Ancaman yang Menghancurkan

1107 Words
Pagi itu, matahari bersinar hangat di atas mansion Darwin Luis, tetapi suasana di dalamnya terasa dingin dan penuh ketegangan. Darwin duduk di ruang kerjanya yang megah, dengan secangkir kopi yang mengepul di tangannya. Di hadapannya, laporan dan dokumen tersebar, tetapi fokusnya tertuju pada satu hal: Elsa. “Kau yakin Elsa mulai mempertimbangkan pria itu lagi?” tanyanya tegas kepada asistennya, seorang pria berpenampilan rapi yang berdiri kaku di depan meja. “Ya, Tuan Darwin,” jawab pria itu dengan nada hati-hati. “Abizar beberapa kali datang ke mansion Elsa. Bahkan, dia memberikan sesuatu yang membuat nona Elsa berubah pikiran.” Darwin mengetuk permukaan meja dengan ujung jarinya, memikirkan langkah selanjutnya. “Ini tidak bisa dibiarkan. Elsa adalah keluarga, dan aku tidak akan membiarkan nama keluargaku tercemar karena dia terlibat dengan seseorang seperti Abizar.” Asisten itu mengangguk setuju. “Apa langkah selanjutnya, Tuan?” Darwin menatap tajam ke luar jendela, ke arah kebun luas yang tampak tenang. “Kita beri dia peringatan. Kalau dia tidak paham, kita paksa dia mundur.” --- Di mansion Elsa Elsa duduk di kursi rotan di teras belakang rumahnya. Sepiring kue dan secangkir teh ada di meja kecil di sebelahnya, tetapi ia bahkan tidak menyentuhnya. Pikirannya sibuk memutar ulang kejadian-kejadian terakhir. Rekaman dan bukti yang diberikan Abizar masih teringat jelas di benaknya. Setiap gambar, setiap detail, seolah membangunkan sesuatu di dalam dirinya. Abizar, dengan segala kekakuannya, telah menunjukkan sisi yang selama ini tidak ia sadari—kesungguhannya. “Kenapa aku masih ragu?” Elsa bergumam pada dirinya sendiri. Livia, yang muncul membawa selimut untuk menutupi bahu Elsa, menyahut, “Karena luka itu masih ada, Elsa. Kau hanya perlu waktu untuk menyembuhkannya.” Elsa tersenyum tipis kepada sahabatnya itu. “Apa aku terlalu keras padanya?” Livia duduk di sebelahnya, menatapnya dengan penuh perhatian. “Kau hanya ingin memastikan dia tidak melukaimu lagi. Itu wajar. Tapi kau juga harus bertanya pada hatimu—apa kau siap memberikan kesempatan itu?” Pertanyaan Livia menusuk hingga ke dasar hati Elsa. Ia tahu jawabannya ada di sana, tetapi mengungkapnya masih terasa terlalu sulit. --- Di sisi lain kota Abizar berada di sebuah ruangan kecil di kafe favoritnya bersama Hiro. Di meja mereka, amplop cokelat berisi bukti-bukti yang sudah ia tunjukkan kepada Elsa kini kosong, tetapi pikirannya jauh dari selesai. “Kau yakin ini langkah yang benar?” tanya Hiro sambil mengaduk kopinya. “Mendekati Elsa lagi setelah semua yang terjadi? Darwin Luis bukan orang yang bisa dianggap remeh.” Abizar mendongak, menatap sahabatnya dengan tatapan tegas. “Aku tidak peduli dengan Darwin atau siapa pun yang menghalangiku. Elsa berhak tahu kebenarannya, dan aku berhak memperjuangkan cintaku.” Hiro tersenyum kecil. “Kau keras kepala, itu pasti. Tapi kau harus bersiap menghadapi konsekuensinya. Darwin bisa melakukan apa saja untuk melindungi reputasi keluarganya.” “Aku tahu,” jawab Abizar. “Dan aku sudah siap. Aku tidak akan lari lagi.” Hiro mengangguk, tetapi kekhawatiran tetap membayang di wajahnya. “Hati-hati, Z. Orang seperti Darwin tidak hanya menggunakan ancaman kata-kata.” Abizar hanya tersenyum tipis, tetapi dalam hatinya ia tahu Hiro benar. Ancaman dari Darwin bukan sesuatu yang bisa diabaikan. Namun, untuk Elsa, ia akan menghadapi apa pun. --- Di mansion Darwin Luis Darwin duduk di meja makan bersama istrinya, Maya Agatha. Maya menyajikan secangkir teh untuknya, tetapi ekspresi Darwin tidak santai seperti biasanya. “Kau kelihatan tegang,” komentar Maya, meletakkan teh di hadapannya. “Ada masalah?” Darwin menghela napas, lalu menatap Maya dengan serius. “Ini tentang Elsa dan Abizar.” Maya mengerutkan kening. “Apa yang terjadi?” “Abizar mendekatinya lagi,” jawab Darwin tegas. “Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Elsa terlalu berharga untuk dirusak oleh orang seperti dia.” Maya duduk di sebelah suaminya, menggenggam tangannya lembut. “Darwin, Elsa sudah dewasa. Kau tidak bisa mengontrol semua pilihannya. Mungkin, kau harus mempercayai penilaiannya.” Darwin menggeleng. “Aku tidak bisa mengambil risiko. Kau tahu seberapa berbahayanya Abizar. Dia mungkin terlihat tenang sekarang, tapi latar belakangnya... hubungan dengan mafia Jepang itu... semuanya bisa menghancurkan Elsa.” Maya menatap suaminya lama. Ia tahu Darwin hanya ingin melindungi Elsa, tetapi cara-cara ekstremnya sering kali membawa lebih banyak masalah daripada solusi. --- Sore di mansion Elsa Saat Elsa sedang membaca buku di ruang tamu, suara bel pintu membuatnya terhenti. Livia yang membukakan pintu, dan wajahnya langsung berubah tegang saat melihat siapa yang datang. “Darwin,” sapanya pelan. Elsa bangkit dari sofa, terkejut melihat kakak iparnya berdiri di pintu. “Darwin, ada apa?” Darwin melangkah masuk, tatapannya tajam seperti biasa. “Kita perlu bicara.” Elsa ragu sejenak, tetapi akhirnya mengangguk. “Di ruang tamu.” Saat mereka duduk, Darwin langsung memulai pembicaraan tanpa basa-basi. “Kudengar Abizar mendekatimu lagi.” Elsa tertegun. “Darwin, aku—” “Aku tidak datang untuk mendengar alasanmu,” potong Darwin. “Aku hanya ingin memperingatkanmu. Abizar bukan pria yang tepat untukmu. Dia berbahaya, Elsa.” “Berbahaya?” Elsa menatap Darwin dengan alis terangkat. “Darwin, kau tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia sudah membuktikan semuanya. Semua itu adalah jebakan Natasya!” “Tapi itu tidak mengubah siapa dia,” kata Darwin dengan nada yang semakin tegas. “Dia masih seseorang yang terkait dengan mafia. Kau tahu apa yang akan terjadi jika kau terlibat dengan seseorang seperti itu?” Elsa merasa darahnya mendidih. “Kau tidak berhak memutuskan siapa yang pantas untukku, Darwin. Ini hidupku, bukan reputasimu yang sedang kau lindungi.” Darwin mengepalkan tangannya di atas meja. “Elsa, kau tahu aku hanya ingin melindungimu. Aku tidak akan membiarkan kau menghancurkan hidupmu.” Elsa berdiri, menatap Darwin dengan mata yang penuh ketegasan. “Aku menghargai perhatianmu, tapi aku cukup dewasa untuk membuat keputusan sendiri.” Darwin mendesah berat, tetapi tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia tahu argumen ini tidak akan membawa mereka ke mana-mana. --- Malam di mansion Abizar Abizar sedang memeriksa dokumen di ruang kerjanya ketika ponselnya bergetar di meja. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal. “Jika kamu terus mendekati Elsa, kamu akan menyesal seumur hidupmu.” Abizar membaca pesan itu berulang kali, rahangnya mengeras. Ia tahu pesan itu hanya bisa berasal dari satu orang—Darwin Luis. Namun, bukannya mundur, pesan itu justru membuat tekad Abizar semakin kuat. Ia tahu ini bukan hanya tentang membuktikan dirinya kepada Elsa, tetapi juga melindungi wanita yang dicintainya dari orang-orang yang mencoba mengontrol hidupnya. Dengan tangan yang mantap, Abizar membalas pesan itu. “Aku tidak takut pada ancamanmu. Elsa bukan milikmu. Aku akan melindunginya, apa pun risikonya.” Pesan terkirim. Abizar menatap layar ponselnya dengan dingin, tahu bahwa langkah ini mungkin akan membawa konflik yang lebih besar. Tapi demi Elsa, ia siap menghadapi semuanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD