Bertemu dia, tapi tidak mengenalinya

1008 Words
Meraka berdua akhirnya keluar kamar hotel sewaan yang murah ini, membonceng Hilda menuju pusat kota, mereka terlalunkaih dari tempat awal mereka Hilda begitu takjub dengan dunia malam mereka, meski Jakarta sangat ramai, tapi tidak seterbuka disini. "Bagaimana? apa kau suka suasananya?" tanya Ken. "ya suka, meski aku tidak yakin apa maksud mereka, tapi bisakah kita mencari makan dulu ?" tanya Hilda, cacing dal perutnya, sudah meronta-ronta. "Ok" jawab Ken. mereka melipir ke tempat Jajanan pinggir jalan, macam2 makanan di jual disini, jajanan kakiblima yang sangat harum aromanya, membuat Hilda ingin memkana semuanya, dia memesan berbagai macam makanan. "Hei? apa kau sanggup memakan semuanya?" tanya Ken, dia sangat heran dengan napsu nmakna Hilda yang besar, tapi wanita ini tidak gemuk, bahkan memiliki tubuh yang proposional. "Tentu saja aku tidak bisa menghabiskan semuanya, aku akan mencicipi semua jenis makanan ini, aku tidak akan menyia-nyiakan waktuku malam ini, mungkin aku berencana ingin kembali esok hari, ucap Hilda dan kata-kata ini mengagetkan Ken. "Jadi kamu berencana pulang besok? apakah aku harus pesan tiket ?" tanya Ken, dia tidak fokus lagi dengan makanan yang di depan mejanya itu, mendengar Hilda ingin kembali ke Indonesia, Ken seakan kehilangan sesuatu yang baru didapatkannya, pertemanan yang sungguh singkat. "Tentu saja belum, hei kita bisa bekabar, bukankah teknologi sangat canggih apa gunanya ada ponsel? oh ya sebaiknya kita bertukar nomor handphone, sejak Karen akubtidak tau kontakmu? ucap Hilda, Ken pun mengambil ponselnya lalu mereka bertukar nomor handphone. "Kalau begitu ayo kita nikmati malam ini, kau pasti tidak akan melupakan jepang" ucap Ken, dia membayar semua tagihan makanan ini lalu pergi ke sebuah hotel bintang 5 yang ada di sini, Ken mengajaknya ke sebuah tempat hiburan malam yang ada di hotel ini. "Wow? suasananya berbeda dengan Indonesia, aku tidak tau ucapan mereka tapi aku suka musiknya." ucap Hilda yang tak segan langsung berjoget di lantai dansa ini, suara hingar-bingar yang begitu keras, dan loncatan-loncatan Hilda, membuatnya lelah ingin beristirahat dulu. "Bagaimana apa kau senang..? tanya Ken "Ya, aku haus " ucap Hilda, dia ingin memesan minuman. "Sebentar di sini hanya ada minuman itu, kau tau kan? atau kita pesan yang ringan saja?" tanya Ken, dia tidak ingin mabuk karena dia harus membonceng Hilda pulang, sementara Hilda memang bukan seorang pemabuk, dia hanya penasaran seperti apa rasanya. "Ok aku akan menikmatinya pesankan saja, pinta Hilda, dan seorang bartender memberikan minuman agak ringan untuknya, atas pesanan Ken. "Hei ini enak juga, satu lagi ?" pinta Hilda, dia tidak tau kadar rendah kalau di minum dalam jumlah banyak akan mabuk juga, apalagi buat pemula. "Hilda sebaiknya berhenti sekarang, rencana kita hanya melihat saja, bukan mabuk?" ucap Ken, dia ingin membawa Hilda keluar dari club' ini. "Sebentar, aku ingin ke toilet" ucap Hilda yang sedikit spoyongan, dia ingin buang air kecil, dan Ken pun menunjukan arah toilet ke belakang sana, dan Hilda faham maksudnya di belakang san, dan Hilda pun, pergi kesana, ke toilet wanita. Setelah selesai berkemih, Hilda masih sempoyongan dan keluar dari sana, dia salah melalui jalan malah masuk ke sebuah ruangan VIP, dengan mata nanar dan hampir tidak sadar ini, Hilda melihat seorang pria dan dia fikir itu Ken, tapi dia merasa pria ini lebih tinggi, dia melihat gelas ramping itu dengan minuman di sana. "Aku mau minum lagi?" ucap Hilda. "Jangan..! nanti kau mabuk, itu sangat kuat" ucap suara pria di hadapannya yang samar-samar di pandangnya, belum selesai pria ini memperingati Hilda sudah menenggak nya. "Ahh..ini enak, apa ini Ken?" tanya Hilda, dia fikir pria di depannya adalah Ken, dan dia langsung tidak sadarkan diri, dia menjatuhkan dirinya di pangkuan pria di hadapannya ini. "Bos? dia wanita itu.! " ucap sang asisten, di dalam sini bukan hanya mereka berdua melainkan ada para gadis penghibur juga, tapi ucapannya itu dibantah oleh atasannya. "Suruh mereka keluar!" perintah Edmund, yah dia adalah lelaki yang bernama Van Edmund richardson, pria yang selalu bermasalah dengan Hilda mulai dari pesawat hingga ke Jepang, Helda tidak sadar saat ini dia berada di pangkuannya. "Hahaha, ternyata kau bukan hanya rakus tapi seorang pemabuk yang lupa diri" ucap Edmund, dia senang gadis ini berada di pangkuannya selama ini dia selalu terusik dengan keberadaan gadis ini, dia ingin menguji apakah reaksinya selama ini benar. Dan benar saja, miliknya mulai bereaksi, dia mulai gerah dengan Hilda yang ada dalam pelukannya, dia seperti memeluk Edmund dalam keadaan mabuk, dadanya mulai berdegub kencang, dia mulai gerah padahal suasana di ruangan ini sangat dingin dengan AC yang sangat dingin. "Ada apa denganku?" benak Edwar dia seperti habis meminum afrodisiak saja, wajahnya memerah dan tidak bisa di kendalikan lagi, dia meminta sang asisten untuk memesan kamar malam ini, padahal mereka akan berangkat sebentar lagi. Edmund hanya ingin bersenang-senang sebentar tanpa melakukan sesuatu dengan para gadis tadi, dia hanya ingin melihat dunia malam juga, ingin melihat perbedaannya dengan negaranya, dan Indonesia, semacam perayaan keberhasilan mereka, mendapatkan kemenangan dengan kerjasama yang mereka dapatkan dari Tuan Yamato. "Tapi Bos? apa kau yakin dengan wanita yang tidak kau kenal ? jangan lupa dia bukan wanita seperti mereka, kau bisa mendapat masalah" ucap sang asisten memperingatinya. "Apa kau yang kau khawatirkan? dia tidak lebih baik dari mereka, lihatlah bukankah gadis ini langsung mendapatkan pria Jepang itu, anak Tuan Yamato ?" ucap Edmund yang merendahkan Hilda, dia berfikir ini hanya birahi sesaat saja. Sementara sang asisten masih mematung di sana apakah dia akan mentaati perintah Tuannya, mau tidak mau dia harus mengikutinya. "Baik Bos, aku akan membukan kamar VIp untukmu." ucap sang asisten meski berat hati dan mengkhawatirkan keadaan Hilda. "Jangan katakan aku mengambil keuntungan kaulah yang datang kepadaku" guman Edmund, dengan smirk jahatnya, lelaku tampan ini menggendong Hilda, semua orang memandang mereka ketika masuk di dalam lift, tapi tidak ada yang berani menegurnya mereka tahu dia adalah seorang pengusaha terkenal yang sedang singgah di sini. "Bos sebaiknya kau hentikan senyuman jahatmu itu semua orang memandang kita seperti penjahat" ucap sang asisten, dia berdoa semoga Tuannya tidak mencelakai gadis ini, sama asisten sadar betul betapa eksentriknya Tuanya, dia tahu permasalahan ini terjadi karena sifat perfeksionis dan sok bersih dari Tuannya itu. "Ikuti saja keinginanku ini bukan urusanmu" ucap Edmund.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD