Melangkah Tanpa Cinta

1035 Words
Hening malam menyelimuti mansion Abizar, tetapi pikirannya terus bergejolak. Setelah pertemuan terakhirnya dengan Elsa, ia merasa seolah semua usahanya sia-sia. Wanita itu telah memutuskan hubungan mereka—meski tanpa kata-kata langsung, tatapan dinginnya sudah cukup memberi Abizar jawaban yang pahit. Abizar berdiri di balkon, menatap langit yang penuh bintang. Udara dingin menusuk kulitnya, tetapi hatinya terasa lebih dingin. Ia menggenggam ponselnya erat, membaca ulang pesan dari Hiro. "Ada bukti baru. Kau harus lihat ini secepatnya." Tanpa ragu, Abizar melangkah masuk ke dalam mansion dan meraih jaket kulitnya. Ia tahu hanya ada satu cara untuk memperbaiki semuanya: mengungkap kebenaran di balik foto itu. --- Di markas Hiro “Bukti apa yang kau temukan?” tanya Abizar langsung, tanpa basa-basi. Hiro, pria berambut pendek dengan tatapan tajam, menyerahkan sebuah amplop cokelat. “Ini rekaman dari kamera pengawas restoran malam itu. Tidak semua sudut restoran dipantau, tapi aku berhasil menemukan sesuatu yang mencurigakan.” Abizar membuka amplop itu dengan tangan gemetar. Di dalamnya, terdapat beberapa cetakan gambar dan sebuah flash drive. Gambar-gambar itu menunjukkan sudut pandang berbeda dari foto yang dikirimkan pada Elsa. Di salah satu gambar, Natasya terlihat jelas sedang memberi isyarat pada seorang pria dengan kamera. “Mereka bekerja sama,” gumam Abizar, suaranya rendah namun penuh kemarahan. “Dia benar-benar mengatur semua ini.” Hiro mengangguk. “Aku juga menemukan bukti p********n dari rekening Natasya ke pelayan restoran. Dia membayar mereka untuk memastikan sudut pandang foto membuatmu terlihat seperti... kau merangkulnya.” Abizar mengepalkan tangannya. Wajahnya berubah tegang, tetapi matanya bersinar dengan tekad. “Dia harus membayar untuk ini. Tapi lebih penting lagi, aku harus memastikan Elsa tahu kebenarannya.” --- Di mansion Elsa Elsa duduk di ruang tamu, membolak-balik halaman sebuah n****+ tanpa benar-benar membaca isinya. Kepalanya dipenuhi kenangan tentang Abizar. Bagaimana pria itu berusaha menjelaskan, bagaimana tatapannya penuh dengan rasa sakit yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Tapi foto itu... terlalu jelas. Livia masuk membawa secangkir teh hangat dan duduk di sebelah Elsa. “Kau masih memikirkannya, ya?” tanyanya pelan. Elsa mendesah. “Aku ingin percaya padanya, Liv. Tapi aku tidak bisa. Selalu ada sesuatu yang membuatku ragu.” “Kalau begitu, kau harus memberi waktu pada dirimu sendiri,” kata Livia bijak. “Tapi aku juga yakin, kalau Abizar benar-benar mencintaimu, dia tidak akan menyerah begitu saja.” Elsa hanya mengangguk pelan. Ia ingin percaya bahwa Abizar adalah orang yang berbeda, tetapi rasa sakit dari masa lalu terlalu sulit untuk diabaikan. --- Di sisi lain kota Natasya sedang duduk di sebuah lounge mewah, menikmati segelas anggur merah. Senyumnya penuh kemenangan. Ia tahu Elsa telah memutuskan hubungan dengan Abizar. Itu berarti langkah pertamanya berhasil. Seorang pria berpakaian rapi menghampirinya. “Semua sudah dilakukan sesuai rencana, Nona. Tidak ada yang mencurigai apapun.” Natasya mengangguk, merasa puas. “Bagus. Pastikan tidak ada yang menghubungkan aku dengan ini. Aku ingin Abizar belajar bahwa aku selalu menang.” Pria itu mengangguk hormat sebelum pergi. Natasya menyesap anggurnya lagi, membiarkan rasa manis dan pahit menyatu di lidahnya. Dalam pikirannya, Abizar sudah kalah. --- Di mansion Abizar Abizar duduk di ruang kerjanya, menatap layar laptop. Ia memutar rekaman dari flash drive yang diberikan Hiro. Di dalam video itu, Natasya terlihat memberikan instruksi kepada pelayan restoran, dan pria dengan kamera besar mengambil posisi di dekat meja mereka. Setiap detik yang ia tonton membuat darahnya mendidih. Kemarahan memenuhi dadanya, tetapi ia menahannya. Ia tahu harus tetap tenang jika ingin menyelesaikan semua ini. Tiba-tiba, ia melihat sesuatu yang membuatnya berhenti bernapas. Sebuah pesan dari ponsel pelayan itu muncul di layar, difokuskan oleh kamera pengawas. Pesan itu berasal dari Natasya. "Pastikan fotonya terlihat seperti dia merangkulku." Abizar menutup laptopnya dengan gerakan tegas. “Ini cukup,” gumamnya. “Aku akan membersihkan namaku, Elsa. Kau akan tahu siapa yang sebenarnya salah di sini.” --- Keesokan harinya Abizar menemui Hiro di sebuah kafe kecil. Mereka duduk di sudut ruangan yang sepi, berbicara pelan agar tidak menarik perhatian. “Apa langkahmu selanjutnya?” tanya Hiro sambil menyeruput kopinya. “Aku akan menunjukkan semuanya pada Elsa,” jawab Abizar. “Tapi aku perlu bukti yang tak terbantahkan. Aku ingin dia tahu ini bukan sekadar klaim.” Hiro mengangguk. “Aku sudah menyiapkan dokumen dan rekaman ini dalam bentuk salinan. Kau bisa menggunakannya.” Abizar meraih amplop yang diberikan Hiro. “Terima kasih. Kau telah banyak membantu.” “Jangan berterima kasih dulu,” kata Hiro, setengah bercanda. “Aku tidak tahu bagaimana reaksi Elsa nanti.” Abizar tersenyum tipis. “Aku juga tidak. Tapi aku harus mencoba.” --- Di mansion Elsa, sore itu Elsa sedang duduk di teras, menikmati secangkir teh sambil memandangi taman yang dipenuhi bunga. Kedamaian sore itu terasa rapuh, seperti bisa pecah kapan saja. Tiba-tiba, suara bel pintu mengganggu keheningan. Livia yang membukakan pintu, dan alisnya langsung berkerut saat melihat siapa yang datang. “Abizar,” katanya dingin. “Apa yang kau lakukan di sini?” “Aku perlu bicara dengan Elsa,” jawab Abizar tegas. “Hanya sebentar.” Livia ragu sejenak, tetapi akhirnya mempersilakan Abizar masuk. Ia memanggil Elsa, yang segera muncul dengan ekspresi terkejut. “Kenapa kau di sini?” tanya Elsa tanpa basa-basi. “Aku tidak akan lama,” kata Abizar, suaranya rendah namun penuh emosi. “Aku hanya ingin kau melihat sesuatu.” Ia menyerahkan amplop cokelat kepada Elsa. Wanita itu memandangnya ragu sebelum membuka amplop tersebut. Di dalamnya, ia menemukan cetakan gambar, salinan pesan, dan rekaman video. “Apa ini?” tanyanya, suaranya hampir berbisik. “Bukti,” jawab Abizar. “Bukti bahwa foto itu tidak seperti yang kau pikirkan.” Elsa menatap dokumen-dokumen itu dengan hati yang berdebar. Saat ia membaca dan melihat rekaman video, wajahnya perlahan berubah. “Ini...” Elsa terdiam, suaranya tercekat. “Ini semua... jebakan?” “Ya,” jawab Abizar. “Dan aku tahu aku salah karena membiarkan diriku terjebak. Tapi aku tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan padaku. Aku tidak pernah mengkhianatimu, Elsa.” Elsa menatap Abizar, air mata mulai mengalir di pipinya. Ia merasa bodoh karena telah mempercayai kebohongan itu begitu saja. “Tapi kenapa?” tanyanya, suaranya bergetar. “Kenapa Natasya melakukan ini?” Abizar berjalan mendekat, menatapnya dalam. “Karena dia ingin memisahkan kita. Dia tahu aku mencintaimu, dan itu adalah ancaman baginya.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD