G.A Bag 2

1201 Words
"Kita ke mansion," perintah Lionello lalu kembali memejamkan matanya. Ariulfo pun menambah laju mobilnya. Sesekali mobil itu menyimpangi kendaraan lain. Lionello menghela napasnya pelan. Dirinya lebih senang diam dibandingkan mengatakan apa yang sedang dipikirkannya saat ini pada Gustavo maupun Ariulfo. Setengah jam kemudian mobil yang dikendarai Ariulfo melalui jalan satu arah menuju mansion. Lionello membuka matanya lalu menoleh ke arah kaca mobil. Matanya langsung menangkap pemandangan sore di kebun tersebut. Sampai akhirnya laju mobil yang ditumpanginya berubah pelan saat melewati gerbang besi otomatis. Mobil sedan itu pun berhenti di depan sebuah bangunan mansion. Lionello keluar dari mobil saat Gustavo membuka pintu untuknya. Langkah kaki jenjangnya mulai memasuki mansion diikuti Gustavo dari belakang. Lionello berhenti saat melihat kedua orangtuanya menghampiri. Keduanya sudah mengenakan pakaian rapi menandakan jika sebentar lagi mereka akan pergi ke rumah Gustavo. Nieve tersenyum lebar menyambut putranya. Tak lupa dia mencium kedua pipi putranya. "Kalian akan langsung pergi?" tanya Lionello. "Iya, Lio. Bagaimana jika kau pun ikut dengan kami. Clara pasti akan senang jika kau ikut datang," ucap Nieve menjawab pertanyaan putranya. Pria itu hanya menyunggingkan senyum. "Tidak, Madre. Aku tidak ingin membuat Gustav tidak menikmati perayaan ulang tahunnya dengan nyaman." Lionello melirik ke arah Gustavo membuat pria itu berubah tidak enak hati pada tuan sekaligus teman masa kecilnya. "Saya akan merasa senang jika Anda pun datang, Signore," ucap Gustavo sigap membuat Lionello justru tertawa. Nieve dan Enzo menyusul tawa putranya membuat Gustavo hanya menundukkan kepala. "Sudah," Nieve menyela membuat tawa Lionello terhenti. Dia menatap Gustavo, "Sekarang kan acaranya?" tanya Nieve pada Gustavo. "Sì, Signora," jawab Gustavo seraya mengangguk. Nieve tersenyum dan kembali menggandeng Enzo. Dia pun mengajak Gustavo untuk segera pergi ke rumah orangtuanya. Awalnya Lionello enggan ikut, namun Nieve terus memaksanya untuk ikut. Hingga akhirnya dia pun mengiyakan permintaan ibunya. *** Satu jam berlalu begitu saja dihabiskan oleh dua mobil itu untuk melaju di tengah-tengah jalanan kota yang selalu padat. Lionello di dalam mobil bersama Gustavo dan Ariulfo yang menyetir mobil. Sedangkan kedua orangtuanya ada di mobil terpisah dengan supir pribadi mereka. "Tumben sekali kau mengajak Lio untuk ikut," ucap Enzo membuat perhatian Nieve pada pemandangan kota teralihkan. Nieve mengembangkan senyumnya. "Kau masih ingat gadis yang diasuh Clara?" tanya Nieve. Seketika kening Enzo mengernyit saat mengingat kejadian yang dulu. "Anak itu?" tanya Enzo. "Sì. Kau tahu sejak dulu aku sangat menyayangi gadis itu. Aku ingin mengenalkannya dengan putra kita." "Sebuah usaha perjodohan?" tanya Enzo dengan nada sedikit tidak menyukai ide istrinya. Nieve menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bermaksud menjodohkan mereka. Aku hanya ingin membuat mata Lio terbuka dengan kehadiran seorang wanita. Kita tahu selama ini dia tidak pernah dekat dengan wanita manapun. Usianya sudah menginjak tiga puluh tahun. Aku ingin setidaknya dia dekat dengan seorang wanita. Dan ... menurutku sangat bagus jika wanita itu adalah anak asuh Clara." "Nieve, dengar ... Aku sama sekali tidak menyukai ide mu. Biarkan putra kita yang mencari wanitanya sendiri. Jika memang saat ini belum ada, mungkin karena Lio masih ingin fokus dengan Leone Nero." "Apa kau ingin meninggal tanpa melihat putra kita menikah? Usia kita sudah tidak muda lagi, Enzo. Jika harus menunggu tanpa melakukan apapun, tidak akan pernah ada hasilnya. Aku hanya takut jika Lio—" Nieve mendesah kasar sembari memalingkan wajahnya. "Hilangkan pikiran buruk mu tentang putra kita, Mio amore. Jika kau masih belum percaya dengannya, kau bisa menanyakannya pada Gustav tentang hal itu." "Aku tidak mungkin merendahkan harga diri putraku dengan bertanya hal konyol pada temannya." Nieve menatap ke luar kaca mobil. Kecemasannya semakin tebal menyelimuti pikirannya setelah Enzo tidak menyetujui rencananya untuk mengenalkan Lionello pada wanita pilihannya. Ketakutannya akan kehidupan seks yang tidak normal itu terus membayang-bayangi Nieve. Dirinya khawatir jika putranya mengalami orientasi seks yang tidak wajar atau biasa disebut dengan gay. Lagipula tidak mungkin jika Nieve harus menanyakan hal itu pada Gustavo. Dia tidak ingin merendahkan harga diri putranya sendiri. Tak lama kemudian kedua mobil itu memasuki sebuah halaman rumah yang cukup luas. Enzo dan Nieve bersamaan keluar dari mobil saat sang sopir membuka pintu untuk mereka. Sedangkan mobil yang ditumpangi Lionello berhenti di samping mobil ayahnya. Lionello keluar dari mobil saat Gustavo membuka pintu untuknya. "Aku datang sebagai temanmu," ucap Lionello saat Gustavo menundukkan kepala padanya. Gustavo diam sejenak lalu mengangguk pelan. "Va bene," ucapnya. Lionello hanya tersenyum mendengar ucapan pria itu. Keduanya pun beriringan masuk ke dalam rumah yang memiliki sepasang pintu terbuka lebar. Enzo menggandeng Nieve masuk ke dalam rumah. Kekesalan Nieve pun perlahan mereda karena tidak ingin orang lain melihat pertengkaran kecil dengan suaminya. Kedatangan mereka di sambut hangat oleh Clara dan Marco. Clara langsung memeluk Gustavo dan mengucapkan ucapan selamat pada putranya, begitupun dengan Marco. Clara beralih pada Nieve, kedua wanita paruh baya itu saling memeluk dan mencium kedua pipi masing-masing. Sedangkan dari arah lain terlihat dua wanita sedang menuruni anak tangga. Wanita berambut cokelat yang dibiarkan tergerai bebas itu berlari menuruni anak tangga menuju arah Gustavo. Sedangkan temannya mengembangkan senyum seraya mengekori wanita tersebut. "Cento di questi giorni," ucap Violetta saat menjatuhkan tubuhnya dalam pelukan Gustavo. "Grazie," balas Gustavo seraya membalas pelukan adiknya. Violetta pun melepas pelukannya lalu menoleh ke arah pria asing yang sejak tadi menatapnya datar. Tiba-tiba saja dirinya ingat jika pria itu adalah bos kakaknya hingga membuat Violetta menundukkan kepala padanya. "Selamat datang, Signore," sapa Violetta diiringi senyuman. "Dia putrimu?" tanya Nieve melihat Violetta. "Sì," jawab Clara. "Aku tidak menyangka dia tumbuh dengan cantik," puji Nieve membuat Clara dan Violetta tersenyum. Clara merangkul putrinya lalu mengenalkan Nieve dan Enzo. Tak lupa dia juga mengenalkan Lionello dan menjelaskan jika mereka adalah bos kakaknya. Violetta menyapa ramah mereka bertiga. Tanpa menunggu lama, Clara pun mengajak Gustavo dan lainnnya untuk pergi ke halaman belakang. Dua wanita sebaya itu saling bergandengan tangan dan berjalan di belakang Gustavo dan Lionello sembari saling membisikkan sesuatu. "Pria itu tampan sekali," bisik Maria membuat Violetta tersenyum. "Aku pernah mendengar cerita dari Madre kalau dia itu sedikit aneh," timpal Violetta. "Aneh bagaimana?" Kini Maria nampak semakin penasaran. "Ya, dia belum pernah mempunyai kekasih," jawab Maria. "Katakan pada adikmu dan temannya untuk tidak membicarakan seseorang dari belakang," bisik Lionello lalu mempercepat langkahnya membuat Gustavo tiba-tiba berhenti lalu menoleh ke belakang. Violetta dan Maria pun terkejut saat Gustavo justru menatap serius pada mereka. "Jaga bicaramu tentang Signore, Vio," ucap Gustavo. "Capisco," jawab Violetta dengan senyuman membuat Gustavo mendesah pelan melihat tingkah adiknya. Kini kedua keluarga itu pun bergabung dengan keluarga lain dari Clara dan Marco. Acara pesta makan malam serta perayaan ulang tahun yang nampak sederhana namun harmonis itu pun berjalan dengan lancar. Meskipun nampak jelas jika Lionello terlihat kurang nyaman dengan pesta tersebut. Bahkan pria itu mengasingkan diri dari kerumunan ditemani Gustavo. "Apa adikmu benar-benar tidak ingat apapun?" tanya Lionello setelah beberapa saat keduanya hanya berdiri dan saling diam dengan tatapan sesekali tertuju ke arah kerumunan di depan mereka. "Ya. Madre mengatakan hal itu," jawab Gustavo. "Dia pasti merasa senang karena tidak mengingat hal mengerikan dalam hidupnya," gumam Lionello pelan. Tatapannya seolah menerawang ke masa lalu sedang nada suaranya terdengar sedih. Gustavo hanya diam mendengar ucapan Lionello. Dirinya tahu ke mana arah pembicaraan tersebut. Bukan hanya Lionello yang merasakan sedih, Gustavo pun ikut sedih jika mengingat kematian Rery. Dan karena kakeknya itu pun, kini Gustavo mencoba menepati janji untuk melindungi dan menjadi orang kepercayaan Lionello. ~Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD