Eps 11

1777 Words
Pukul 8.45am Tere dan Sally keluar dari ruangan, berjalan dengan elegan masuk ke ruang meeting. Semua petinggi perusahaan yang kebanyakan lelaki menoleh kearah pintu. Pak Bayu, salah satu petinggi yang juga berada di ruangan, tersenyum, menengadah dengan lambaian untuk mempersilakan Tere duduk di kursi miliknya. Tere hanya balas senyum tipis, lalu duduk dengan nyaman dikursi khusus untuknya. Meeting dimulai dengan salam pembuka dari Sally. Sementara Tere tak terlalu banyak bicara, hanya menyimak semua pendapat yang bawahannya lontarkan. “Erka, kamu wakili perusahaan untuk pertemuan dengan pt. Koil. Ajak Pak Bian yang ada di bagian pemasaran.” Tere bersuara setelah lama hanya menyimak saja. “Baik, Bu.” Patuh Erka, salah satu kepercayaan Tere. “Sama aku?” Bian menunjuk dirinya sendiri. Tere meliriknya sebentar, lalu kembali menatap lurus kedepan. “Pertemuan dengan Pt. Koil ini membahas tentang barang stok yang diminta kirim lebih dalam waktu yang tanpa senggang. Saya rasa itu termasuk pekerjaan pak Bian, karna ada dibagian pemasaran. Apa bapak tidak berkenan?” “Oh, enggak. Saya bersedia kok.” Sedikit tersenyum memperlihatkan sisi tampannya. Tere melengos, sangat muak dengan wajah Bian. Jika saja mereka masih berhubungan, pasti Tere akan balas senyum manis itu dengan senyum penuh kagumnya. “Ada lagi yang ingin kalian sampaikan?” tanya Tere dengan menatap mereka-mereka. Semua mata saling berpandangan, lalu kembali menatap Tere. “Maaf, bu Tere, sebenarnya ini masalah pribadi, tapi untuk sekarang, ibu sedang menjadi perbincangan karyawan. Dari pada berujung fitnah, apa saya boleh menanyakan berita yang menyebar diluar sana?” pertanyaan Pak Bayu mewakili semua karyawan yang sekarang heboh membicarakan pimpinannya. Tere menatap Sally yang juga menatapnya. “Silakan.” Jawabnya santai dan terlihat sangat cuek. Pak Bayu terlihat menarik nafas lebih dulu, lalu mengeluarkannya pelan. “Apa benar jika ibu sudah menikah?” terlihat wajah terkejut Tere mendengarkan pertanyaan Pak Bayu. “Masalahnya, kabar ini terdengar tiba-tiba. Di tambah, ibu tak pernah menggelar acara apapun yang kami hadiri.” “iya, Bu. Jujur, kami sangat penasaran.” Timpal salah seorang. Tere menunduk, berusaha untuk tetap biasa. Sungguh, tak ingin ada orang yang mengetahui tentang pernikahan massal, tentang dia yang sempat membeli suami di aplikasi online, dan tentang Ello yang sekarang berstatus suaminya, tapi masih menempuh pendidikan dibangku SMA. Tere terdiam cukup lama. “Uumm, ya. Saya memang sudah menikah.” Akhirnya mengatakan kebenaran, karna memang dia sudah menjadi seorang istri, walau belum pernah sekalipun melakukan kewajiban istri. Semua orang terlihat sangat terkejut. Apa lagi Bian, yang tak bisa dikatakan terkejut, tapi syok. Semua sangat kentara diwajahnya. Gimana ceritanya Tere menikah, padahal mereka baru putus dua bulan yang lalu. ‘nggak mungkin Tere bisa dengan mudah lupain aku! Aku paling tau, seperti apa dia mencintaiku. Pasti lelaki ini hanya pelampiasan saja.’ Gumam Bian dalam batin. “Jadi, kabar yang kita dengar itu memang nyata?” “Kapan ibu menikah? Kenapa kita tak diundang?” “Iya, bu. Bahkan tak ada kabar apa-apa.” “Kapan ibu menikah?” Riuh suara pertanyaan yang intinya hampir sama keluar dari semua orang yang ada didalam ruangan. “Maaf, saya memang hanya menikah resmi di KUA saja. Nggak adain acara apapun. Besok saya akan adakan pesta pernikahan saat suami saya sudah siap.” “Kapan kamu nikah?” dengan wajah sangat penasaran Bian ikutan nimbrung. “Apa?” tanya Tere dengan memicing. Bian terlihat gelagapan. “Maksud saya, kapan ibu menikah?” Tere membuang nafas, menautkan kedua tangan diatas meja. “Saya nikah belum lama. Baru beberapa hari yang lalu. Dan mengenai siapa suami saya, dia adalah anak sahabat almarhum papa saya. Jadi, saya minta tolong, jan cari tau tentang suami saya. Cukup, bekerjalah dengan baik, karna rencana saya, dua bulan lagi, gaji akan saya naikkan 2%.” Kehebohan mereka terganti dengan gaji yang naik. Terlihat wajah penuh kebahagiaan didalam ruangan. Mereka semua tersenyum bahagia, terkecuali wajah Bian yang terlihat berfikir dalam. “Sudah jelas semuanya?” suara Tere mengheningkan ruangan. “Jelas, Bu.” Semua mengangguk dengan jawaban serempak. “Kembali bekerja. Ingat bekerjalah dengan sungguh-sungguh. Saya nggak mau habisin duit buat ornag yang niat datang ke kantor Cuma main.” Tere menatap Bian. “Pak Bian, tolong tinggal sebentar. Ada yang ingin saya bicarakan dengan anda.” Bian ngangguk dengan sedikit senyuman. “Iya.” Semua orang berdiri dan melangkah keluar dari ruang meeting. Tinggallah Bian, Tere dan Sally yang masih berada didalam ruangan. “Membicarakan tentang apa, Bu?” tanya Bian dengan penasaran.“Apa tentang hubungan kita yang sempat bermasalah?” tebaknya dengan pede. Sally membuang muka dengan menahan tawa. “Astaga, ada ya, orang nggak punya malu kek gini.” Ucapnya lirih. Tere memijat pelipis lebih dulu, lalu mengangkat kepala untuk menatap wajah Bian. “Pak Bian, ini diluar masalah pribadi ya. Beberapa karyawan telah melaporkan anda kepihak HRD. Dan Bu Veni sudah membuat laporan tentang anda.” Kening Bian mengerut. “Laporan apa?” tanyanya bingung. “Laporan tentang anda yang selalu m***m di kantor.” Bian terkesiap mendengar jawaban Tere. Wajahnya berubah jadi malu. “Tadi pagi saya udah tegur partner m***m bapak. Saya harap kalian nggak ulangi itu. silakan mau m***m, tapi jangan di area kantor. Apa lagi di jam kerja.” Lanjut Tere panjang. “Re, aku tau kamu cemburu, kan? Aku tau kamu masih cinta sama aku, makanya kamu kek gini.” Tere melotot mendengar ucapan Bian. Sangat nggak nyangka Bian akan berfikir begini. “Ak—“ “Kita bisa balikan, Re. Lagian, aku tau. Pernikahan kamu ini hanya wujud pelampiasan rasa sakit hatimu. Iya, kan?” Bian menggapai tangan Tere yang ada diatas meja, tapi dengan cepat Tere menepis kasar. “Bapak Abiansyah, ini sp-1. Tentang peringatan ini, saya sudah katakan jika ini tidak menyangkut masalah pribadi. Tapi ini murni pemberitahuan dari pihak audit. Walau saya juga sering liat kalian m***m, saya diam, karna semuanya masih diam. Namun untuk suara beberapa orang yang memang berwenang, saya nggak bisa lagi diam. Terlebih memang perbuatan anda itu salah. Harap bijak, pak Bian.” Bian tersenyum miring. “Ok.” Beranjak dengan tatapan aneh, lalu melangkah keluar dari ruang meeting. “Ppfftt ... hahah ....” akhirnya Sally tertawa kecil, lalu menutup mulut. “Nggak nyangka lo punya mantan yang sakit jiwa.” ** SMA Prambudi. Keempat cowok yang terbilang mostwanted ini duduk dikursi yang sengaja mereka bawa dikaridor kelas. Mereka memutuskan untuk tak lagi bolos saat ada kelas, semua dikarenakan ujian akhir sekolah yang tinggal beberapa bulan. Kebetulan di jam kedua, Pak Zainal ada acara di luar, jadilah jam kosong yang hanya meninggalkan beberapa tugas. “Ini tante yang pernah main di toilet rumah sakit itu kan?” komentar Verso dengan mata fokus ke layar ponsel yang berada ditangan Lexi. “Hu’um. Ini juga kemarin ngeluarin vidio baru di bawah tower.” Sahut Lexi. Verso geleng kepala. “Gila, ngapain mainnya dibawah tower, nggak takut ususnya nyangkut listrik apa ya.” Lexi tertawa kecil. “Sambil pegangan besinya, terus bokongnya dijepitin sambil desah, ‘aahh, aahh’.” “Anjroot lo Lex!” Ello nonyor kepala Lexi yang merem melek praktekin si tante. Verso menepuk lengan Zayn yang ngelamun sejak tadi. “Nyet, liat deh, ususnya gede.” Sedikit menarik lengan baju Zayn. Zayn tak bergerak dari posisinya. “Nggak, gue mau tobat. Mau berhenti nonton yang bikin dosa.” Verso kembali menarik lengan Zayn. “Kesambet apaan sih lo?” “Gue ditantang hafalin juz’ama, minimal 20 surat pendek disana. Pcck ....” mengusap wajah dengan frustasi. Lexi menghentikan vidio sesaat, lalu menatap Zayn dengan tatapan heran. “Itu syarat buat apa?” Ello yang sejak tadi asik dengan game, kini mempause game dan ikutan natap Zayn dengan serius. “Nyalon jadi Lurah?” komentra Verso yang langsung dapat tonyoran Lexi. “Jadi lurah pakai tes, nggak ada hafalan juz’ama.” Di tatap ketiga temannya dengan mengintimidasi, Zayn langsung nyengir. Membuat Verso nonyor kepalanya. “Gue pedekate sama Aisyah.” Jawabnya lirih, berharap tak ada orang lain yang mendengar penjelasannya. “Ppfftt ....” ketiga temannya menahan tawa. “Emang hafalin juz’ama nggak ada syarat nggak boleh liat vidio ngaji?” ini suara Ello. “Iya, jjer! Liat ya liat, pas hafalannya jan sambil liat. Nggak ada hubungannya itu tuh.” Lexi kembali menghidupkan ponsel dan lanjutin tontonannya. “Ngafalin jan terlalu fokus gitu, Zayn. Malah bisa setres lo.” Kali ini Verso kembali narik lengan baju Zayn. “Liat nih, usunya naik turun sesuai irama.” “Enggak ah!” tolak Zayn lagi. Ello hanya tertawa kecil mendengar ocehan teman-temannya. “Yakin, Zayn, nggak pen liat? Ini bersih nggak ada rumputnya, keliatan nyata si goa yang kemasukan kobra.” Lexi mengiming-imingi ponsel yang sedang berputar vidio itu. “Mana, mana, mana ....” akhirnya Zayn penasaran juga. Kini Lexi nepuk lengan Ello. “Elo nggak penasaran, El?” Ello geleng kepala. Tetap fokus sama mainannya. “Ini beda dari yang biasanya lho. Mainnya sambil berdiri. Mepet lemari.” Ello kembali menggeleng. “Indah yang semalam.” Jawabnya tanpa beralih tatap. Lalu tersenyum mengingat kejadian semalam. ** Tere menggenggam tangannya erat, tak mengijinkan sedikitpun Ello bergerak meninggalkannya. Pegel jika ia akan terus jongkok disamping ranjang. Naik keatas ranjang, lalu berbaring mepet disamping Tere, karna memang ranjang kamar Ello hanya berukuran 120cm. Hanya diam menatap wajah lelap Tere, itu membuatnya tersenyum sendiri. Dengan sangat tiba-tiba Tere mepet, ngusel didada Ello, menyembunyikan wajahnya disana. Senyum Ello makin lebar, melingkarkan tangan memeluk istrinya, ikutan masuk ke selimut tebal milik Tere. Cowok yang normal, nggak mungkin jika tak merasakan apapun. Namun Ello berusaha menahannya, sampai Tere beberapa kali melengkuh lirih. Ello menarik diri, menatap wajah yang masih lelap dengan bibir yang sedikit terbuka. Ello menegakkan dagu Tere, menempelkan bibirnya disana, tepat diatas bibir Tere. Awalnya hanya diam, beberapa detik kemudian, Ello melumat lembut bibir bawah Tere. Hingga lengkuhan kecil itu kembali keluar dari bibir Tere. Ello meneroboskan lidahnya masuk kesana, mengabsen semua yang ada didalam mulut Tere. Kedua tangan Tere mencengkram erat kaos bagian d**a Ello, lalu melingkar pelan ke leher, meremas rambut bagian belakangnya. “Eegghh ....” kembali lengkuhan itu keluar sedikit keras. Membuat Ello melepaskan pagutan karna ia sendiri kehabisan nafas. Menatap wajah Tere yang terlihat terengah dengan mata yang masih terpejam. Ello tersenyum lebar, mengelap sisa salivanya disana. Cuup! Kembali ia mendaratkan kecupan singkat di bibir Tere. “Makasih, mbak. Aku ... menyukaimu.” Bisiknya lirik, tepat didepan wajah Tere. Karna tangan Tere masih melingkar dilehernya, Ello gantian ngusel kedada Tere. Membuat Tere mendekap kepala itu dengan tenang. Lalu meraka tertidur. Ya, hanya seperti ini, Ello tak melakukan yang lebih, dia tau batasannya. Ia pun yakin, jika Tere dalam keadaan sadar, pasti tak akan mengijinkannya melakukan yang baru saja. **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD