05 - Dengarkan Kata Suami

1068 Words
            Jeno masuk ke dalam kamar Alice dan menatap kamar gadis itu yang sangat rapid an berbeda dengan kamarnya sekarang yang bak kapal pecah. Jeno sempat mengacak kamarnya tadi karena terlalu pusing memikirkan siapa yang akan menjadi calon istrinya. Setelah bertemu dengan Alice dan menikah dengan gadis itu.             Hal yang pertama yang akan dilakukan oleh Jeno adalah membersihkan kamarnya. Jeno mengeluarkan ponselnya dan menghubungi orang kepercayaannya untuk membersihkan kamarnya sekarang dan mengatakan kalau dirinya berada dalam kamar istrinya.             “Kau kenapa ikut masuk? Kau tidak ke kamarmu?” tanya Alice berbalik menatap Jeno dengan tatapan tidak sukanya.             Jeno yang mendengar pertanyaan itu tersenyum. “Kenapa? Aku sudah menjadi suamimu sekarang dan sudah sepatutnya aku satu kamar denganmu,” ucap Jeno menaik turunkan alisnya.             Alice yang mendengar itu mendesah kasar dan duduk di atas ranjang. Gadis itu meraih tasnya dan mencari obat sakit kepala. Mana tahu sakit kepalanya bisa hilang setelah meminum obat ini.             “Kau sungguh pusing? Bagaimana kalau kita ke rumah sakit saja. Aku bisa membiayai biaya rumah sakitmu. Bahkan aku bisa membawamu untuk bulan madu ke Paris selama setahun!” ucap Jeno yang semakin membuat kepala Alice sakit.             “Kau bisa diam? Mulutmu minta dijahit ternyata,” kata Alice sengit.             Jeno mengangguk dan pura-pura mengunci mulutnya. “Aku tidak akan bicara lagi,” kata Jeno menyengir.             Alice tidak tahu dirinya mimpi apa semalam. Saat dirinya mengatakan akan berlibur di Bali, hal yang dipikirkan olehnya adalah ketenangan dan mendapatkan ide untuk novelnya yang akan selesai satu bulan lagi.             Eh, ini malah dirinya mendapatkan suami bukan ide yang cemerlang. Mana pria yang menjadi suaminya terlihat banyak bicara dan suka membanggakan dirinya dan juga hartanya. Sebenarnya seberapa kaya Jeno? Alice jadi penasaran             “Kau punya perusahaan sendiri?” tanya Alice.             Jeno mendengar itu mengangguk.             “Kau punya rumah sendiri?”             Jeno juga kembali mengangguk.             “Kau punya mobil sendiri?”             Jeno juga mengangguk.             Alice yang melihat Jeno terus mengangguk dan tidak menjawab pertanyaan sama sekali merasa kesal dan ingin menendang pria itu mengunakan kakinya.             “Kau bisu? Tidak bicara sama sekali saat ditanya!” ujar Alice kesal.             Jeno menghela napasnya. “Bukankah kau menyuruhku untuk tidak bicara lagi? Makanya aku tidak bicara sama sekali.”             Alice merasa malu dan tersenyum. “Kalau aku tanya seharusnya kau bicara dan bukannya mengangguk. Kau ini dari keluarga kaya? Kau punya perusahaaan dan semuanya atas namamu?” tanya Alice.             “Iya, aku punya semuanya dan atas namaku. Kenapa? Kau mau aku alihkan ke atas namamu? Maaf, Alice bukannya aku tidak mau. Kita baru saja menikah dan mengenal. Bisa saja setelah kau mendapatkan semua hartaku dank au meninggalkan diriku dalam kemiskinan.” Jeno menampilkan wajah sedihnya membayangkan dirinya jatuh miskin dan tidak punya apa-apa lagi untuk dibanggakan.             “Aku tidak akan mengambil hartamu. Aku punya asset sendiri walau tidak banyak. Aku bingung, kenapa kau tidak menikah dengan kekasihmu saja?” tanya Alice.             “Aku tidak punya kekasih,” jawab Jeno santai dan memang benar dirinya tidak memiliki kekasih.             Alice tertawa mengejek. “Mana mungkin laki-lakai kaya dan tampan sepertimu tidak memiliki kekasih. Sangat mustahil sekali!”                      Jeno mengangguk. “Memang mustahil sekali. dan rasanya aku juga mustahil bisa menikah denganmu yang cantik dan juga tipeku ternyata. Ah, kau harus dekat dengan Anna. Dia sama sepertimu,” ucap Jeno.                        Alice menaikkan sebelah alisnya. “Anna? Dia kekasihmu?”             “Kekasih? Bisa-bisa aku dibunuh oleh suaminya berani merebut istrinya. Dia istri sepupuku. Dia cantik dan menikah dengan Vero kemarin juga tidak disangka. Dia itu yang memeluk dirimu tadi dengan mengendong anaknya. Dia cantik bukan? Tapi, lebih cantik kamu.” Jeno mengedipkan sebelah matanya.             Alice yang melihat itu mengedik. “Aku tidak akan mempan dengan gombalanmu. Sana kau keluar saja. Aku mau tidur!” Alice mengusir Jeno dari dalam kamarnya. Dirinya sudah mengantuk dan ingin tidur sekarang juga.             Jeno menggeleng. “Aku tidak akan keluar dari dalam kamar ini. bisa saja nanti setelah aku keluar dari dalam kamar ini, kau kabur dan aku akan susah mencari dirimu,” ucap Jeno yang tidak akan keluar.             Jeno takut Alice akan kabur dan tidak tahu ke mana Jeno akan pergi mencari gadis itu. Mungkin Jeno lupa, kalau dirinya orang kaya dan bisa menyuruh orang untuk mencari Alice dan mencari latar belakang Alice.             Alice memutar bola matanya. “Terserah dirimu saja. Aku mau tidur dan ingat jangan macam-macam. Aku tidak mau disentuh olehmu!” peringat Alice.             “Aku tidak akan macam-macam. Hanya satu macam saja, masukin milikku ke dalam milikmu dan kita akan cetak anak,” kata Jeno mengedipkan sebelah matanya menggoda Alice.             Alice yang mendengar itu langsung duduk dan melempar Jeno menggunakan sandalnya dan langsung mengenai kepala pria itu.             “Dasar pria m***m! Mimpi apa aku bisa menikah dengan pria semacam ini. Dan bagaimana bisa aku menurut saja saat ditarik ke atas altar tadi?” tanya Alice memijat keningnya.             Jeno tersenyum. “Kenapa? Masih pusing? Kita ke rumah sakit sekarang. Mana tahu dalam perutmu itu sudah terisi calon anak kita, sehingga kita tidak menunggu waktu lama lagi memiliki anak,” ucap Jeno.             “Gila! Mana mungkin aku hamil hanya gara-gara kau mencium sekilas bibirku di atas altar tadi? Aku pusing karena memikirkan pernikahan mendadak ini dan juga aku tidak mau menikah sebenarnya,” ucap Alice.             “Eh, sekarang kau sudah menikah dan sudah menjadi istriku. Kau tidak boleh menyesal menikah denganku. Aku akan membelikan apa pun yang kau mau. Kau mau tas branded? Aku belikan. Kau mau liburan setiap sekali seminggu? Aku akan bersedia melakukannya. Kau mau istana yang megah? Aku akan membuatkannya untukmu. Istriku adalah Ratu dalam hidupku. Aku tahu kalau kita belum saling mencintai. Tapi, aku yakin suatu hari nanti kita akan saling mencintai dan saling membina rumah tangga ini bersama,” ucap Jeno menatap tulus pada Alice.             Alice mengerjapkan matanya beberapa kali. “Kau tadi makan apa? Sehingga kau mengatakan hal yang bijaksana seperti itu. bukannya kata Mamamu dan istri sepupumu kalau kau tidak waras sama sekali. Tapi, sikapmu barusan seperti orang waras,” ucap Alice.             Jeno berdecak mendengarnya. Awas saja kedua orang itu. “Kau tidak perlu mendengarkan ucapan rumput bergoyang yang tidak jelas sama sekali. Yang perlu kau dengarkan, adalah ucapan pria tampan sepertiku.”             “Terserah. Aku mau kembali tidur.” Alice kembali berbaring dan memejamkan matanya.             “Kenapa perempuan selalu mengatakan kata terserah? Mereka tidak punya kata yang lainkah? Misalnya … cium aku. Itu lebih baik sebenarnya,” ucap Jeno dan berjalan menuju balkon kamar dan duduk di kursi yang ada di balkon.             ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD