16. Keras Kepala Catalina.

1408 Words
"Nah selesai." Catalina menepuk dadanya bangga. Catalina pun bersandar di headbed disusul oleh Vector yang meletakkan kepalanya di paha Catalina. Mata Vector terpejam menikmati elusan di kepalanya. "Aku rindu anak-anakku." adu Catalina kepada Vector. "Selama kau mengandung tidak ada senapan dan anak-anakmu yang lain Baby!" tegas Vector. "Tapi-" "Kita sudah membahasnya sayang," final Vector. Catalina mengerucutkan bibirnya kesal, la pun memilih diam dan menurut saja karena ia enggan bertengkar dengan Vector seperti biasanya hanya karena hal ini. Namun-nyatanya sifat pembangkang dan bebas Catalina masih melekat erat di dalam dirinya. Dia nekat pergi secara diam-diam dan mengikuti sang suami yang sedang dalam perjalanan menemui kliennya untuk melakukan jual beli barang terlarang jenis baru. Dengan santai Catalina naik ke gedung paling tinggi tidak jauh dari tempat pertemuan sang klien. Dengan bermodal teropong kecilnya ia mengamati sang suami yang sudah bebas dari gips sialan itu. "Tampan sekali suamiku." bangga Catalina melihat Vector dari atas. Tubuh Catalina menegang kala mendengar suara langkah kaki mendekat ke arahnya. "Oh, jadi kau yang selalu melindungi ketua mafia sialan itu heh?!" Catalina berdecak dengan kesal, ia membalikkan tubuhnya dengan santai. Merotasi bola matanya malas saat melihat pria paruh baya lengkap dengan baju anti peluru dan lencana kepolisian. "Wow. Kau sedang mengandung?" takjub detektif tersebut. Catalina jengah, dengan segera ia mengeluarkan pisaunya dan melemparkannya ke pria di depannya. Jleb!! Lemparannya meleset! Pisau tersebut hanya mengenai bahu detektif tersebut. "Sepertinya kemampuanmu menurun karena kehamilanmu b******n kecil." ejeknya. Catalina menggeram marah, ia hendak melakukan tendangan. DOR! Tubuh Catalina limbung. Timah panas tersebut menembus betisnya. Matanya menggelap menatap detektif itu yang sedang menyeringai ke arahnya Catalina berdiri dengan santai lalu dengan cepat mengambil revolver peraknya di saku hadiah dari sang kakak dan menarik pelatuknya. DOR! DOR! DOR! Gerakan Catalina sangat cepat hingga membuat detektif itu telat menghindari tembakan Catalina yang sukses mengenai kepala, jantung dan perutnya. Sudut bibir Catalina tertarik kecil. Dia menajamkan pendengaran dan matanya bersiaga barang kali masih ada detektif yang lain. Namun nyatanya tidak ada. Dan dia kembali mengamati sang suami namun ternyata transaksi itu sudah selesai. Terlihat dari orang-orang tadi yang diamatinya sudah tidak ada. Atau mungkin belum selesai dan memilih kabur karena mendengar suara tembakan yang mengenai kakinya? Entahlah Catalina tidak mau tahu. Dia mengemasi semua barangnya lalu berjalan sedikit tertatih. Ada suara langkah kaki yang terburu menaiki tangga dan itu membuat Catalina mengumpat dan kembali mengambil revolvernya bersiaga. Ia sudah mengokang senjata itu dan bersiap menarik pelatuknya. Namun ia urungkan saat melihat suaminya lah yang datang. BRAAK!! Senyuman Catalina melebar melihat wajah tampan sang suami. Namun senyuman itu seketika menghilang saat melihat tatapan membunuh Vector. Bahkan ia dengan jelas melihat Vector mengeraskan rahang dan kedua tangannya terkepal erat. "Ve-Vector. b-bagaimana bisa kau tahu?" gugup Catalina. Seumur-umur dia kenal Vector bahkan sudah merasakan pukulan, tusukan dan banyak kekerasan dari Vector-namun dia tidak pernah melihat wajah Vector yang seperti ini. Terlihat sangat menakutkan hingga membuat tubuhnya merinding. "Ap-" Catalina mengatupkan bibirnya. rapat-rapat saat Vector menggendongnya ala bridal tanpa berkata apapun. Catalina mengalungkan kedua tangannya di leher sang suami dengan ragu. Jantungnya berdegup kencang karena takut. Jujur saja Catalina bukanlah seorang penakut namun kali Catalina mengakui jika dia takut karena ekspresi dan aura Vector yang terlalu mencekam. Dengan sedikit keberanian yang tersisa ia hendak menangkup rahang tegas Vector namun segera dihindari oleh si pria. Catalina menarik tangannya dengan cepat dan kembali mangalungkan ke leher Vector. Sepanjang perjalanan pulang Vector hanya diam dan total mengabaikan Catalina yang sekarang memandangnya sedih bercampur kecewa dan takut. "Vec." cicit Catalina menyentuh lengan Vector. Vector menarik lengannya dengan kasar lalu memejamkan matanya. Bibir Catalina mengerucut tanpa sadar dia pun memilih menunduk menatap betisnya yang masih mengeluarkan darah segar. "Vec, kakiku terluka." adu Catalina berusaha mengambil atensi Vector. Tidak ada sahutan. Catalina mulai kesal, hilang sudah rasa takutnya kepada Vector. Baru saja ia hendak melayangkan kepalan tangannya ke rahang Vector terhenti karena mata tajam itu terbuka dan menatapnya datar. Catalina menarik tangannya dengan hati-hati. Merundukkan kepalanya takut karena tatapan Vector yang benar-benar menyiratkan kemarahan besar. "Kenapa marah?" Lirih Catalina tidak mengerti. PYAAR!!! Tubuh Catalina terlanjak kaget mendengar suara kaca pecah. Kepalanya mendongak dan matanya membulat sempurna saat melihat kaca mobilnya pecah dengan tangan Vector yang berdarah, dadanya naik turun karena menahan emosi, matanya terpejam erat. Vector kalap karena tidak bisa lagi menahan kemarahannya kepada sang istri namun ia tidak mungkin menyakitinya. Jadi dia melampiaskan dengan memukul kaca mobilnya. "Dengar Catalina. Jika sekali lagi aku melihatmu terluka seperti ini karena keras kepalamu-maka jangan salahkan jika aku mematahkan kedua kakimu agar kau diam di kamar!!" ujar Vector dengan geraman rendah tertahan. Kepala Vector menunduk dan memilih menatap pahanya dari pada melihat wajah sang istri. Keadaan Catalina? Jangan ditanya. Wanita hamil tersebut sudah menangis dalam diam sembari menatap sang pria. "Maaf." cicit Catalina. "Sekali lagi Catalina Jade. Jika sekali lagi kau menuruti egomu maka jangan salahkan aku. Jika aku akan mengurungmu." peringat Vector dengan serius. Catalina menggeleng pelan. Dia tidak mau Vector melakukan itu. Dia tidak suka dan takut melihat Vector yang seperti ini. Jadi dengan berani ia menggapai telapak tangan Vector dengan pelan. Catalina merasa lega karena sang suami tidak menolak sentuhannya. Dengan cepat Catalina menggenggam erat kepalan tangan Vector yang tidak terluka lalu ia masuk ke dalam pelukan Vector. Menangis tanpa bersuara di d**a Vector. Dilingkarkan tangan Vector ke pinggangnya sendiri. Catalina memeluk erat sang suaminya dengan rasa takut dan rasa bersalah yang besar. "Maaf, maaf." bisik Catalina. Dia ingin menangis dengan keras namun ia gengsi dengan supir di depan. Dan Vector tahu itu. Catalina sangat menjaga harga dirinya sebagai orang dikenal dengan kata 'profesional'. Tidak Lucu kan jika ia menangis keras layaknya anak kecil atau wanita yang lemah dan cengeng?! Dia bukan orang seperti itu okay! Setalah sampai di rumah-Vector kembali menggendong Catalina ala bridal dan membawanya ke kamar tanpa berkata apapun Vector mengobati kaki Catalina. Mengambil peluru tersebut lalu mensterilkannya, dan menjahitnya. Tidak ada ringisan yang keluar dari mulut Catalina karena ini memang hal biasa baginya. Mata berairnya menatap sang suami yang terlihat masih menahan amarah. Dielusnya kepala sang suami dengan pelan karena posisi Vector berada di bawahnya sedangkan dia duduk di ranjang. Setelah semua selesai Vector hendak pergi namun segera ditahan Catalina. "Kau boleh marah padaku, tapi biarkan aku mengobati ini. Kumohon." mohonnya dengan menggapai tangan Vector yang terluka. Masih dengan diam, Vector hanya duduk di samping Catalina dan membiarkan sang istri mengobati lukanya. Mata tajamnya tak lepas dari sang istri yang masih menangis dalam diam. Dan acara mengobati tangan Vector selesai. Catalina meletakkan tangan Vector di atas paha sang suami seakan mengembalikan tangan tersebut. "Sekarang kau boleh memukulku sepuasmu dan marahi aku." ujar Catalina dengan menunduk dalam. Jantungnya berdetak ribut karena takut. Dia tersentak saat tubuhnya direngkuh dengan lembut oleh Vector. "Vector." Lirih Catalina tidak percaya. "Bagaimana aku bisa memukuli istriku sendiri hm?" ujar Vector membuat. Dibawa wajah Catalina ke ceruk lehernya. sembari mengalungkan kedua tangan Catalina ke lehernya. Dan napas Catalina mulai terdengar kasar, bahunya bergetar. "Hiks, hiks.." Catalina mulai terisak kecil. Memeluk erat leher Vector sembari menenggelamkan wajahnya. "Hiks ... maaf, maaf." ujarnya. Vector mengelus punggung sang istri dengan lembut. "HUWAAA!!!" Catalina menangis dengan keras. Kaki Catalina naik ke pangkuan Vector tanpa dipandu dan semakin terisak hebat di leher sang pria. "Sayang.." panggil Vector dengan lembut. Catalina menggelengkan kepalanya dan masih menangis keras. Dia merasa sangat bersalah dan takut-takut akan kemarahan sang ketua mafia sekaligus sang suami. Catalina menangkup rahang Vector agar menatapnya. Matanya terlihat berair dan tersisa isakan kecil. "Jangan marah Vector. Aku takut." mohonnya memelas. Vector memasang wajah datar. Bibir Catalina kembali bergetar dan air matanya kembali menetes, segera ia tempelkan bibirnya ke bibir Vector. "Maaf, maaf.." bisik Catalina masih dengan bibir saling menempel. Vector tak tahan, dia merasa kasihan dengan Catalina yang terlihat sekali jika ketakutan. Jadi dia mengecup bibir Catalina sekilas lalu mengecup lama dahinya. "Tahu kesalahanmu?" tanya Vector dengan suara yang sedikit melembut. Catalina mengangguk pelan, wajahnya menyiratkan kesedihan dan penyesalan. "Bisa katakan apa kesalahanmu, hm?" Vector menghapus air mata sang istri yang masih saja menetes. Dikecupnya kedua mata Catalina sembari menunggu jawaban si manis. "A-aku tidak menurutimu dan keras kepala untuk ikut pergi hingga berakhir terluka. D-dan hal itu bisa melukai anak kita hiks .. maafkan aku Vec, maafkan aku!" Catalina kembali menangis sembari memeluk erat tubuh Vector. Perlahan bibir Vector tersenyum tipis, ikut membalas pelukan wanita di pangkuannya. Cukup lama Catalina menangis dan sekarang ia hanya saling menatap dengan suaminya. "Sudah tidak marah?" tanya Catalina pelan. Bibirnya mengecup bibir Vector beberapa kali. Lalu beralih mengecup rahangnya dan kembali menatap pria tercintanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD