Jangan campuri urusanku.

1028 Words
Setelah sarapan pagi Edmund masih berada di pavilion luar, dia juga bersiap-siap untuk pergi dari kediaman Tuan Yamato, Ken masih berdebat dengan sang ayah tiri. "Untuk apa kau bawa wanita yang membuat masalah dengan klienku.? apakah hidupmu selalu dengan masalah?" tanya sang ayah tiri, pertanyaan sinis ini membuat Ken tersinggung. "Apa urusannya denganmu? dia adalah temanku, kalau kebetulan dia berselisih paham dengan pria Arogan itu, itu bukan urusanku, yang jelas jangan memandang rendah temanku" jawab Ken. "Kau..? dasar anak kurang ajar tidak tahu di untung" jawab sang ayah tiri, percekcokkan ini langsung dilerai oleh istrinya, dia pun tersinggung ketika putranya ditanya seperti itu, namun dia berusaha meredam emosinya. "Sudahlah kalian berdua jangan bertengkar, kita harus bertanya pada Hilda apa yang terjadi?" ucap sang ibu. "Apa yang harus ditanyakan pada temanku, dia tidak berbuat apa-apa lelaki Arogan itu selalu menghinanya!" jawab Ken, Hilda yang ada di situ langsung angkat bicara, juga dia berhak membela diri. "Maaf semuanya? seharusnya aku tidak ada di sini, aku hanya berteman dengan Ken tidak lebih, kebetulan saat itu kami bertemu di sebuah hotel pinggiran kota, dan lelaki yang menjadi investor anda itu, lelaki yang sangat arogan ! dia menghinaku tanpa sebab, sejak kami bertemu satu pesawat" ucap Hilda, kata-kata Hilda ini didengar coba oleh Edmund. "Hei bukankah kelakuanmu yang sangat menyebalkan?" ucap Edmund yang tiba-tiba datang, dan tiba-tiba Hilda mengeluarkan surat yang sudah ditandatanganinya, itu adalah surat perjanjian bahwa Edmund tidak akan mengusiknya lagi atau menghinanya. "Hei Tuan yang arogan kita tidak saling kenal, kau menghina cara makanku, padahal kita tidak saling kenal, lalu hak apa yang kau punya untuk selalu menghinaku? dan ingat ini adalah perjanjian yang kau tandatangani, kalau kau berani menghinaku, aku akan menuntutmu " ucap Hilda dengan tegas, dan sorot mata yang tidak Ada takutnya itu, menatap tajam ke arah Edmond. Mendengar ucapan Hilda, juga surat yang ditandatanganinya itu, dia harus menahan emosi, padahal ingin sekali dia mempermalukan Hilda, mencacinya bahkan mengusirnya. "Oh, jadi begitu..? maaf sayang, tapi investormu sudah keterlaluan, masing-masing negara memiliki gaya makan tersendiri, dia tidak berhak menghinanya, apalagi ketika kita memakan sesuatu yang kita sukai, kita akan memakannya dengan lahap, dan dia tidak berhak menghinanya" ucap istri Tuan Yamato yang merupakan ibunda Ken. "Hahaha, rupanya anda seorang perfeksionis Tuan Edmund? kau harus lebih menahan diri ketika melihat sesuatu seperti itu, itu mungkin bukan kelas Anda abaikan saja?" jawab Tuan Yamato kata-kata ini tersirat seperti menghina Hilda, Hilda dan Ken seperti ingin berbicara balik, tapi mereka berdua ditahan oleh ibunda Ken. "Sudah jangan di hiraukan " ucap ibunda Ken, lalu Tuan Yamato bersiap berangkat ke kantornya, untuk rapat merundingkan urusan bisnis dengan Edmund Van Richardson, Ken pun bersiap untuk mengantar Hilda, di ruang tamu ini hanya ada Hilda dan Edmund saja, dan beberapa orang pelayan, tapi ini tidak menjadi masalah bagi mereka berdua untuk berbincang. "Sungguh sial aku selalu bertemu dengan dirimu" ucap Edmund, dia hendak melontarkan kata-kata hinaan tiba-tiba asistennya langsung melarangnya untuk meredam emosinya. "Bos apa yang kau lakukan, mengapa kau selalu tersulut emosi, ketika bertemu dengan wanita ini?" tanya sang asisten. "Tanyakan itu pada atasanmu mungkin dia sudah kehilangan kewarasannya, sungguh aneh orang yang tidak saling mengenal berani menghina?" ucap Hilda dia ingin memancing emosi Edmund dengan begitu dia akan melaporkannya. "Dasar kau wanita..." "Bos, hentikan!" ucap sang asisten dia memperingati agar atasannya itu tidak keceplosan yang akan merugikannya. "Apa? wanita apa? ayo lanjutkan !" ucap Hilda memancing Edmund. "Menjengkelkan" ucap Edmund. "Tenang aja gua bakal pergi dari negara ini secepatnya, biar kita nggak ketemu lagi, lu nggak bisa ngehina gua lagi, dasar laki-laki aneh"ucap Hilda yang mendekati Edmund, lagi-lagi pria ini berdegub kencang irama jantungnya, ketika dekat dengan Hilda, wajahnya memerah yang sangat terlihat adalah telinganya. Ken datang dan menarik tangan Hilda, "Ayo kita pergi, aku sudah berpamitan dengan ibu, kau tidak usah pedulikan apa yang diucapkan pria aneh ini, mungkin dia gila?" ejekan Ken, seketika Edmund mengepalkan tangannya, lagi lagi sang asisten meredamnya. "Bos berpikirlah sebelum bertindak, kau tidak pernah tersulut emosimu sebelumnya, kenapa kau selalu bereaksi pada wanita itu?" tanya sang asisten. Dari lantai atas ternyata Tuan Yamato memperhatikan bagaimana Edmund dan Hilda, selalu berselisih, insting lelaki buaya daratnya telah bekerja, dia tahu Edmund tertarik dengan wanita itu tapi tidak mengakuinya. "Suzuki awasi gerak-gerik wanita itu" perintah Tuan Yamato yang merupakan salah satu pemimpin dari para Yakuza, "Haee,, "Aku tidak memiliki putra kandung, aku inginkan mewarisinya pada Ken, tapi bocah tengik itu tidak tahu niat baikku" benak Tuan Yamato yang ingin pensiun dan memberikan kepemimpinan geng ini, begitu juga dengan perusahaan pada putra tirinya Ken, dia sudah lama mengawasi gerak-gerik putranya itu, bukan hanya kali ini dia memiliki wanita, tapi kali ini dia telah menguji istrinya dan putra tirinya itu, mereka bukan orang yang gila harta atau kehormatan, ini adalah syarat yang diberikan oleh Yamato. Istrinya memperhatikan perintah suaminya itu, dia langsung menemui suaminya itu, memintanya jangan mengusikkan Ken. "Suamiku mengapa kau minta anak buahmu untuk mengawasi wanita itu, setelah ku perhatikan dia bukan pacarnya Ken, tolong jangan mempersulit putraku?" pinta sang istri. "Kau sudah menjadi istriku, dia pun sudah ku anggap putraku, aku berniat memberikan semua ini pada Ken, dia harus lulus ujianku, bukan wanita sembarangan yang akan mendampinginya" jawab Tuan Yamato. "Kumohon jangan mempersulitnya bukankah ada Sakura?" ucap Sang Istri. "Sakura adalah seorang wanita, jangan campuri urusanku " ucap Tuan Yamato, dia menepis istrinya itu hingga terpental ke kiri, dan tersungkur ke lantai, ini adalah pertama kalinya dia bersikap kasar pada istrinya. "Suamiku?" tapi panggilannya itu tidak dihiraukan, Sakura datang membantu ibu tirinya itu berdiri. "Sudahlah ibu, bukankah bagus kalau ayah mewariskan semua ini pada kak Ken " ucap Sakura, dia setuju kalau ayahnya mewarisi seluruh kepemimpinan kelompok Yakuza itu pada kakaknya, begitu juga dengan perusahaan mereka, dia percaya bahwa kakaknya sanggup memikul semua ini. "Sakura apa yang kau katakan? aku tidak ingin Ken menjadi seorang pembunuh, menumpahkan darah orang-orang yang tidak bersalah, aku tidak ingin dia menjadi monster pembunuh, apa kau tidak tahu itulah yang dilakukan oleh ayahmu?" ucap sang ibu. Sakura hanya tercengang, matanya terbelalak, mendengar ucapan ibunya itu, dia memang mendengar desas-desus bagaimana organisasi hitam ayahnya itu bekerja, tapi dia selalu tidak memperdulikannya, kali ini ibunya menjelaskan secara gamblang, membuatnya merinding, dia sangat takut dengan darah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD