Saat Angga melihat tubuh kakeknya yang pada saat iu sedang tidak sadarkan diri hati Angga merasakan sebuah penyesalan yang begitu mendalam, kakeknya mengalami serangan jantung akibat terjadinya musibah tsunami yang menimpa kampung Jati Maju, belum lagi tubuhnya yang sempat tenggelam membuat paru – paru kakek Angga mengalami sedikit masalah.
Hingga hari ini kakeknya belum juga membuka mata, hal itu tentu membuat para keluarga termasuk Angga merasakan khawatir tentang kondisi kakek, dokter bilang jika kakek telat dibawa ke rumah sakit mungkin sekarang dia sudah tiada, untunglah para petugas pada saat itu bisa menemukan kakek lebih cepat, hingga akhirnya bisa mendapat penanganan yang lebih cepat pula meskipun hingga sekarang dia belum kunjung membuka mata.
“Kake cepat bangun, aku kangen”
“Bukankah kakek sudah berjanji padaku, jika kakek akan selalu ada didekat ku sampai nanti aku sukses”
“Aku belum sukses kek, jadi kakek bangunlah, aku mohon kek”
Kalimat – kalimat itu hanya bisa Angga lontarkan tanpa mendapatkan jawaban, karena orang yang sejak tadi Angga ajak bicara, masih saja terlihat asik terlelap dalam tidur panjangnya, padahal dia belum bisa memenuhi janjinya kepada laki – laki berusia senja yang selalu mengobarkan semangat dalam diri Angga, tapi keadaannya sekarang membuat Angga justru merasa pesimis.
“Segeralah bangun kek, aku disini menunggu kakek bangun, aku sayang kakek” ujar Angga dengan suaranya yang sudah terdengar bergetar lalu mendaratkan kecupan dahi kakek tercintanya.
Puas menatap wajah kakeknya Angga beralih kearah ranjang yang tepat berada disamping ranjang kakeknya, tangan Angga terulur mengelus rambut orang yang sedang menghuni ranjang tersebut. Meskipun orang yang kini ditatap Angga adalah orang yang kerap kali membuat kesal karena sikapnya yang jahil, membuat jengkel karena sikap menyebalkannya tapi dia tetap adiknya, Rifqo Miftahul Arzak.
Anak laki – laki berusia 12 tahun yang selalu terlihat ceria, sekarang wajah yang selalu ceria itu tampak sedang terlelap menyelami alam mimipinya, adiknya juga menjadi salah satu korban dari peristiwa tsunami tersebut. Neneknya bilang tangan dan kaki Rifqo patah, ada luka juga dibagian kepalanya, bahkan saat awal dibawa ke rumah sakit Rifqo dinyatakan mengalami geger otak ringan, jika Rifqo tidak bangun dalam waktu empat jam maka kemungkinan besar Rifqo akan mengalami koma.
Namun, untungnya saat itu Rifqo bangun setelah 3 jam 20 menit, semua orang langsung mengucap begitu banyak rasa syukur dan menghela nafas lega atas sadarnya Rifqo.
“Aa kapan pulang ?” pertanyan dari Rifqo berhasil membuat Angga mendongakkan kepalanya, jika biasanya dia menatap sang adik dengan tatapan tajam yang mengintimidasi, maka berbeda dengan hari ini, karena Angga menatap Rifqo dengan penuh kelembuan.
“Maaf ya” ujar Angga, membuat Rifqo yang mendengar permintaan maaf sang kakak mengerutkan dahinya bingung.
“Aa minta maaf ya, aa udah ninggalin kamu disini sendirian, jika saja aa tahu keadaan akan seperti ini aa akan membawa kalian semua ke kota agar kita semua selamat”
Sekarang Rifqo baru mengerti apa maksud dari permintaan maaf yang diucapkan kakaknya, mendengar penuturan sang kakak hati Rifqo menghangat, setidaknya sedatar – daranya wajah Angga dan sedingin – dinginnya sikap Angga, tapi Rifqo tahu jika kakaknya memiliki rasa kasih sayang yang begitu besar kepadanya dan kepada semua orang didekatnya, dan keyakinan itu terbukti hari ini.
“Sejak kapan aa menjadi laki – laki lebay ?” tanya Rifqo, dengan senyum menggoda yang tergambar diwajahnya, setelah itu tawa Rifqo terdengar mengema saat dia melihat wajah sinis sang kakak yang dia yakin sudah merasa sebal karena sikapnya yang mulai menyebalkan.
“Teh Risa gak suka sama laki – laki yang lemah a, dia perempuan tangguh dan pasangan perempuan tangguh adalah laki - laki tangguh”
Sorot mata Rifqo kali ini terlihat lebih serius, tidak ada tawa yang mengiringi kalimatnya. Anak 12 tahun itu seakan tahu jika perasaan kakaknya sudah terpaut pada sahabat perempuan masa kecilnya, padahal kakaknya sendiri belum menyadari perasaan apa yang dia miliki untuk sahabat kecilnya. Namun, Rifqo dengan segala sikap so tahunya berkata dengan sangat percaya diri dan hanya dibalas sebuah tatapan tajam dari sang kakak.
“Dasar adik menyebalkan kamu, masih sakit masih mampu ngatain juga”
Dengan sengaja Angga memencet hidung Rifqo dan memberinya jeda beberapa saat sehingga dia kesulitan bernafas, dan saat Angga melepaskan tangannya dari hidung Rifqo, anak itu langsung menarik nafas dalam berusaha meraup oksigen sebanyak – banyaknya. Melihat hal itu bukannya merasa kasihan Angga justru menertawakannya.
“Udah ah Aa mau pergi dulu, nanti kesini lagi ya , kamu istirahat aja dulu ya”
Rifqo tidak menjawab perkataan Angga dia hanya menatap kakaknya dengan kesal. Angga mengacak rambut Rifqo dengan gemas kemudian setelah itu dia berlalu pergi menuju ruang tunggu rumah sakit dengan niat ingin menemui neneknya. Namun, tanpa sengaja Angga justru malah bertemu dengan ibu Risa dan berakhir dengan berbincang mengenai Risa.
“Assalamu’alikum bu”
Ada sebuah senyuman tipis yang tercipta di bibir Angga, tapi matanya masih menyiratkan rasa sedih yang begitu dalam atas apa yang menimpa kampung halamannya, ibu Kina atau lebih tepatnya ibu kandung Risa ikut tersenyum saat dia melihat kehadiran Angga, ibu Kina sudah menganggap Angga layaknya putraya sendiri, Angga selalu menjaga dan melindungi Risa melebihi dirinya sendiri, hal itu menjadi salah satu poin penyebab ibu Kina sangat menyangi Angga.
“Wa’alaikumussalam Warahmatullah, Angga kapan pulang nak, Risa bilang katanya kamu sedang pergi ke kota”
Setiap perkataan yang keluar dari mulut ibu Kina tidak luput dari sebuah senyum ramah yang mengiring setiap kalimat yang terucap dari lisannya, tapi meskipun begitu tidak dapat dipungkiri jika wajah ibu Kina masih terlihat bersedih, mata wanita paruh baya itu terlihat memerah kentara sekali jika dia baru saja selesai menangis.
“Alhamdulillah tadi bu”
“Dian pasti akan sangat senang jika melihat kamu sudah pulang”
“Sebelum peristiwa mengerikan itu terjadi, Dian sempat cerita sama ibu kalau dia bahagia pernah bersahabat dengan nak Angga, dia juga senang saat tahu kalau nak Angga melanjutkan sekolah ke sekolah islam”
“Ibu mohon berjuanglah, buatlah sahabatmu Diana Merissa selalu merasa bangga kepadamu”
Mata ibu Kina terlihat menerawang membayangkan binar ekspresi bahagia putri kesayangannya, Risa adalah putri satu – satunya ibu Kina, Risa adalah harta berharga yang sudah Allah titipkan kepadanya. Namun, kini Risa sedang tidak baik – baik saja, bahkan ibu Kina tidak tahu bagaimana kabar putrinya sekarang. Ibu Kina tidak dapat membayangkan jika dia harus kehilangan Risa, dia berharap Allah masih memberinya kesempatan untuk bisa menghabiskan waktu bersama putrinya, meskipun harapan itu akan sangat kecil kemunginan terjadinya.