Selamat membaca
Daddy senang melihat pemandangan di depannya ini .
Daddy teringat sesuatu "Oh ya Brian, mumpung kalian di sini , Daddy mau memberitahukan kalau malam ini Daddy mendapat undangan pesta ulang tahun anak rekan Daddy. Daddy tidak bisa malam ini, kau mau kan menggantikan Daddy, bawalah Aqira sebagai pasanganmu, kau tidak masalah bukan?" tanya Daddy.
Brian berpikir sejenak , terselip senyum menyeringai di wajahnya yang tidak disadari orang orang di meja makan itu.
"Baiklah Dad, aku tidak masalah." jawabnya.
"Bagaimana Aqira, kau maukan menemani suamimu nanti malam?" tanya Daddy pada Aqira.
"I..iya Dad, Aqira mau." tersenyum menjawab ayah mertuanya itu.
"Baiklah, malam ini Daddy percayakan padamu Son." kata Daddy.
•••••
Jam menunjukkan pukul enam sore, Aqira sudah bersiap siap untuk berangkat ke pesta rekan Daddy, dia mengenakan gaun malam panjang berwarna hitam. Begitu juga dengan Brian, dia sudah siap dengan kemeja putih dibalut dengan jas hitamnya menambah ketampanan dan kegagahannya.
Brian keluar dari walk in closet, dia tertegun memandang Aqira dari atas hingga ke bawah Aqira tampak anggun dan menawan malam itu, terlihat dewasa tidak seperti biasanya yang seperti gadis remaja .

Jujur saja Brian sangat terpesona dengan penampilan Aqira saat ini, tapi segera ditepisnya pemikiran itu .
Gadis ini adalah rubah licik, tidak seharusnya aku mengaguminya pikir Brian .
"Kau sudah siap, kau terlihat cantik malam ini istriku." ucap Brian, entah apa yang ada dipikirannya tidak ada yang tau.
"B..benarkah? Terima kasih." jawabnya tersenyum .
Brian dan Aqira sudah sampai di depan mansion rekan Daddy tempat diadakannya pesta itu.
Mereka turun dari mobil, Aqira memegang lengan Brian, mereka berjalan berdampingan.
Saat sampai di dalam aula yang begitu luas, nampak sudah banyak para tamu undanganAqira tidak mengenal satupun dari mereka.
"Aku mau ke toilet sebentar tunggu aku di sana." tunjuk Brian ke sebuah meja kosong.
Aqira mengangguk lalu berjalan ke arah meja kosong itu.
Brian tersenyum penuh ironi memandang punggung Aqira, entah apa yang dipikirkannya.
Sudah dua puluh menit Aqira duduk di kursi itu tapi Brian tak kunjung datang, dia seperti orang kebingungan di situ celingukan mencari sang suami.
Dia sudah tidak sabar lagi, dia bangkit dari duduknya untuk mencari Brian. Saat dia berjalan melewati keramaian itu, seorang pelayan yang sedang membawa minuman di atas nampan ditangannya, menabrak Aqira dengan sengaja .
Minuman itu melayang dan mengenai gaunnya dan juga gaun seorang wanita cantik yang sedang duduk di dekat Aqira.
Kini Aqira dan pelayan itu menjadi pusat perhatian tamu tamu di ruangan itu .
"Hei kau, apa yang kau lakukan." bentak wanita yang terkena minuman tadi.
Wanita itu memandang Aqira dan pelayan itu seakan menilai penampilannya.
"Maaf saya tidak sengaja, wanita ini sengaja menabrak saya nona Siska." ucap pelayan itu menyalahkan Aqira.
"A..Apa maksudmu, tadi kau datang tiba tiba menabrakku kenapa kau menuduhku." ucap Aqira terbata bata.
"Hei kau, apa aku punya masalah denganmu, beraninya kau menyiramku!"
"Kau tau siapa aku? Aku ini tamu kehormatan di sini, beraninya kau menyiramku!" bentak wanita itu.
"Maaf nona, kenapa anda menyalahkan saya, di sini saya juga terkena minumannya, dia yang menabrak saya tadi." ucap Aqira dengan berani.
Siska beralih menatap pelayan itu "Bukan nona Siska, wanita ini yang menabrakku, dia sengaja tadi." ucap pelayan itu dengan tegas.
"Kau dengar?"
Kau tidak bisa mengelak lagi, kau harus bertanggung jawab!!" bentak Siska.
"Maaf nona, untuk apa saya bertanggung jawab padahal bukan saya yang melakukannya?!" tegas Aqira.
"Beraninya kau melawanku!" Siska mengambil minuman di atas meja dekatnya dan menyiramkannya ke wajah Aqira dengan kasar. Lalu dia menjambak Aqira sehingga kepala Aqira mendongak ke atas.
"Sepertinya kau belum tau siapa aku rupanya, kau pikir setelah melawanku kau bisa lolos?!"
"Memangnya kau dari keluarga mana sampai berani melawanku, huh? Jawab!!!!" bentak Siska.
"A ..aaku Aqira ...istri Brian Charles." ucap Aqira terbata, air matanya sudah berlinang menahan sakit rambutnya yang ditarik kuat.
Semua tertegun mendengar ucapan Aqira barusan.
"Istri Brian Charles? Hah yang benar saja, mana mungkin Brian mau menikah dengan wanita rendahan sepertimu. Dasar wanita tidak tau diri!! Apakah kau sadar?"
"Hahaha.. lihatlah semuanya, gadis ini mengaku istri Brian Charles, apa kalian percaya? Hanya orang bodoh saja yang percaya omong kosong gadis ini."
Semua tertawa mendengar ucapan Siska.
"Kalau kau tidak percaya... kau bisa tanyakan padanya, dia juga di pesta ini." Ucap Aqira menahan isakan sembari matanya memandang para tamu undangan mencari sang suami.
Matanya berhenti pada sosok yang sudah menjadi suaminya, saat dia ingin bicara dia menutup mulutnya kembali melihat sang suami sedang bergandengan mesra dengan wanita cantik dan seksi.
Tamu undangan mengikuti pandangan Aqira. Mereka memandang Brian berdiri dengan gagah untuk meminta jawaban.
"Aku tidak mengenalnya." bagai terhantam batu, hati Aqira begitu sakit mendengar ucapan singkat suaminya itu.
Sungguh, mungkin ini adalah hal yang paling menyakitkan dari semua musibah yang pernah dia alami.
"Kau dengar? Brian bahkan tidak mengenalmu jadi berhenti berkhayal.
Dasar wanita tidak tau diri." ucap Siska menghempaskan tubuh Aqira hingga terjerembab di lantai.
Semua orang di ruangan itu berdecih menatap Aqira, melayangkan pandangan merendahkan terhadap Aqira.
Semua tamu undangan akhirnya meninggalkan Aqira di lantai yang menangis tersedu sedu, setelah MC bersuara dari depan agar semua tamu berkumpul untuk segera memulai acara .
Aqira tidak tau lagi harus bagaimana, dia dipermalukan di depan umum, bahkan suaminya tidak mengakuinya, dia ingin pergi dari sini. Tapi untuk bangkit berdiri saja dia tidak mampu.
Pikirannya terlalu kalut akan semua yang terjadi barusan.
Hingga dia merasakan sepasang tangan menyentuh kedua bahunya dan membantu Aqira berdiri. Aqira memandang orang itu, seorang laki laki tinggi dengan perawakan tampan tidak jauh berbeda dari suaminya.
Lelaki itu merangkul bahu Aqira dan berkata, "Ayo keluar dari sini."
Aqira menurut saja, pikirannya sudah tidak jernih lagi. Tidak peduli siapa pria ini yang penting dia segera keluar dari tempat ini.
Di parkiran, pria yang menolong Aqira membukakan pintu mobilnya untuk Aqira. Aqira tidak bergeming, dia memandang pria itu.
Seperti tau apa yang dipikirkan Aqira lalu dia berkata. "Aku tidak akan berbuat macam-macam, aku akan mengantarmu pulang. Lagi pula, ini sudah malam, tidak baik seorang gadis sepertimu pulang sendirian." ucap pria itu meyakinkan.
Aqira memandang lekat pria itu penuh selidik nampaknya pria itu tidak berbohong, sepertinya dia pria yang baik.Dan akhirnya mengangguk masuk ke dalam mobil.
Pria itu tersenyum melihat tingkah Aqira yang masih waspada dalam keadaannya yang seperti ini. Menarik, pikirnya
Pria itu mulai menjalankan mobilnya
"Di mana rumahmu?" tanya pria itu
"Di kawasan X." jawab Aqira
"Sepertinya kau orang berada." tanya pria itu
"Huh..?" bingung Aqira
"Iya bukankah kawasan itu kawasan elit, hanya orang berada yang bisa tinggal di sana." jelas pria itu.
"Oh ya namaku Hans, Hans Marcus.
Namamu siapa?" tanya Hans.
"A..ku Aqira Raina." jawabnya singkat.
"Apakah benar kau istri Brian Charles seperti yang kau ucapkan tadi di pesta? Maaf kalau aku terlalu lancang." tanya Hans.
"Tidak apa apa, mungkin kau juga tidak percaya." sahutnya.
"Tidak tidak, maksudku bukan begitu
aku hanya ingin memastikannya saja."
"Iya aku memang istri Brian Charles
kami baru menikah dua minggu yang lalu, hanya ada acara kecil-kecilan saja dan tidak dipublikasikan, makanya tidak banyak yang tau." terang Aqira.
"Tapi kenapa tadi Brian..."
"Entahlah." ucapan Hans terpotong oleh Aqira.
"Maaf aku tidak berniat menyinggungmu." ujar Hans.
"Tidak apa apa."
Setelah itu di dalam mobil tidak ada yang bersuara .Hans tidak membahas kejadian tadi, mungkin Aqira tidak ingin membahasnya pikirnya.
Sedangkan Aqira kalut dengan pikirannya sendiri. Dia bingung, kemarin suaminya itu begitu lembut tapi kenapa tadi tidak mangakuinya istrinya.
Sepanjang perjalanan Aqira hanya memikirkan sikap suaminya itu sampai tidak sadar kalau mobil mereka sudah sampai di depan mansion keluarga Charles.
"Kita sudah sampai." Hans membuyarkan lamunan Aqira.
"Bagaimana kau tau tempat tinggalku?" heran Aqira.
"Kau tadi mengatakan kalau kau istri Brian bukan?" ucapnya
"Iya , sekarang aku mengerti."
"Terima kasih banyak kau sudah mengantarku. Dan juga tadi kau menolongku. Sekali lagi terima kasih." tutur Aqira.
"Tidak masalah, jangan terlalu sungkan. Sudah seharusnya kita menolong orang yang sedang kesulitan." jawab Hans.
"Aku tidak tau harus bagaimana membalasmu." ucap Aqira.
Hans berpikir sejenak dan berkata, "Mmm kalau kau ingin membalasku, kau bisa lain waktu mentraktirku." ujarnya
"Traktir?"
"Ya, kau bersedia?"
"Baiklah aku akan mentraktirmu, sekali lagi terima kasih." ucap Aqira tersenyum lalu membuka pintu mobil.
Tapi tangannya berhenti saat teringat sesuatu, "Bagaimana aku mengabari untuk mentraktirmu." ucapnya lalu berbalik ke arah Hans.
Saat berbalik Hans sudah menggoyang-goyangkan ponselnya sambil tersenyum pada Aqira.
Aqira tersenyum lalu mengambil ponsel Hans lalu mengetikkan nomor ponselnya. Lalu mengembalikan pada sang pemilik ponsel.
"Kalau begitu aku masuk dulu,
sampai jumpa lain waktu. Hati-hati di jalan." ucap Aqira
"Iya terima kasih nomornya, aku pergi." ucap Hans tersenyum senang ke arah Aqira dan berlalu begitu saja dari hadapan Aqira.
Aqira bingung dengan ucapan Hans tadi, terima kasih nomornya?
Apa maksudnya? Sudahlah tidak penting pikirnya. Lalu segera memasuki mansion.
Sedari tadi Aqira tidak menyadari seseorang di seberang jalan tidak jauh dari parkirnya mobil Hans sedang mengawasi mereka dari balik kaca mobil. Orang itu mengepalkan tangannya melihat dua orang tadi.