Lima

1465 Words
 Lili teramat mengenal letak barang dalam apartemen yang ditinggalinya, hingga ia mampu berjalan dalam kegelapan. Lili duduk dan menyalakan lampu yang ada di atas meja yang memiliki dua buah laci kecil dan sebuah laci besar yang seolah tampak tersenyum paham ke arahnya. Tempat ternyaman bagi dirinya saat menghabiskan waktu untuk membaca semua naskah yang masuk. Lili menyambar laptopnya dan menuliskan web address dari salah satu situs perjodohan yang diberikan Julie padanya minggu lalu. Lili memutuskan untuk login melalui web dari pada aplikasi yang telah berhasil didownload dalam ponselnya. Ia ingin melanjutkan pencarian sambil menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda. Ia harus mengirimkan naskah yang sudah selesai ia periksa ke Devon sebelum naik cetak. Pria-pria tampan dengan profile yang sungguh menjanjikan. Lili membayangkan jika tampilan mereka semua disatukan dalam cetakan menyerupai katalog. Lili tersenyum pada dirinya sendiri. Pikiran konyol yang terasa menggelitik yang akhirnya harus Lili singkirkan. Lili memutuskan untuk melewati profile pertama, pria berambut pirang dengan mata biru yang tajam dengan usia lebih dari 50 tahun. Lili terdiam dengan angka usia pria yang ada di hadapannya. “Aku tidak mencari yang setua ini,” gumamnya dalam hati. Lili melanjutkan pencarian. Menyingkirkan penemuan pertamanya. Jari telunjukkan memutar di atas mouse, klik… klik… klik suara yang memecah keheningan dirinya yang seorang diri sampai terdengar suara dentingan yang bersamaan dengan kemunculan notifikasi pesan dalam inbox aplikasi. Pagi yang mengarah pada pukul lima pagi. Tamagotchi : Hi, apa aku boleh berkenalan denganmu? Lili memandangi layar laptopnya yang terang. Lili tak langsung membalas pesan akun bernama Tamagotchi. Lili membaca ulang username yang terpampang, ia tidak salah membacanya lalu mengamati photo profilenya sampai dirinya mendapati pesan berikutnya. Tamagotchi : Sepertinya kau keberatan untuk berkenalan. Pesan yang diimbuhi dengan emoticon sedih diujungnya. Lili : Hi. Balasan singkat yang entah mengapa dirinya hanya menuliskan dua huruf itu saja. Lili kembali mengamati photo profile di hadapannya. Pria yang sangat tampan bagi Lili dan tiba-tiba ia merasakan ada sesuatu yang aneh. Tatapan mata dari photo yang terpampang. Lili mencoba untuk mengingat. “Aku merasa pernah melihatnya, tapi di mana?” gumam Lili seorang diri. Tak lama berselang muncul pesan lainnya dan kali ini dari user lainnya. Awal percakapan yang nyaris sama, dimulai dengan sapaan. Tamagotchi : Sepertinya aku sudah mengganggu pagimu, Cantik. Lili merasakan serbuan gelombang senyawa dalam dirinya yang tidak ia pahami. Lili : Tidak. Aku hanya sedang mengerjakan hal lainnya. Lebih tepatnya menyelesaikan pekerjaan. Lili menghela napas panjang, menatap layar laptopnya dan tampak lawan bincangnya sedang mengetikkan sesuatu. Lili menunggu dalam rasa penasaran. Tamagotchi : Apa namamu Lili? Julie menjadikan nama lengkap Lili sebagai nama pada profilenya. Semua yang ada di akun milik Lili memang benar adanya. Entah mengapa Julie menuliskan semuanya tanpa ada yang ia tutupi. Kesalahan yang sudah dimulai sejak awal. Lili : Ya, namaku Lili. Dan kau? Lili langsung menanyakannya tanpa basa-basi. Lili merasa penasaran. Lili : Apa aku harus memanggilmu, Tamagotchi? Pesan yang terasa menyindir. Pria online itu masih belum mengatakan siapa namanya. Ia mengirimi Lili emoticon tersenyum yang lengkap dengan love. Lili terkejut untuk beberapa detik dengan ata membulat. Tamagotchi :  Ya, kau bisa memanggilku dengan nama itu. Lili : Serius? Tamagotchi : Hahahah. Bisa kita sambung di w******p? Lili mengamati sekali lagi photo profile di hadapannya. Mencoba mengingat sekali lagi wajah yang terpampang di halaman beranda pria yang sedang mengiriminya pesan. Itu asumsinya untuk saat ini. Lili termangu beberapa detik begitu juga dengannya sampai ia memberi sederatan nomor telepon. Tamagotchi : +4478924xxxxx ini nomor ponselku. Aku berharap ini menjadi awal perkenalan kita. Lili masih termangu tak percaya. Pria itu memberinya nomor ponsel miliknya. Lili beranjak dari kursi berjalan menuju meja dapur, menyalakan mesin pembuat kopi. Berdiri seorang diri di tengah dapur. Lili masih merasakan ada sesuatu yang aneh, ia merasa begitu mengenali wajah di photo itu. Tapi siapa? Lili terjebak dalam lamunan hingga uap yang menyelinap keluar dari sela mesin mengedarkan aroma kopi yang nikmat. Lili langsung menyambar mug miliknya dan mengisinya dengan kopi panas. Lili kembai ke meja tempat dirinya meninggalkan laptop, meletakkan mug tepat di sampingnya sebelum ia meraih ponselnya. “Ayo lah, tak ada salahnya mencoba.” “Aku harap kau benar-benar datang. Aku akan memperkenalkanmu dengan calon istriku.” “Aku ingin kau membawa kekasihmu, Lili. Kita akan saling berkenalan.” Kalimat yang meluncur dari bibir Julie yang masih terngiang di telinga dan Lili masih mampu untuk mengingat isi dalam pesan yang dikirimkan Edward padanya. “Aku berharap ini menjadi awal perkenalan kita.” Isi pesan terakhir yang Lili ingat. Lili tenggelam dalam lamunan.   ***   “Kau sedang apa?” Pertanyaan William yang ditujukan untuk Nicole saat ia baru keluar dari dalam kamar mandi, masih berbalut piama mandi, dan mendapati Nicole yang sedang sibuk dengan laptop di pangkuannya. “Sepertinya aku dapat tangkapan yang bagus,” Nicole menyahut, ia tersenyum ke arah William yang tersenyum datar sambil berjalan mendekat. Mereka berciuman dan William menghempaskan tubuhnya di samping Nicole. “Kau lihat. Cantik, kan?” goda Nicole sambil menunjukan profile milik Lili ke hadapan William. Ia terdiam, memandangi wajah Lili di layar laptop Nicole. Gadis yang cantik, senyumannya terlihat begitu menyejukkan bagi William. Tatapan matanya yang berbinar seirama dengan tarikan kedua sudut bibirnya yang membentuk senyuman.   “Lili Dannett,” gumam William pada dirinya sendiri. Otaknya seakan merekam sosok Lili di dalam volume penyimpanan di kepalanya. Tatapan mata pada photo profile membuat William terpaku, ia belum mengalihkan pandangan matanya. Masih menatap dengan lekang foto Lili. “Dia belum membalas chatku. Aku sudah memberikan nomor ponsel yang ini,” ungkap Nicole sambil menunjukan ponsel yang dimaksud kehadapan William. Ia hanya menatap bingung sebentar ke arah Nicole yang tersenyum, lalu mencium pipinya. Pandangan mata William jatuh pada nama profilenya. Tertulis Tamagotchi. “Tamagotchi?” desis William pelan yang tertangkap telinga Nicole. Ia tersenyum dan sebelum ia menjelaskan, ponselnya lebih dulu bergetar. Nama Marcus muncul di sana. “Aku jawab telepon papaku dulu. Kau bisa lanjutkan, Sayang?” tanya Nicole yang membuat William kaget. Ia mengangkat wajahnya untuk menatap Nicole yang telah berdiri menjulang di hadapannya, namun sebelum ia menjawab Nicole sudah lebih dulu berlalu dengan ponselnya. Meninggalkan kamar dengan menyisakan suara pintu ditutup di belakang langkahnya. William mengamati pintu kamar yang terkunci. Ia mengeluarkan ponsel rahasianya dari dalam saku piama mandi yang dikenakannya.   Korban selanjutnya, Lili Dannett. Selidiki dia.   Pesan singkat yang dikirim William kepada Steve. Setelahnya ia langsung memasukan ponselnya ke dalam saku kembali. “Lili,” desis William. Ia membaca ulang percakapan sebelumnya yang dilakukan Nicole kepada Lili. Kelopak mata William melebar saat mendapati serangkaian percakapan Nicole dengan user lainnya. Nicole telah berperan sebagai laki-laki dan perempuan. Hampir sepuluh user yang ia hubungi dalam rentang waktu yang singkat. Dan semua percakapannya nyaris sama. William terkejut dengan mata membulat dan otaknya seakan berhenti bekerja seketika. William memandangi layar laptop di hadapannya. “Ini gila,” desis William tak percaya sebelum ia kembali memandangi profile milik Lili. Foto Lili yang dipasang Julie pada profile membuat William merasakan sesuatu yang berbeda.  Lili : +4470634xxxxx ini nomor w******p ku. Aku harus logout. Bye Tamagotchi. William terkejut. Napasnya terasa tersedak. Ia melirik ke arah pintu kamar yang masih tertutup. Tak ada tanda-tanda kehadiran Nicole. William langsung mengeluarkan kembali ponsel rahasianya, memasukan nomor milik Lili dalam deretan nomor dalam ponselnya. “Bagaimana, Sayang? Sudah mendapatkan nomornya?” Pertanyaan dari Nicole yang membuat William terkejut dan langsung memasukkan ponsel rahasianya ke dalam saku dengan gerakan yang tak mengundang kecurigaan dari Nicole. William berusaha untuk terlihat biasa di hadapan Nicole. Nicole kembali duduk di samping William. Mencium William dengan tiba-tiba hingga membuatnya terkejut. “Ya, dia sudah mengirim nomornya.” “Bagus, kita masukan nomornya. Kau harus menghubunginya nanti, sekitar pukul delapan. Aku yakin dia sudah di kantor.” Suara Nicole terdengar cepat dan seakan ia begitu mahir dalam bidang ini. William merasakan ponselnya bergetar, dan ia mengabaikannya. “Tidak perlu setegang itu, Baby. Mangsa yang bagus hari ini. Kau bisa memulainya dari dia.” Nicole menambahkan seraya meraih laptop dari hadapan William. “Hubungi dari nomor ini saja. Dan ini skrip yang harus kau jalani.” Nicole menjelaskan panjang lebar sebelum menyodorkan selembar kertas berisikan panduan. “Uang?” desis William tajam lalu mengangkat wajahnya untuk menatap Nicole yang memamerkan senyum miringnya. Nicole terlihat tanpa beban melakukan seua kegilaan yang ia ciptakan.   “Ya, yang kita cari adalah uang, Sayang. Dan wanita-wanita t***l itu akan luluh dengan hanya melihat tampilan tampan.” Nicole beranjak setelah ponselnya berdering dan ia mulai melakukan percakapan. Suara manjanya terdengar, ia berjalan menjauh dari William. Namun William masih mampu mendengar apa yang diperbincangkan Nicole dengan pria di seberang sana. Menurut William seperti itu. “Kau ingin menunjukan milikmu padaku, Baby?" tanya Nicole pada ujung ponselnya sambil melirik William yang memperhatikannya dari atas ranjang. Tatapan Nicole begitu menggoda. “Ooohh yeaaa…aku sedang menggerakkan jariku pada tempat yang seharusnya diisi olehmu, Sayang.” Suara manja dengan desahan yang meluncur dari bibir Nicole membuat William merasakan jijik, ia merasa muak pada apa yang ia lihat, tak hanya suara, Nicole benar-benar memasukan jarinya dalam titik k*********a. Ia bersandar di dinding dan jarinya keluar masuk di dalam dirinya disusul dengan desahan-desahan yang semakin intens terdengar. “Ini benar-benar gila,” gumam William protes dalam dirinya dan ia beranjak keluar melewati Nicole yang sudah setengah telanjang, ia menyeringai penuh misteri, mencoba untuk menggapai William namun William menampiknya dan meninggalkan kamar.   ***        
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD