." Rossa melotot. Tiga jam? Ia harus menunggu selama itu. "Tidak. Tolong langsung hubungi Dave dan katakan bahwa aku ingin bertemu." ucap Rossa mendesak. "Memangnya kau siapa? Istri direktur, hah? Jika bukan silahkan pergi dan menunggu!" Rossa menghentak kesal lalu menuju kursi tunggu. Ia akan menunggu dan bicara dengan Dave. Semuanya harus selesai hari ini agar ia bisa membuat rencana baru untuk menjebak Adeline. Dan tentu saja tujuan akhirnya adalah memiliki Dave. Rossa bahkan bersumpah bahwa resipsionis tadi akan langsung ia tendang pergi setelah ia menjadi nyonya Cakrayasa. Karena terlalu lama menunggu, akhirnya Rossa tertidur dalam posisi duduk. "enghh" Rossa spontan membuka matanya lalu segera menatap jam. Sudah jam empat sore. "Sial." maki Rossa lalu segera berdiri dan melangkah menuju meja resepsionis. Semoga saja Dave belum pulang. "Apa aku bisa bertemu Dave sekarang?" tanya Rossa membuat resepsionis itu melirik datar. "Aku pikir tadi kau mati di sana." ucapnya sinis lalu menelpon seseorang. "Kau beruntung. Pak Dave sedang menunggumu di ruangannya. Pergilah ke lantai 20." Rossa langsung tersenyum bangga. Dave menunggunya? Apa semua yang terjadi adalah rencana Dave agar mereka lebih dekat. Ya, itu bisa saja. Dave pasti ingin membuatnya bergantung pada pria itu. "Baiklah." ucap Rossa lalu melangkah dengan angkuh. "Ck! sombong sekali." cibir sang resepsionis lalu bersiap untuk pulang. Rossa tiba di lantai 20 lalu segera masuk ke sebuah ruangan yang cukup besar. Ia bahkan tak mau repot mengetuk pintu dan langsung masuk. "Dave."Panggil Rossa antusias membuat Dave mengernyit. Sepertinya sahabat Adeline jauh lebih menyebalkan dari Adeline sendiri. "Duduk!" titah Dave membuat Rossa tersenyum lalu duduk di sofa. "Dave, aku.." "Langsung saja, aku ingin kau melakukan sesuatu untukku." ucap Dave membuat Rossa terdiam bingung. "Apa maksudmu Dave?" tanya Rossa. Apa Dave memiliki tujuan lain selain untuk mendekati dirinya? Dave berdiri dari kursinya dengan beberapa foto di tangannya. Itu adalah cetakan foto yang diambil dari video cctv. "Kau yang mencampur minumanku." ucap Dave lalu melempar semua foto kehadapan Rossa. Rossa mengambil foto itu lalu melihatnya. "Tidak Dave. Ini semua bohong. Pasti ada yang menjebakku," ucap Rossa masih berkilah. "Adeline yang melakukannya. Aku saksinya. Kau tahu sendirikan betapa Adeline mencintaimu. Dia yang melakukan itu, perca.." "Diam!" bentak Dave lalu menatap Rossa tajam. "Bukan hanya menjadikan kau dan keluargamu itu gembel. Tapi aku juga akan mengirimmu ke penjara dengan bukti yang aku punya." ancam Dave membuat tubuh Rossa membeku. "Tidak Dave. Tolong, aku minta maaf." ucap Rossa yang sudah berlutut dengan tangan yang menyatu. Dave berdiri dengan angkuh kemudian menyeringai. "Akan aku maafkan, tapi__" "Tapi apa Dave? Aku akan melakukan apapun. Termasuk menyerahkan tubuhku padamu." potong Rossa cepat membuat Dave mendengus. Hari ini saat melihat Rossa, entah mengapa Dave merasa bersyukur bahwa Adeline lah gadis yang ia tiduri. "Mimpi." bentak Dave membuat Rossa tercengang. "Dave.. aku memang melakukannya tapi Adeline yang menyuruhku. Dia memaksaku dengan mengancam hubungan persahabatan kami akan berakhir jika aku tidak membantunya. Tolong Dave percaya padaku." ucap Rossa. Sampai akhir ia harus terus bersikeras. Dave tidak boleh membenci dirinya. "Benarkah?" tanya Dave sinis. Rossa mengangguk dengan cepat. "Iya Dave. Adeline sangat mencintaimu, kau tahu itu." Dave mengangguk. "Kalau begitu akan mudah bagimu." ucap Dave menyeringai. "Iya Dave. Karena aku berkata jujur, tolong kembalikan semuanya. Pekerjaan ayahku, restoran ibuku, pekerjaanku dan rumah kami. Tolong kembalikan semuanya." pinta Rossa penuh harap. "Aku akan mengembalikan semuanya jika kau berhasil melakukan satu hal." Ucap Dave serius membuat Rossa tersenyum. "Apa itu, Dave?" Dave tersenyum licik lalu berkata. "Kau harus membuatku dan Adeline menikah." Deg "Apa?" tanya Rossa kaget. Tentu saja ia ingin menikahkan Adeline dan Dave. Tapi bukan seperti ini, bukan Dave yang menginginkannya. "Apa kurang jelas?" tanya Dave sinis. Rossa menggeleng. "Bukan begitu Dave, tapi Adeline__" "Aku tidak peduli bagaimana caranya. Aku ingin dalam waktu satu bulan, Adeline datang padaku dan meminta pernikahan." Ucap Dave membuat Rossa melotot. "Tapi__" "Jika dalam satu bulan kau gagal maka bersiaplah untuk mendekam di penjara." ucap Dave final lalu melangkah menuju kursi kebesarannya. Rossa masih diam di posisinya. 'Bagaimana ini bisa terjadi?' batin Rossa frustasi. Disatu sisi ia tidak suka Dave menunjukkan ketertarikannya pada Adeline. Dan di sisi lain ia tidak mau hidup miskin dan mendekam di penjara. 'Adeline sialan'
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD