Slice 6

1485 Words
Ketika Brasta membuka mata. Ia melihat ke sekeliling. Ia ingat saat terakhir kali sebelum Kenanga menyeretnya secara gaib ke gunung Lembu. Yang jelas ia sedang tidak berbaring di ranjang seperti ini. Ia kini berbaring di dalam kamarnya. Dengan baju yang sudah berbeda. Dan dengan selimut tebal sebatas leher. Jangan lupa dengan jarum infus yang tersemat dalam pergelangan tangan Brasta. Brasta yang merasa gerah segera membuka selimut yang menutup badannya itu. Lalu ia segera bangkit dari posisi berbaringnya. Sayang, Brasta harus mengurungkan niat karena mendadak kepalanya dihantam rasa pusing yang teramat sangat. Di saat bersamaan, pintu kamar Brasta terbuka. Brasta langsung menoleh. Ternyata ibunya, Nike, yang sedang masuk ke kamarnya. "Brasta ... kamu sudah sadar?" Melihat anaknya telah membuka mata, Nike langsung mempercepat langkahnya masuk. Ia duduk di pinggiran ranjang Brasta, untuk mengecek kondisi putranya dengan lebih detail. Brasta memegangi kepalanya yang masih pening. "Ini hari apa, Bun?" tanya Brasta dengan suara yang masih serak serta parau. Ia tahu, setiap ia mendapatkan pengalaman tidak masuk akal seperti ini, akan terjadi selama berhari - hari. Meski rasanya baru sebentar sekali. Tentu Brasta sudah hafal dengan kondisinya sendiri. Karena ini bukan yang pertama kali. Melainkan sudah yang ke sekian kali. Dulu saat pertama kali, orang tuanya tentu saja panik. Siapa yang tidak panik, ketika melihat seorang anak yang begitu dikasihi, tiba - tiba jatuh tak sadarkan diri berhari - hari? Yang jelas saat awal - awal kejadian seperti ini dulu, Brasta selalu bangun di ranjang rumah sakit. Dan dokter selalu mengatakan bahwa Brasta sehat - sehat saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. "Kami juga tidak tahu apa penyebab Brasta sering mengalami ketidak sasaran secara mendadak dam terjadi selama lebih dari satu hari. Yang jelas secara fisik dia sehat. Bisa jadi ada indikasi mengarah ke narkolepsi. Atau kelainan tidur yang lain. Untuk lebih jelasnya, kami akan rujuk Brasta ke bagian yang berwenang. Kami akan menyiapkan rujukan nya terlebih dahulu." Dokter itu pun kemudian pergi. Dan Brasta mulai bicara pada kedua orang tuanya. "Kan udah aku bilang, kalau ini terjadi lagi, nggak usah bawa aku ke rumah sakit. Palingan juga bakal dapat diagnosa nggak bener kayak begini lagi. Kan udah aku bilang, aku ini sehat. Cuman aku ternyata terkenal ri dunia gaib. Sampai - sampai hantu - hantu pada berebut mau curhat sama aku untuk mengungkapkan kebenaran yang belum terungkap tentang kematian mereka. Waktu di dunia nyata ini, sama dunia mereka tentu saja beda, Bun, Yah. "Di sana kerasa masih sebentar. Ternyata di sini udah berhari - hari. Sebenarnya aku juga nggak mau dapat pengalaman nggak biasa kayak gini. Apa lagi mereka mukanya pada jelek - jelek. Kadang wangi, kadang bau bangke. Ya tapi mau gimana lagi. Aku sendiri juga bingung. Mending Ayah sama Bunda bawa aku ke kiai atau orang pinter aja deh. Kali aja habis dirukyah, atau dikasih jopa - japu tai a*u dadi mbah dukun, aku bisa sembuh." Brasta kembali menjelaskan hal sama pada kedua orang tuanya. Nike dan Hidayat sang ayah hanya diam. Sebagai orang tua, tentu saja mereka khawatir dengan kondisi kesehatan Brasta. Dan tidak bisa percaya begitu saja dengan kata - kata anak mereka tentang 'curhat secara gaib' yang selalu diceritakan oleh Brasta. Karena itu jelas tidak masuk akal. Makanya mereka bingung juga tiap kali dokter mengatakan bahwa Brasta sehat - sehat saja. Dan Brasta selalu menolak melakukan pemeriksaan lanjutan pada klinik rujukan. Karena ia merasa itu tidak akan ada gunanya. Akhirnya Nike dan Hidayat pun melakukan permintaan Brasta. Meski mereka jelas merasa Denial sebagai orang yang berpikiran ilmiah dan logis. Mereka yang merupakan dosen, tiba - tiba saja mengantar putra mereka ke rumah Pak Hilal. Seorang paranormal yang katanya sangat ahli di bidangnya. Masih ingat betul ketika Pak Hilal pertama kali melihat Brasta. "Wuih ... anak naga emas yang lahir di malam jum'at kliwon, saat rabu wekasan, tanggal 29 Februari. Anak yang lahir di tahun kabisat, terlebih di saat tanggal yang langka itu, pasti akan selalu spesial seperti ini." Itu yang ia katakan secara langsung, tanpa ba bi bu terlebih dahulu. Yang membuat orang tua Brasta cukup terkejut sih. Mereka tidak percaya dengan adanya shio, Weton, dan hal - hal mistis yang menyertai semua kepercayaan yang disebutkan oleh Pak Hilal. Tapi cukup takjub dengan tebakan beliau itu. Karena ini bukan pertama kalinya mereka mendengar ucapan - ucapan serupa sejak Brasta lahir. Brasta memang lahir di tahun kabisat, di tanggal yang langka hanya muncul 4 tahun sekali. Tanggal 29 Februari. Ia juga lahir di tahun naga emas -- katanya. Yang pasti juga mempengaruhi pribadi dan Feng shui dalam dirinya. Ia juga lahir di malam keramat, malam jumat kliwon yang katanya keramat. Lengkap sudah hal - hal tak masuk akal yang menyertai hari lahir Brasta. Mereka juga tidak merencanakan anak mereka lahir di hari itu. Tapi mah bagaimana lagi. Kalau boleh memilih, Nike juga tidak mau merasakan kontraksi di hari yang mengerikan itu. Proses kelahiran Brasta berlangsung cepat. Sampai - sampai Hidayat tak sempat membawa istrinya ke rumah sakit. Karena Brasta tahu - tahu sudah lahir di rumah. Tepatnya di kamar mandi. Di dalam bathtub. Seperti water birth yang dilakukan bule - bule. Tapi tidak pakai water. Hanya bathtub kosongan. Karena darurat. Karena Brasta sudah tidak sabar ingin lahir melihat dunia. Mereka akhirnya hanya memanggil bidan ke rumah sekadar untuk memotong tali pusar dan juga membantu persalinan plasenta. Kata Pak Hilal di hari pertama bertemu Brasta hari itu. "Kalau kalian ingin kemampuan unik Brasta itu dihilangkan, sepertinya akan mustahil. Karena apa yang terjadi pada Brasta ini, sudah merupakan fitrah yang ia bawa sejak lahir. Sesuatu yang dibawa sejak lahir, bukan secara sengaja dibentuk, akan sangat sulit untuk dihilangkan. Karena keberadaannya adalah seperti bakat yang tidak dapat dilatih secara khusus. Melainkan sudah ada dengan sendirinya. Tapi saya akan tetap berusaha membantu." Setelah mengatakan hal itu, Pak Hilal lalu melakukan sejumlah ritual. Nike dan Hidayat hanya pasrah menunggu. Berharap bahwa usaha mereka ini akan membuahkan hasil. Meski mereka sungguh merasa 'cape, deh' dengan serangkaian hal yang dilakukan Pak Hilal pada putra semata wayang mereka. Prosesnya tidak sebentar. Mereka sampai ke warung sebelah tiga kali untuk makan dan ngopi. Baru lah ritual itu berakhir. Dengan Pak Hilal yang memberi keterangan dengan wajah penuh sesal. "Seperti yang sudah saya katakan. Bakat lahir akan sangat sulit dihilangkan." "Jadi maksud Bapak, anak kami akan selamanya mengalami tidak sadar tiba - tiba selama berhari - hari, karena dibawa curhat rohnya oleh hantu - hantu yang tidak menemukan konselor di dunianya?" itu yang Ditanyakan oleh Nike kemudian. "Ya mau bagaimana lagi," jawab Pak Hilal masih dengan raut wajah penuh penyesalan. Pak Hilal bukan orang pintar satu - satunya yang mereka mintai tolong. Sudah banyak orang pintar yang berikutnya. Mereka juga datang ke kiai untuk melakukan rukyah. Tapi itu juga tidak berhasil untuk menghilangkan kemampuan Brasta. "Satu - satunya cara adalah dengan meluruskan iman, Nak. Jika kamu telah melakukan ibadah - ibadah wajib secara rutin. Insya Allah kemampuan itu akan hilang dengan sendirinya. Tidak ada orang yang bisa menjadi hantu pasca kematian. Apa lagi sampai bercerita tentang peristiwa kematiannya. Karena arwah orang meninggal, akan berada di alam barzah." Seperti itu lah jawaban para kiai secara umum. Akhirnya karena sudah lelah, Nike dan Hidayat sudah lelah ke sana ke mari untuk mencari obat bagi Brasta. Brasta juga sudah lelah menghadapi serangkaian ritual, namun tak membuahkan hasil. Mereka kemudian sama - sama berusaha untuk berdamai dengan keadaan. Mereka lama - lama terbiasa dengan kebiasaan Brasta yang tiba - tiba ditemukan berbaring tidak sadarkan diri di sembarang tempat. Mereka hanya akan segera memasang infus supaya Brasta tidak kekurangan nutrisi karena tidak Sadat berhari - hari. Dan merawat putra mereka itu selama tidak sadar. Seperti yang baru saja terjadi, dengan dibawanya Brasta oleh Kenanga ke gunung Lembu. "Bunda ambilin kamu makan dulu, ya. Habis ini makan dulu, baru tulis cerita baru yang kamu dapatkan." Nike langsung keluar lagi dari kamar putranya. Ya, itu salah satu kebiasaan Brasta selepas mendengar 'curhat'. Menulis hasil curhat itu, kemudian mengunggahnya ke dunia maya. Dan ia akan langsung disambut antusias oleh para penggemarnya di jagad maya. Bagaimana ya. Rugi jika punya kemampuan atau bakat, tapi tidak dimanfaatkan. Apa lagi jika kemampuan itu cukup membuat susah dan menderita. Kalau dimanfaatkan seperti ini, rasanya Brasta sedikit mendapatkan obat. Karena berkat popularitasnya di jagad maya, ia bisa Mendapat penghasilan sendiri yang lumayan di usianya yang masih terbilang muda. Ia juga sering Mendapatkan endorse dari beberapa brand. Pokoknya Brasta benar - benar sudah berdamai dengan bakatnya lah. Hanya saja di saat tertentu, ia kadang juga malas mendengarkan curhat. Terlebih jika hantunya terlalu memaksa seperti apa yang dilakukan Kenanga saat pertama kali membujuk Brasta untuk mau mendengarkan curhat. Sambil menunggu Nike mengambil makanan, Brasta perlahan bangkit. Kepalanya sudah tidak pusing seperti tadi. Brasta perlahan melepas jarum infusnya. Tentu ia sudah ahli juga melakukan hal ini. Seperti orang tuanya yang juga sudah ahli memasang infus padahal bukan dokter atau suster apa lagi bidan. Brasta mengambil handuknya yang tersampir pada mahkota kursi kayu. Kemudian segera menuju ke kamar mandi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD