Terpaksa berdamai

1069 Words
"Hei, aku hanya mengatakan yang sebenarnya" sanggahan pria itu, lalu polisi bertanya kembali padanya, apakah dia mengenal wanita ini..? bagaimana dia bisa menilainya seperti itu. "Tentu saja, kami hanya bertemu di pesawat, di kelas VIP, bayangkan VIP, dan tingkah lakunya begitu menyebalkan, rakus dan urakan, mulutnya itu tidak berhenti mengunyah.." jawab pria itu, sepertinya kali ini dia tidak berpikir jawabannya itu, mungkin akan membuatnya mendapatkan hukuman di negeri asing. "Lihat Ken! kami tidak saling mengenal, bahkan kami hanya bertemu di pesawat,satu pesawat saja, dan aku berhak bertindak sesuai keinginanku, tanpa harus bertanya pada orang lain" ucap Hilda, dia tidak merasa bersalah dia bertindak sesuai keinginannya, itu kan hanya makan saja. "Pak polisi maaf, sepertinya pria itu memang sedikit eksentrik, dia tidak suka melihat wanita ini makan dengan lahapnya, dia menganggap itu rakus, sementara bukankah itu adalah hak asasi manusia? dan kebetulan sekali mereka selalu tanpa sengaja bertemu, dengan begitu mereka saling menghina, terlebih yang pertama kali menghina adalah pria itu !, wajar saja kalau temanku ini merasa tersinggung?" Pembelaan Ken, yang sangat masuk di akal, apalagi di Jepang mereka sangat lahap untuk memakan makanan yang mereka sukai. "Anda sepertinya tidak berhak bersikap kurang ajar terhadap wanita ini, ini hanya kasus sepele, dan anda membesar-besarkannya Pak, bahkan Anda menghinanya, ini adalah kasus penghinaan terhadap orang asing, kau kami tuntut membayar denda atau masuk penjara karena perbuatan tidak menyenangkan, menghina seseorang" ucap petugas polisi ini, seluruh kantor ini menggeleng-gelengkan kepalanya, pria ini begitu tidak masuk di akal. Mendengar ucapan polisi ini yang sudah diterjemahkan oleh penerjemah, pria angkuh ini mulai resah, begitu juga dengan asisten yang memberikan ide padanya untuk berdamai saja. "Bos? anda melakukan perjalanan bisnis ke sini, seandainya hal ini terekspos, nama baik anda akan jatuh di tangan pesaing-pesaing kita, sebaiknya kita berdamai saja, atau tawarkan uang, mereka meminta denda atau masuk penjara" ucap sang asisten. "Ini sangat menjengkelkan, aku harus menahan emosiku, karena w************n itu, lihat saja aku akan menemukan cara untuk membalasnya, baiklah kita berdamai saja dan bayar dendanya" jawab pria yang arogan ini. "Baiklah kalian berdua silahkan berdamai !" Pinta sang polisi, tapi Hilda tidak ingin secepat itu berdamai dengan lelaki ini, dia ingin membuat kesepakatan agar dia tidak diusilkan lagi, ketika mereka tanpa sengaja bertemu entah kapan itu. "Sebentar Pak polisi, saya mau dia berjanji tidak mengulangi hal yang sama, menghina saya ketika kami tidak sengaja berpapasan, entah di manapun itu, sebab kami sering sekali berpapasan tanpa sengaja, kalau tidak'.. aku akan membuat tuntutan pencemaran nama baik dan penghinaan, perbuatan tidak menyenangkan" Pinta Hilda, dia tidak ingin suatu saat mereka akan bertemu tanpa sengaja lagi, dan lelaki itu akan mengulanginya lagi menghinanya. "Baiklah Anda mendengarnya bukan? wanita ini ingin Anda berjanji tidak mengulangi perbuatan anda?" ucap sang polisi, hal ini membuat pria ini semakin geram dia ingin membalasnya tapi wanita ini begitu licik menurutnya. "Oke, aku setuju dengan syarat itu, aku akan membayar dendanya dan cepat-cepat pergi dari sini" ucap si pria arogan, dengan terburu-buru dia menandatangani surat pernyataan itu, bahwa dia tidak akan menghina Hilda lagi, atau dia akan dituntut balik oleh Hilda. "Baiklah semoga kita tidak pernah bertemu lagi" ucap si pria Arogan sambil menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan, dan Hilda mendekatinya dengan tersenyum sinis, sambil membisikkan di telinga pria ini. "Bukan hanya kau yang tidak ingin bertemu lagi aku juga, seandainya kita bertemu lagi aku akan mengebirimu habis !" ancaman Hilda sambil menepuk punggung tangan pria ini, dengan senyum sinisnya, lalu berbalik badan dan keluar dari kantor polisi ini bersama Ken. Pria ini kembali terkesima dan mematung, ketika mendengarkan suara dan nafas Hilda yang terdengar menggoda baginya, bagaimana mungkin hal ini terjadi padanya, sementara dia membenci wanita ini, sang asisten menepuk pundak Bosnya ini, "Bos ada apa denganmu..? kau membencinya atau terpesona?" tanya sang asisten yang tau betul seperti apa reaksi sang atasan ini. "Aku? nonsen...Aku, tidak mungkin itu terjadi " jawab si pria angkuh ini, padahal wajahnya memerah, dia pun berjabat tangan dengan sang polisi dan berpamitan keluar dari kantor polisi ini. "Baiklah, kita sudah telat Bos, kita harus bertemu mereka secepatnya, orang Jepang sangat tidak menyukai keterlambatan, mereka sangat tepat waktu, aku sudah katakan pada mereka kalau kita sedang di periksa tentang identitas dan pasport" ucap sang asisten. "Baik, terima kasih untuk itu kawan" ucap sang atasan, dengan segera sopir mereka.mengantar mereka berdua ke sebuah hotel yang ada di Tokyo ini, mereka akan mengadakan rapat disana. Sementara Ken dan Hilda yang sudah keluar dari kantor polisi terlebih dahulu,Ken melajukan motornya tanpa bertanya apapun pada Hilda, dia tau pertanyaan apapun akan menyulut emosi Hilda, dia tau betul perasaan seperti ini, sering di rasakannya. "Kita mau kemana Ken? aku tidak ingin merepotkan mu?" ucap Hilda, dia tidak mau jadi beban orang, dan di kemudian hari mereka akan mengungkitnya. "Jangan khawatir, kita kan teman? tidak mungkin aku mencelakaimu, aku sendiri yang mengundangmu, untuk pergi ke rmh ibuku" ucap Ken, dan ucapan ini membuat Hilda canggung, seorang pria membawanya kerumahnya, apa lagi ini rumah orang tuanya, pasti mereka mengira wanita itu adalah kekasihnya. "Ke rumah ibumu? apa tidak merepotkan mu? kita tidak saling kenal terlalu jauh, dan kau berani membawamu kerumahmu? tanya Hilda, dia semakin canggung, jantungnya seperti mau lepas, ketika Ken berhenti di sebuah jalan dengan pagar beton yang sangat tinggi, dia meminta seseorang membuka pintu pagarnya, dan tiba-tiba dia orang pria keluar membungkuk padanya, dan mengambil koper Hilda. Hilda yang tidak mengerti bahasa Jepang, hanya setuju saja ketika orang itu berbicara dan entah apa maksudnya, sementara Ken langsung menoleh dengan tatapan heran ke arah Hilda seakan tidak percaya dia setuju saja. "Ken? apa maksud mereka?" tanya Hilda, tapi dia sudah mengiyakan pertanyaan kepala pelayan itu. "Hemmm...nanti saja, ayo kita masuk dulu" jawab Ken, padahal perasaan sudah tidak menentu dan entah apa reaksi sang ibu. "Kalau rumahnya sebesar ini mengapa dia harus sewa kamar hotel sih?" benak Hilda, dia tidak tau apa yang terjadi dengan kehidupan Ken sebenarnya. Hilda di pinta untuk menunggu di sebuah ruangan, sementara Ken sepertinya sangat leluasa dengan ke adaan rumah ini, dia langsung pergi ke suatu tempat mungkin itu kamarnya, sepertinya begitu anggapan Hilda. Tiba-tiba pintu itu terbuka dan terlihat seorang wanita paruh baya dengan karisma yang sangat kuat, tidak ada senyuman di wajahnya, dia hanya melihat Hilda dengan seksama dan berkata " Ikut aku !" ucapnya sepatah, hal ini membuat Hilda semakin bingung. "Apa? dia bisa berbahasa Indonesia?" benak Hilda, dia tidak sempat menjawab kata-kata wanita itu, seorang pelayan membantunya berdiri dan memintanya untuk mengikuti mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD