Mobil yang dikemudikan Daniel melintasi jalanan poros Balikpapan-Samarinda setelah melakukan perjalanan kurang lebih memakan waktu selama 2 jam setengah.
Saat ini, mobil Daniel melintasi jembatan Mahakam. Aiza melepaskan headset dikedua telinganya dan beralih menatap samping jendela mobil Daniel.
Kedua mata Aiza menatap hamparan sungai Mahakam yang luas dan panjang. Airnya berwarna coklat kekuningan jernih.
Ditengah-tengah sungai terdapat sebuah kapal besi bermuatan batu bara yang ditarik menggunakan tali oleh kapal yang ada didepannya.
Kota samarinda memang menjadi salah satu dari ke empat provinsi yang menjadi penghasil batu bara di Indonesia setelah provinsi Sumatra Selatan, Sumatra Barat, dan Kalimantan Selatan.
Di pinggiran sungai dalam jarak beberapa meter terdapat lahan bangunan hotel bertingkat, toko pusat elektronik dan sebuah Mall terbesar di kota Samarinda.
Kemacetan kota Samarinda tidak separah dengan kota-kota lainnya. Jalanan mulus terlihat lenggang. Petugas polisi lalulintas pun menjaga keamanan lalulintas dengan baik.
Sepanjang jalan, Aiza menatap deretan toko kecil penjual makanan khas kota Samarinda. Cemilan lempok durian dan amplang.
Butuh waktu 30 menit kemudian akhirnya Aiza tiba di sebuah tempat dimana dirinya akan tinggal selama berkuliah di Samarinda.
Sebuah kost khusus wanita bertingkat dua dan berdinding beton. Bangunan kost tersebut bercat warna krem campuran warna coklat tua Lokasinya sangat strategis dan hanya memakan waktu 10 menit untuk tiba di universitasnya. Daniel mematikan mesin mobilnya, kemudian ia dan Aiza pun keluar dari mobilnya.
"Ini tempatnya?" tanya Daniel yang kini berada di samping Aiza sambil membantu menarikkan kopernya.
Aiza mengangguk. "Iya. Ini tempatnya."
"Kalau begitu Kakak akan mengantarkanmu sampai sini ya mengingat laki-laki tidak boleh masuk."
"Iya Kak. Terima kasih."
"Sama-sama. Jangan lupa beri tahu Naura kalau kamu sudah sampai."
Aiza mengangguk dan Daniel pun segera kembali menuju mobilnya untuk pulang kerumah.
Sebenarnya Daniel bisa saja beristirahat ditempat lain, namun karena hari ini adalah jadwal liburnya sebagai karyawan swasta dan hanya satu hari membuat Daniel pun akhirnya memilih kembali pulang kerumahnya.
Aiza menatap kepergian sebuah mobil keluarga yang di kemudikan oleh Daniel perlahan menjauh lalu bergantian menatap bangunan kost yang ada didepan matanya.
Kost putri yang terlihat sederhana namun tetap nyaman jika di tinggali mengingat seorang ibu paruh baya pemilik kost itu sangat rajin mengoleksi tanaman bunga-bunga disekitar kost miliknya.
Aiza mulai melangkahkan kakinya menaiki anak tangga satu per satu ketika kamar kostnya berada di lantai atas dan pintu nomor dua dari tangga sebelah kanan.
Sesampainya disana, Aiza merogoh sebuah kunci pintu disaku jaketnya ketika suara seorang wanita menyapanya.
"Hai Asalamualaikum."
Aiza menoleh dan mendapati seorang wanita yang sepertinya seumuran dengannya berdiri sambil menenteng beberapa kantong plastik belanjaan. Wanita cantic dan berhijab syar'i.
"Wa'alaikumussalam Hai." ucap Aiza dan terlihat ragu mengingat berbasa-basi itu bukan keahliannya sejak dulu.
"Baru pindah kesini ya?"
"Em, ya begitulah."
"Kalau begitu kenalin, aku Reva. Kebetulan kamar kost kita bersebelahan." tunjuk Reva ke pintu nomor tiga yang ada disamping kamar Aiza lalu mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
Aiza menerima uluran tangan tersebut lalu bersalaman "Senang berkenalan denganmu. Aku Aiza."
"Dari kota mana?"
"Balikpapan."
Reva hanya manggut-manggut mengerti. "Kuliah disini?"
"Iya."
"Wah kita sama. Kalau ada hal lain yang ingin ditanyakan atau perlu sesuatu, kamu bisa mengetuk pintu kamarku ya." ucap Reva secara sumringah.
"Baiklah. Em Terima kasih."
"Sama-sama. Lain kali mampir ke kamar kostku." senyum Reva lagi yang sepertinya Reva adalah seorang wanita yang periang dan enak di ajak berbincang.
Setelah bersalaman, Aiza memasuki kamar kostnya dan menutup pintunya. Aiza menatap keseliling kamarnya yang sudah di isi oleh beberapa perabotan seperti tempat tidur berukuran single bed, lemari pakaian, kipas angin dan ada meja kecil di pojok ruangan.
Aiza mengerutkan dahinya ketika kedua matanya menangkap sebuah poster BTS boyband asal Korea Selatan yang masih terpasang di dinding kamar kostnya.
Mungkin pemilik kost terdahulu lupa melepasnya atau sengaja meninggalkan. batin Aiza. Hidup Aiza terlalu datar sehingga untuk menyukai suatu hal atau menggemari seorang artis bukanlah minatnya sejak dulu.
Dan jangan tanyakan mengenai urusan cinta dari seorang pria yang menurut kisah yang sering Aiza dengar dari beberapa temannya bahkan dari film yang ia tonton semuanya Aiza tidak begitu memperdulikannya.
Baginya, cinta yang ia rasakan adalah cinta dari keluarga yang selalu ada untuknya dan itu sudah cukup.
Keluarga tidak akan meninggalkannya sampai kapanpun dan seorang kekasih akan meninggalkan atau mungkin menghempaskannya dengan jauh.
Selama ini, Aiza lebih suka menyendiri dan bergaul dengan seseorang hanya seperlunya saja. Itupun bila ada kepentingan. Tidak heran jika selama ini Aiza tidak pernah merasakan jatuh cinta.
Suara deringan di ponselnya membuat Aiza tersadar dari lamunan isi pemikirannya dan segera merogoh ponsel yang ada di dalam tas selempangnya. Nama Naura terpampang dan Aiza tahu jika sudah waktunya ia memberi kabar pada kakaknya itu.
******
Suasana belajar dan mengajar materi kuliah hari ini begitu lancar. Hawa Ac yang menerpa seisi ruangan begitu sejuk di kulit. Didalam ruangan kelas saat ini terdapat 30 mahaiswa yang hadir sesuai jadwan absensi.
"Jadi bagaimana? Apa kalian sudah mengerti dengan semua materi ini?" tanya seorang Dosen yang kini sedang mengajar materi kuliah hari ini dikelasnya. Siapa lagi kalau bukan Arvino Azka.
Pria single berusia 28 tahun. Wajahnya sangat tampan rupawan. Arvino adalah pria berdarah blasteran Amerika-Indonesia serta memiliki otak yang cerdas.
Arvino menjadi dosen favorit di kampusnya dan hampir semua kaum hawa saat melihatnya bahkan bertemu dengannya menjadi tertarik atau mungkin rela bertekuk lutut untuk memperoleh cinta dan perhatiannya.
Hidup Arvino terlalu santai bahkan ia paling suka dengan kesenangan dibalik profesinya sebagai dosen, Arvino juga sedikit keras kepala dang angkuh bahkan tidak menyukai sebuah komitmen dalam suatu hubungan di balik kelebihan yang ia miliki.
Bagi Arvino, cinta hanyalah suatu hal yang tidak penting apalagi kalau membuang waktu. Arvino pernah mengalami kenyataan pahit ketika dua tahun silam ia hampir saja berstatus sebagai seorang suami namun semua itu gagal ketika mantn calon istrinya itu membatalkan pernikahannya.
Arvino Azka, bertubuh tinggi dan tegap oleh lekukan otot yang terbentuk sempurna disetiap jengkal tubuhnya sedang menatap seluruh mahasiswa dan mahasiswi yang sedang menyimak materi kuliah darinya.
Dan ya, lagi-lagi ia merasa jengah ketika saat ini ada beberapa mahasiswi yang menatapnya tanpa berkedip bahkan terpesona olehnya. Jangan ditanya mengapa, karena Arvino sudah terbiasa dengan hal itu.
"Saya tanya sekali lagi, apakah kalian sudah mengerti?!!!!" kali ini suara Arvino terdengar lebih nyaring dari sebelumnya. Menjadi dosen yang tegas dan kejam adalah hal yang biasa bagi Arvino meskipun dibalik itu semua tetap saja para mahasiswi menyukainya bahkan mengaguminya.
"Sudah Pak!!!!" jawab para mahasiswa satu kelas dengan serempak.
Arvino mengangguk. "Baiklah, cukup sampai disini dulu materi kita."
Para mahasiswa pun akhirnya mulai membereskan buku-buku dan alat tulis mereka kedalam tas hingga satu per satu memilih beranjak dari duduknya dan segera meninggalkan ruangan.
"Pak Arvino." Salah satu mahasiswi cantik kini mendekati Arvino yang hendak meninggalkan kelasnya.
"Ya ada apa?"
Dengan gesture tubuh yang malu-malu, wanita itu menatapnya dengan senyuman manis. "Em, apakah nanti malam Bapak sibuk?"
"Tergantung."
Dan Arvino sangat tahu jika wanita yang ada didepannya kali ini terlihat mengundang oleh pertanyaannya barusan. Wanita itu menatap Arvino dan berharap kali ini rencananya berhasil
Wanita itu menatap Arvino dan berharap kali ini rencananya berhasil "Begini, ada materi kuliah yang tidak saya mengerti Pak. Kalau bapak tidak sibuk bisakah nanti malam ke Apartemen saya?"
Dengan senyuman penuh keangkuhan oleh tatapan menggoda dan memperhatikan wanita itu dari atas hingga kebawah, Arvino kembali berkata. "Begitu ya. Sebenarnya malam ini saya ada urusan lain. Tapi sepertinya.."
Arvino melirik sekitar dan memastikan ruangan kelasnya kali ini sudah tidak ada lagi para mahasiswa. Sambil mempersempit jarak diantara mereka, Arvino membisikan sesuatu ditelinga wanita itu hingga membuatnya merona merah.
"Mengajarimu malam ini boleh juga."
Wanita itu mengigit bibir bawahnya dan memundurkan langkahnya sambil berkata. "Saya tunggu malam ini di Apartemen." ucapnya sambil mengedipkan salah satu matanya hingga akhirnya ia pun pergi meninggalkan kelas.
Dan ya, satu hal lagi yang harus kalian ketahui mengenai Arvino. Selain menyukai kesenangan dan kebebasan, Arvino adalah pria playboy yang simple tanpa beban dan tidak terikat pada sebuah hubungan komitmen yang baginya hanyalah membuang waktu saja. Arvino tidak ingin masalalu kembali terulang dalam hidupnya.
"Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah faahisah (perbuatan yang keji) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh oleh seseorang)" [Al-Israa : 32]
****
Kita doakan semua suatu saat Arvino menyadari kesalahannya dan segera bertaubat. Aamiin.
Terimakasih sudah membaca. Sehat terus buat kalian ya.
With Love
LiaRezaVahlefi
Blog : www.liarezavahlefi.com
Ig: lia_rezaa_vahlefii