06 - Perdebatan

1059 Words
Jeno terbangun dari tidurnya dan menatap pada gadis yang berbaring di atas ranjang dan jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Jeno turun dari atas sofa dan berjalan menuju ranjang dan membangunkan Alice lembut. “Alice. Alice. Alice.” panggil Jeno membuat gadis itu yang awalnya tertidur langsung terbangun dan menendang Jeno. Membuat Jeno tersungkur di lantai sambil mengusap pantatnya yang sakit. “Kau siapa? Kau mau memperkosaku?” tuduh Alice menutup tubuhnya menggunakan selimut. Jeno yang mendengar tuduhan dari gadis itu memutar bola matanya. “Kau lupa? Kalau aku dan dirimu sudah menikah,” ucap Jeno kembali duduk di sofa. Alice yang mendengar itu kembali mengingat kejadian hari ini. Alice meringis dan turun dari atas ranjang menghampiri Jeno yang masih saja kesakitan. Alice duduk di samping pria itu dan merasa bersalah. Alice tidak bermaksud melakukan itu pada Jeno. “Kau tidak apa-apa? Aku minta maaf. Aku belum terbiasa dengan keadaan seperti ini. apalagi kau bukan orang yang aku kenal,” ucap Alice meminta maaf. Jeno mengerti dengan apa yang dirasakan oleh Alice. Pria itu memaafkan Alice dan tersenyum manis pada Alice. “Tidak perlu meminta maaf. Ini juga bukan hal yang mudah untukmu. Kau ingin makan? Kita akan makan bersama dengan yang lainnya. Kau tidak perlu takut dengan keluargaku. Mereka semua prinsipnya lebih sayang mantu daripada anak sendiri,” kata Jeno. Alice mengangkat sebelah alisnya. “Kau serius dengan apa yang kau katakan? Bukannya ibu mertua akan lebih sayang putranya daripada menantunya sendiri?” Jeno melihat pada Alice. “Kau salah Alice. Kau harus akrab dengan keluargaku dan lihat bagaimana mereka menganak tirikan putra mereka sendiri, karena menantu mereka yang cantik,” ucap Jeno yang sudah melihat Ibu Vero yang sangat menyayangi Anna—dan akan membela Anna selalu tanpa membela Vero sedikitpun. “Hem. Keluargamu tampaknya sangat asik sekali. Aku akan berusaha untuk dekat dengan mereka semuanya.” Alice tersenyum manis mengatakan itu. Jeno mengangguk. “Aku jamin kau tidak akan membutuhkan waktu lama akrab dengan mereka. Mereka semuanya menyambut dengan baik orang baru masuk ke keluarga kami.” Jeno berdiri dari tempat duduknya. Jeno membuka kopernya yang dibawa oleh asistennya ke sini. Jeno sengaja untuk tidur di kamar Alice seterusnya sampai mereka kembali lagi ke Jakarta dan menemui keluarga gadis itu dan menjelaskan semuanya. Jeno melirik pada Alice dan baru ingat. “Alice, keluargamu bukan yang suka menghajar orang bukan? maksudku, kalau aku dihajar karena menikahi anak gadisnya tanpa izin mereka,” ucap Jeno membayangkan kalau wajah tampannya akan rusak karena dipukul oleh keluarga Alice. Alice melihat pada Jeno dan mengedik. Dia tidak tahu sama sekali. Selama ini Alice tidak pernah mengenalkan seorang pria ke keluarganya. Kalaupun dia punya pacar, itupun dia pacaran diam-diam dari keluarganya dan tidak pernah serius sama sekali dengan seorang laki-laki. “Aku tidak tahu. Kita lihat saja nanti,” ucap Alice berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju kopernya dan mengambil pakaiannya lalu berjalan menuju kamar mandi. Alice mengunci pintu kamar mandi dari dalam agar Jeno tidak bisa masuk. Jeno bingung dengan apa yang dikatakan oleh Alice. Alice tidak tahu keluarganya akan marah atau tidak. Sebenarnya Alice paham atau tidak bagaimana keluarganya sendiri. Jeno tidak peduli sama sekali. nanti saja kalau sudah ketemu baru dipikirkan dan persiapkan dirinya sebelum dihajar oleh keluarga gadis itu. *** *** Jeno dan Alice turun ke bawah dan menatap keluarga Jeno yang sudah duduk di meja makan. Vera menghampiri Alice dengan senyuman lebarnya dan menatap putranya masam. “Alice, kau baik-baik saja sayang? Jangan sakit lagi. Oh, iya, keluargamu mana? Mama tidak melihatnya sama sekali.” Vera bingung ke mana keluarga Alice. Jeno dan Alice yang mendengar itu saling melirik. Mereka tidak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya. Jeno memutar otaknya untuk memberi alasan pada ibunya. “Ohhh itu Ma. Keluarga Alice tidak bisa hadir. Karena ada hal yang penting tidak bisa ditinggalkan. Nanti saat pesta pernikahan di Jakarta, mereka akan datang semuanya kok Ma,” jawab Jeno melebarkan senyumannya. Vera menatap selidik pada putranya ini. “Mama mencium bau-bau bangkai yang kau sembunyikan. Katakan pada Mama, kalau aku mengancam Alice untuk menikah denganmu dan membawanya kabur ke Bali. Karena kau tidak direstui oleh keluarga Alice,” tuduh Vera yang sangat yakin dengan tuduhannya. “Ma, jangan sembarang menuduh. Jeno itu anak baik dan juga tampan. Tidak mungkin Jeno melakukan itu, Mama harus melihat sisi baik Jeno walaupun tidak ada sisi baik sama sekali,” kata Jeno tertawa. Vera menendang lutut putranya. “Benar-benar. Rugi Mama hamil kamu waktu dulu. Kalau kelakuanmu melebihi pasien rumah sakit jiwa. Sudah kamu makan sana, lama-lama Mama bisa jantungan dengar suara kamu yang seperti malaikat penyabut nyawa!” decak Vera. Jeno memutar bola matanya dan membawa Alice untuk duduk. Baru Alice akan duduk di samping Jeno. Vera sudah menariknya dan menatap putranya tajam. “Kamu jangan nodai mantu Mama, dengan duduk di samping kamu. Alice sayang, kamu duduk di samping Mama saja. Kalau kamu duduk di samping Jeno yang ada kamu nanti ketularan gilanya Jeno. Rugi kalau ketularan gila Jeno. Kalau kecipratan harta Jeno tidak masalah.” Vera mencibir pada putranya yang cemberut padanya. “Ma! Jangan ajarin istri Jeno yang tidak-tidak. Dia tidak akan seperti Mama. Nerima lamaran Papa waktu dulu dengan persyaratan semua harta Papa beralih nama ke nama Mama,” kata Jeno mengingat cerita Papanya. “Itu cara ampuh biar Papa kamu nggak selingkuh. Kalau dia selingkuh, pergi saja dengan selingkuhannya dan jatuh miskin bersama dengan selingkuhannya.” Kata Vera tersenyum lebar. Yang mendengar itu semuanya menggeleng. Dan memilih untuk makan dan tidak mendengarkan perdebatan antara ibu dan anak itu lagi yang tidak akan pernah usai sampai Shindong Super Junior datang ke sini dan menjadi tamu. “Bilang saja Mama mata duitan! Alice, kau jangan contoh ibu mertuamu. Dia itu tidak ada baiknya sama sekali. kebanyakan gilanya,” ucap Jeno tersenyum sinis pada ibunya. Vera dengan kejam melemparkan kepala Jeno menggunakan sendok garpu yang langsung mengenai tangan Jeno. “Jangan sembarangan ngomong! Kamu mau Mama kutuk jadi patung?” tanya Vera. “Nggak Ma. Tapi, apa yang Jeno katakan benar semuanya dan tidak ada kebohongan sama sekali. malahan fakta.” Vera mengambil pisau di atas meja dan akan melemparkan pada anaknya. Alice mengambil pisau itu secara spontan. Alice tidak mau menjadi janda setelah dia menikah baru beberapa menit. Kan tidak etis, baru menikah dan suaminya langsung mati di tangan ibu pria itu. sungguh berita yang luar biasa nantinya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD