14. Bertemu dengan saudara kandung Catalina.

1502 Words
"Aku tidak masalah dengan itu. Aku hanya akan mengawasi kalian dari atas saja." cuek Catalina yang mana membuat Vector naik pitam. "Kau di rumah. Jaga penerusku. Jangan membuat dia dan dirimu dalam bahaya." final Vector. Dasarnya Catalina juga sama keras kepalanya maka dia tidak peduli dengan ketegasan Vector. Walau dia sekarang berstatus istri namun dia tidak akan menjadi wanita yang lemah yang penurut seperti kebanyakan istri di luaran sana. Dia pembunuh bayaran, orang pro jika kalian lupa. "Terserah. Cepat mandi dan makan. Aku tunggu di ruang makan." Catalina melenggang keluar dari kamar. Ini masih pagi namun sudah menjadi hari yang melelahkan bagi Catalina, pada dasarnya dia bukan tipe wanita yang suka dikekang atau diurus seperti layaknya wanita lain. Dia juga kejam yang sialnya menjadi penurut setelah adanya Vector, dengan keotoriteran yang tinggi sama pula dengannya. Tak lama Vector pun melenggang masuk ke dalam kamar mandi lalu sudah siap dengan setelan serba hitam ala mafianya. Dia berjalan angkuh ke ruang makan dan senyumannya seketika terpancar. Bagaimana tidak? Hari-hari sebelumnya ia selalu melewati ruang makan dengan enggan karena kepergian Catalina. Namun sekarang orang tersebut duduk manis di kursi dengan memakan buah apel dengan lahap. "Good morning Mommy." bisik Vector sembari mencuri satu kecupan di pipi gembil Catalina. "Hm." jawab Catalina cuek. Vector merotasi bola matanya malas. Sepertinya dia harus bersabar mempunyai istri pembunuh bayaran yang sialnya bersikap bar-bar dan dingin sepertinya. "Makanlah cepat dan banyak. Tubuhmu benar-benar payah." ejek Catalina. Vector mendengus mendengar ejekan sang istri mengenai tubuh kurusnya. Catalina mendorong satu piring berisi makanan sehat 5 sempurna kehadapan Vector. "Bersikap manislah kepada suamimu Cat." keluh Vector memijat pelipisnya. "Aku butuh penyesuaian ulang denganmu Tuan tampan." Jengah Catalina. Helaan napas lelah terdengar dari mulut Vector, Akhirnya dia pun menyerah dan lebih memilih memakan sarapannya. "Aku berangkat. Jaga diri baik-baik." Vector mengecup dahi Catalina singkat. "Kau juga." ujar Catalina sembari mengecup pipi Vector. Setelahnya Vector melenggang pergi diikuti deh Catalina yang mengekor di belakangnya. Vector masuk ke dalam mobil begitu pun juga dengan Catalina. "Kenapa kau di sini?!" kejut Vector karena istrinya ikut duduk di sampingnya. "Sudah kubilang aku ikut." Jawab Catalina santai. "Keras kepala." cibir Vector. Catalina hanya mengangguk sekilas, dia menggeser duduknya lebih dekat dengan Vector lalu mengapit lengan kekar sang suami, disenderkan kepalanya di bahu lebar Vector. "Ah, nyamannya." ujar Catalina sembari memejamkan mata. Vector tersenyum tipis, ia mengelus kepala Catalina dengan sayang, Mobil mereka pun melaju dengan santai menuju tempat pertemuan Vector dengan kliennya. "Aku tidak menyangka jika kita sudah menikah." ujar Vector membuat mata Catalina terbuka. Mereka saling menatap dengan pancaran cinta yang sangat besar dan dalam. Tangan Catalina terulur ke rahang tegas Vector, mengelusnya dengan pelan. "Aku lebih tidak menyangka jika aku yang akan mengandung anakmu." dengus Catalina dengan kasar. Vector tergelak, ia memeluk tubuh berisi sang istri dengan gemas. "Jangan pernah berpikir meninggalkanku Tuan Jade. Atau ucapkan selamat tinggal dengan dunia." ancam Catalina serius. "Aku berjanji," ujar Vector yakin. Senyum lega terpancar di bibir tipis Catalina. Wajah mereka semakin kehilangan jarak dengan bibir yang mulai menyatu dan saling melumat. Hanya ciuman manis yang mereka lakukan. Mereka pun tersenyum di sela-sela ciuman mereka. Jangan khawatir mereka akan menabrak karena ada pak supir yang mengendalikan mobil. "Mmhh." Catalina mendorong d**a bidang Vector hingga ciuman mereka terlepas. Ia mengusap saliva di bibir basahnya dengan tergesa lalu menoleh ke arah belakang. Dahi Catalina berkerut merasa ada yang tidak beres. "Ada apa?" tanya Vector heran. Tangan Catalina terulur ke bagian belakang kursi yang mereka duduki. Dan benar saja jika ia menemukan sesuatu. "Gps, Tuan." Catalina menunjukkan kepada sang suami. Vector mengeraskan rahangnya. Catalina mengambil ponselnya lalu melacak gps tersebut dengan mudah. "Wow. Penghianat." Catalina menyeringai melihat apa yang ia temukan. "Bukankah ini dari markasmu?" ejek Catalina. Mata Vector seketika gelap. Wajahnya berubah menjadi datar dan dingin. Ciri khas seorang ketua mafia yang sedang murka. Catalina melebarkan seringaiannya. "Sebentar lagi akan ada pertunjukan." kekeh Catalina. Dia membuang gps tersebut dengan santai. Lalu kembali memeluk tubuh Vector dan menyamankannya di sana. "Sayang jika kau tidak ingin mengotori tanganmu-maka istrimu yang akan turun tangan." bisik Catalina sembari mengecup bibir Vector sekilas. Mereka sampai di markas Vector dengan cepat. Vector mengurungkan niatnya untuk bertemu sang klien karena ia harus memberantas hama terlebih dulu di wilayahnya. Kedatangan Vector dengan Catalina yang sedang direngkuh pinggangnya membuat tampak sangat serasi dan mengundang mata anak buah Vector, wajah keduanya terlihat dingin dan tidak berekspresi sangat cocok. "Di mana dia?" tanya Vector kepada sang istri. Catalina melihat layar ponselnya lalu menggiring Vector ke tempat tujuan gps itu dipantau. Dan ternyata mereka menuju tempat penyimpanan obat-obat untuk kesehatan. BRAAK!! Vector menendang pintu tersebut dengan kuat hingga pintu tersebut rusak. Prok prok prok prok!! "Kalian mengetahuinya lebih cepat dari dugaanku." Mereka berdua menoleh kebelakang ke arah sumber suara. Vector menaikkan satu alisnya melihat pria pucat di hadapannya dengan pakaian serba putih. Mata Catalina membulat sempurna melihat siapa yang ada di hadapan mereka. Dengan langkah perlahan ia memundurkan tubuhnya. "Baby-" ucapan Vector terhenti saat melihat air mata Catalina yang menetes. "Lama tidak bertemu kelinci kecil." Pria pucat itu berseringai. Pria tersebut membuka kedua tangannya lebar-lebar sembari tersenyum kecil. Catalina segera berlari dan memeluk pria pucat tersebut dengan erat. Vector terlalu bingung dengan situasi yang terjadi, semakin bingung dan panik kala mendengar suara tangisan keras istrinya. "Kakak ... hiks .. Kakak .." Catalina menangis dengan keras. Tangisan Catalina terdengar sangat pilu dan menyakitkan. Vector hendak mengambil Catalina namun terhenti saat melihat tangan pria pucat tersebut seakan melarangnya dan mengatakan baik-baik saja. "Kakak .. hiks-" Catalina semakin mengeratkan pelukannya. "Iya, ini aku sayang." pria tersebut memejamkan matanya erat menghalau air mata yang hendak keluar. Pelukannya tak kalah erat dengan pelukan Catalina, tangisan Catalina masih menjadi-jadi dan itu semakin membuat Vector khawatir. Pria pucat tersebut melepaskan pelukan Catalina dengan pelan. Dihapusnya air mata Catalina dengan lembut lalu ditatapnya dengan tatapan sendunya. "K-Kakak." air mata Catalina kembali menyalir. Pria pucat itu tersenyum tulus diikuti dengan air mata yang ikut mengaliri pipi putihnya. "Ini Kakak .. ini Kakak, Sayang." bisiknya dengan lembut. Kerutan tidak suka terlihat jelas di dahi Vector. Dia menarik tangan Catalina namun dengan cepat Catalina menolaknya dan kembali memeluk erat pria pucat di depannya. "Sebenarnya kau siapa?!" geram Vector. Terlihat Catalina menyembunyikan wajahnya di ceruk leher pria tersebut dan mengeratkan pelukannya. Vector geram, dengan paksa ia menarik tubuh Catalina lalu memeluknya dengan erat enggan melepas istri tercintanya. "Vec. Lepas!" kesal Catalina memberontak. Ia masih ingin memeluk pria tersebut. "Aku Kakak dari istrimu." ujar pria tersebut membuat Vector terkekeh tidak percaya. "Ck! Dia Kakak ku!" jerit Catalina dan ia kembali menangis histeris di pelukan Vector. "Dia Kakak ku .. hiks-Kakak.." racau Catalina di sela-sela tangisannya. Dan agar suasana lebih kondusif dan menenangkan sang istri. Vector membawa keduanya ke ruangan pribadinya. Dan di sinilah mereka saat ini. "Bisa jelaskan?" Vector mengangkat satu alisnya menatap sang istri yang sedang menatap pria pucat tersebut. "Perkenalkan-namaku, Haden." Haden mengulurkan tangannya. Vector menerimanya dengan santai. Ia menatap cemas sang istri yang lagi-lagi menangis namun dalam diam. Dilihatnya Haden menghapus air mata Catalina dengan hati-hati. "Sudah berhenti menangis, hm?" Haden mengecup dahi Catalina dengan sayang. Catalina menggigit bibir bawahnya dengan bergetar. Air matanya masih terus saja mengaliri pipi gembilnya. Tangannya dengan bergetar mengelus wajah Haden. "Kak .." panggilnya dengan suara serak yang memilukan. Haden mengangguk sekilas dengan senyuman simpulnya. Vector mengalihkan pandangannya. karena ia merasa sakit melihat istrinya menangis seperti itu. Banyak pertanyaan yang bersarang di kepalanya saat ini mengenai fakta yang baru saja diketahuinya itu. "B-bagaimana bisa?" bisik Catalina tidak percaya. "Ceritanya panjang, yang terpenting Kakak ada di sini." ujar Haden pelan. Catalina kembali menangis histeris sembari memeluk erat Haden. Dan cerita masa lalu pun terbuka. Namanya Haden Julio-umur 28 tahun yang menjabat sebagai kakak kandung dari Catalina Juliette yang sekarang sudah menjadi Catalina Jade. Mereka berdua terpisah 5 tahun yang lalu saat melakukan misi bersama, benar Haden mempunyai pekerjaan yang sama seperti Catalina. Mereka berdua orang profesional. Dan saat misi itu-sebuah bom meledak di tempat persembunyian Haden. Dan Catalina melihat dengan mata kepalanya sendiri bangunan yang ditempati Haden hancur berkeping-keping. Karena kejadian itulah Catalina sangat terpukul dan menjadi gila dalam melakukan setiap misinya. Hanya uang dan uang yang ia pikirkan tidak ada yang lain. Semua itu dilakukan untuk mengalihkan ingatan dan kesedihannya atas kepergian sang kakak. Namun takdir berkata lain, Haden sekarang telah kembali dengan kondisi yang terlihat baik-baik saja. Bagaimana Haden bisa hidup? Biarlah itu menjadi rahasia Haden dan Tuhan saja. "Sudah berhenti menangis." Haden tertawa kecil. Catalina masih menangis sesenggukan, dia memeluk erat pinggang kekar sang kakak. Bibirnya mengecupi pipi gembil Haden dengan sayang. "Memuakkan." desis Vector cemburu. Ia pun dengan kesabaran yang sudah menghilang -diangkatnya tubuh sang istri lalu didudukkan di atas pangkuannya dengan tangan yang memeluk erat tubuh Catalina. "Ish .. Lepas!" kesal Catalina memukul lengan sang suami yang ada di perutnya. "Diam dan tenanglah." geram Vector dengan suara rendahnya. Catalina bungkam, entah kenapa dia sekarang menjadi sedikit lemah dengan otoriter Vector. Padahal sebelumnya dia sudah bertekad tidak akan mau ditindas dengan semena-mena oleh ketua mafia tersebut. Namun sepertinya jiwa lembut nya yang mengambil alih ketika bersama Vector.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD