Enam

1443 Words
“Aku berhasil mereservasi tempat di Langham setelah aku berhasil menghubungi beberapa orang,” kata Lili. “Hebat. Tapi untuk apa?” tanya Matthew tanpa menoleh ke arah Lili, ia tetap memandangi layar laptop di hadapannya. Hari ini akan ada pertemuan untuk panel. Dan tampak Amber yang telah keluar dari dalam ruangannya untuk berjalan masuk ke dalam salah satu ruang pertemuan. “Brunch,” Lili menjawab dengan menyisipkan segurat senyum. “Dengan siapa?” Matt mendongak untuk menatapnya. Memberikan Lili tatapan mata yang tidak biasa. Sepenuhnya tertuju pada penampilan Lili. Lili mengamati ekspresi di wajah Matt yang berubah saat memperhatikan gaun baru yang Lili kenakan, riasan wajahnya, rambutnya yang dibentuk dengan sisir dan udara panas yang dirinya sangat tidak sukai. Matt duduk sedikit lebih tegak dikursinya. Alis kirinya yang bergerak sendiri, mengisyaratkan pujian. Lili bertanya-tanya apakah Matt seorang homo atau dugaannya salah selama ini. “Untuk panel hari ini. Amer mengundang beberapa orang.” “Benarkah?” Matt terdengar tidak yakin dengan yang barus saja Lili katakan. “Kau yang mengatakannya padaku beberapa hari yang lalu. Kau akan mengajak mereka untuk keluar setelah acara untuk membicarakan beberapa gagasan.” “Gagasan? Gagasan apa?” Lili diam, mencoba mengingat. Siapa sesungguhnya yang lupa dalam hal ini. Lili hanya menjalankan apa yang Matt sampaikan beberapa hari yang lalu. Dan Lili mengikuti apa yang telah ia catat. Ada jeda sebentar, ia menelan ludah. “Kau bilang kita perlu inovatif.” “Aku mengatakan hal itu?” Matthew tampak bimbang dan tak yakin. Gagasan inovatif memang bukan darinya. Lili telah memutuskan untuk melatih dirinya dalam mempertahankan pekerjaannya saat ini. “Mereka berharap bisa bertemu denganmu setelah acara. Tapi jika memang kau ingin membatalkannya, aku bisa melakukannya. Aku akan mengarang---” “Tidak, tidak, Li. Kurasa sekarang aku sudah ingat. Amber akan ikut?” Lili tersenyum sebelum menjawab. “Tidak. Hanya ada dirimu dan para tamu itu.” Matthew mengernyitkan keningnya, matanya memicing ke arah Lili. “Mereka berharap dapat berbicara bebas mengenai hal yang berhasil dan tidak denganmu.” Lili tidak melatih dirinya untuk menciptakan kata-kata yang baru saja ia katakan. Tapi entah mengapa, kalimat itu keluar dengan sendirinya. Lili harus mulai memilih siapa musuhnya yang sebenarnya. “Ok. Kurasa apa yang kau katakan masuk akal bagiku, Li. Pastikan semua selesai sebelum pukul tiga, karena aku ada janji dengan dokter. Jadi… aku akan langsung pulang setelahnya.” “Tentu saja,” timpal Lili dan tak lama setelahnya ponselnya berdering. Lili tersenyum ke arah Matt sebelum ia beranjak meninggalkannya. Sederetan angka yang muncul pada layar ponsel membuatnya mematung beberapa detik. Lili mengabaikan nomor yang masih terpampang.  +4478924xxxxx : Hi, Lili. Ini aku, Tamagotchi. Mata Lili membulat dan napasnya tersedak beberapa detik dan ia nyaris tertabrak Devon yang tiba-tiba memundurkan kursinya, membuatnya kaget. Devon meringis dan Lili tersenyum kaku sebelum kembali duduk di kursi kerjanya. Lili menandai nomor itu dengan nama Tamagotchi. Me : Hi. Aku sudah menyimpan nomor milikmu. Lili mengirim pesan balasan yang disusul olehnya dengan kiriman sebuah gambar berisikan quote penyemangat pagi ini. I love early mornings when it feels like the rest of the world is still fast asleep and you’re the only one who’s awake and everything feels like it is really real and you kind of forget about all your problems because for now it’s just you, the world, and the sunrise. Tamagotchi : Apa kau sudah sarapan? Bagaimana dengan pagimu? Lili menatap layar laptopnya, membacanya sekali lagi. Tamagotchi : Aku sudah berada di tempat proyek. Dan harus melakukan beberapa pekerjaan. Boleh aku meneleponmu?” Lili menarik napas sedalam-dalamnya dan masih termangu bagai orang bodoh tanpa membalas pesan itu. Lili mencoba untuk tetap berpikir jernih. Logikanya tak boleh berhenti. Lili merasa ada batas tipis antara perasaan dan logika. Ia tak boleh kehilangan salah satunya. Lili : Proyek? Pertanyaan yang seakan tak yakin. Dua detik kemudian ia membagikan lokasi tempatnya berada. Lili : Medel? Kau sedang berada disana? Lili mengetikkan pertanyaan yang membuat dirinya sendiri terkejut. Ia memperbesar tampilan lokasi yang akun Tamagotchi bagikan. Seketika berbagai pertanyaan berjejal di dalam kepala Lili seakan ingin ia tuangkan segera. Bagai bersambut, Lili mendapatkan banyak kiriman foto di area pertambangan setelahnya. Lili : Kau bekerja di pertambangan? Lili menanyakan dengan penasaran, dan refleks posisi tubuhnya sedikit lebih maju. Menempel pada tepian meja kerjanya. Ia mengamati semua foto yang akun Tamagotchi kirimkan. Memastikan semuanya benar. Lili termenung, memandangi foto di hadapannya dan sekali melirik ke samping mendapati Matthew yang keluar dari dalam ruang meeting dengan ponsel yang menempel di telinga kanannya. Matt tampak serius dan wajahnya tegang hingga Lili terkejut dengan getaran pada ponsel miliknya yang menderu diatas meja. Akun Tamagotchi meneleponnya, dan seketika dirinya panik. “Ya Tuhan, dia… dia…” Lili kian terkejut saat mendapati Devon yang melirik dirinya dengan curiga. Lili tersenyum aneh dan menyambar ponselnya untuk menjawab. “Hallo,” kata Lili sambil menarik napas setelahnya dan berjalan menjauh dari meja kerjanya. “Hi, Lili. Ini aku---” “Ya, aku tahu.” Lili memotong dengan cepat, secepat langkahnya melewati lorong dan lobi kantor sebelum keluar. “Apa aku telah mengganggumu? Kau sedang sibuk?” tanya pria itu beruntun, suaranya terdengar antusias. Lili menghela napas sekali lagi dan menghembuskannya dengan kasar. “Aku, ya aku sedang ada pekerjaan dan juga persiapan meeting.” Lili mencari alasan yang masuk akal. Tampak orang berlalu lalang, berhenti di depan lift. “Maafkan aku, jika aku…jika aku telah mengganggumu. Aku akan---” “Tidak, tidak. Tidak masalah bagiku.” “Syukurlah. Senang mendengarnya.” Lili terdiam, mencoba untuk menilainya dari suara sekaligus mengingat foto yang terpasang di photo profile di akun perjodohan dan aplikasi w******p-nya. “Terima kasih, Lili.” “Terima kasih untuk apa?” tanya Lili bingung. Lili berjalan mondar-mandir di lorong antara lobi dan lift. Terdengar pria itu terkekeh sebentar. Lili merasakan tak hanya dirinya yang gugup, tapi dia juga. Pria yang sedang berbicara dengannya. Jika Lili tak salah merasakan. “Terima kasih karena kau berkenan menerima perkenalan dariku. Dan sekarang… Kau bersedia menerima teleponku.” Lili tertunduk, tersenyum seorang diri. “Aku juga senang berkenalan denganmu…” Kalimat Lili menggantung, ia merasa ragu untuk menyebutkan nama pria yang meneleponnya, pria itu menggunakan nama yang ia sematkan pada profile akun perjodohan itu. “Panggil aku Dean.” Lili merasa pria itu bisa membaca pikirannya. “Dean?” Lili mengulang apa yang didengarnya. Dean menarik napas, Lili mendengarnya di ujung ponsel yang menempel di telinganya. “Apa pekerjaanmu?” tanya Lili. Ia belum terpikir pertanyaan lainnya. Hanya itu yang terlintas di kepalanya saat ini. “Aku hanya bertugas mengawasi proyek.” Dean mengatakannya dengan datar. Ada jeda sebentar saat Lili mulai berpikir tentang pekerjaan sebagai pengawas proyek pertambangan. “Aku akan meneleponmu kembali nanti. Ada yang harus aku lakukan. Kabari aku jika kau tidak sibuk.” Lili tak langsung menjawab. Menatap Diana yang ada dibalik meja resepsionis, ia sedang berbicara di ujung teleponnya juga. “Ya. Tentu. Aku akan mengabarimu nanti.” “Bye, Lili.” Sebelum Lili menjawab, telepon sudah terputus. Lili memandangi layar ponselnya yang telah berubah gelap kembali. Jantungnya terasa berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Lili merasakan perasaan yang aneh. Telah lama ia tak merasakan hal ini. Tamagotchi : Aku bahagia mendengar suaramu, Lili. Terima kasih karena kau telah mencerahkan pagiku hari ini. Pesan yang tiba-tiba masuk. Lili terperangah, dan merasakan perasaan yang bercampur aduk sampai Matt muncul dari pintu lobi. “Lili!” Suara Matt lantang dan membuyarkan lamunan Lili. Ia menoleh untuk mencari asal suara. Matt melambaikan tangannya ke udara, meminta Lili untuk masuk, dengan langkah lebar Lili mendekat dan bergegas kembali memasuki lobi.   ***   “Bagaimana, Sayang?” tanya Nicole usai William mematikan ponselnya. Nicole tersenyum lebar, ia memberi sebuah kecupan di pipi William. “Dia, sepertinya dia sedang ada pekerjaan,” William mengatakannya dengan enggan. Ia berjalan meninggalkan Nicole. “Kau akan kemana?” “Aku butuh udara segar,” seloroh William sambil berlalu pergi meninggalkan Nicole dan sederetan orang yang sedang mencari mangsa melalui situs perjodohan. William merasakan dirinya muak menjadi sosok William dan harus berada di tengah-tengah sindikat jual beli manusia. Ia ingin segera menjadi William Mason yang seorang polisi dengan lulusan terbaik. Langkah William menghilang di perempatan jalan. Dan Nicole langsung mengisyaratkan salah seorang antara anak buah ayahnya untuk mendekat. “Ikuti dia. Pastikan semuanya berjalan,” ucap Nicole dan pria itu mengangguk sebelum pergi.   ***   Deretan nama Lili Dannett masuk dalam pencarian kepolisian London. Castel dan Steve mengamati nama-nama yang muncul di hasil pencariannya. “Kau sudah meminta nomor ponselnya pada William?” tanya Steve yang berdiri menjulang di belakang kursi yang diduduki Castel. “Aku sudah menghubunginya, tapi tidak dijawab.” Steve mengangguk pelan. Ia berjalan ke arah sofa, menghempaskan tubuhnya disana. “Aku baru mendapatkan informasi jika transaksi korban Brigitt akan dilakukan malam ini,” ungkap Castel sambil memutar kursi beroda yang didudukinya. Keduanya saling menatap satu sama lain. “Aku telah meminta dua orang untuk menyelidiki situs perjodohan itu,” imbuh Castel sebelum ia berdiri untuk menyerahkan selembar dokumen kepada Steve. “Apa rencanamu untuk Marcus, Steve?” “Semua harus dibangun untuk memastikan semuanya berjalan. Kita selamatkan Brigitt dan---” “Situs perjodohan?” Sambar Castel dengan pertanyaan sebelum sebuah pesan masuk dalam ponselnya. Sederet nomor milik Lili yang berhasil dikirimkan William kepada Castel. “William mengirimkan nomornya.” Castel langsung kembali duduk di kursi yang ia tinggalkan beberapa menit sebelumnya. Meretas semua informasi yang bisa ia dapatkan. William : Kirimi aku semua informasinya. Aku sedang diikuti. Pesan keduanya dikirimkan William.   *** Bersambung... Jangan lupa LOPE nya ya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD