Hari kedua di tempat asing, kumuh, dan juga tidak menyenangkan membuat Eden merasakan ketidaknyamanan. Tidur di lantai dengan alas seadanya membuat pria itu tak ingin mengulangi hal yang sama.
Bekas gigitan nyamuk di kulit putih terlihat begitu jelas. Bentol-bentol merah itu bahkan mengenai paras tampannya. Kelly yang melihat itu hanya tersenyum saja, tak mau mengejek, tapi di dalam hati tertawa puas.
“Apa yang kau lihat?” tanya Eden dengan nada sengit. Di pagi buta, matahari belum muncul Kelly sudah mengajaknya pergi ke hutan. Jika saja bukan karena tujuan utamanya kembali ke tubuh manusia, ia tak mau bersusah payah seperti ini. Oke, tak apalah. Nanti setelah kembali, yang dilakukan adalah bermalas-malasan.
“Tidak. Hanya saja melihatmu seperti itu, kau pasti manusia yang kaya raya.” Kelly adalah gadis yang tak tahu tentang gejolak dunia manusia. Ia tak mengenal Louis Black, dan hanya mendengar rumornya saja. Bagi gadis itu, rumor belum, tentu benar adanya.
“Aku memiliki kasta yang tinggi sebagai pemburu siluman.” Eden menyombongkan dirinya dengan bangga. Kelly langsung menutup mulut pria itu.
“Jangan bicara mengenai identitas mu. Kau ini siluman, bukan pemburu siluman,” desisnya menoleh ke segala arah, takut ada siluman lain yang mendengar percakapan mereka. “Hidupmu ada di tanganmu. Berhati-hatilah.”
Eden mengangguk mengerti, dan Kelly melepaskan tangan itu. “Perjalanan kita akan sangat panjang. Aku harap kau tak mengeluh.” Gadis itu berjalan sambil membenahi tas di punggungnya.
Eden menatap penuh arti kepada Kelly karena tak pernah di perlakukan seperti ini. Rasa perhatian yang diberikannya, mampu mencubit hati terdalam. Dimana rasa sayang yang dulu pernah di rasakan. Sebagai manusia, ia tak pernah mendapatkan kasih sayang kecuali dari Marreta, ibu panti.
“Kenapa kau hanya diam? Tempat yang kita tuju masih jauh.” Kelly berjalan terus mendahului Eden yang tersentak kaget karena teriakkan nya. Gadis itu terus melangkahkan kaki menelusuri hutan pinus.
Pagi tadi, Kelly sengaja membangunkan Eden untuk di bawa ke sumur kematian. Letak sumur itu lumayan jauh jika berjalan kaki. Karena ia tak memiliki banyak kekuatan, maka yang dilakukan hanya berjalan. Sementara dirinya pergi dengan Eden, Mike pun juga pergi ke perbatasan untuk mencari informasi mengenai Gilbert.
“Apakah tempatnya masih jauh?” Tubuh Eden sangat lemah, dan juga mudah lelah. Karena kondisi tubuh itu, pergerakannya sangat terbatas. “Bisakah kita istirahat dulu?” Ia merasa seperti kakek-kakek yang sudah sangat renta.
“Sepertinya, kau harus berlatih agar bisa melindungi dirimu sendiri.” Kelly menyodorkan minuman yang di pegangnya. “Dari dulu kau sangat lemah, dan tak bisa berkelahi.” Ia meneguk botol yang lain.
“Aku adalah orang kuat, tak mungkin aku lemah.” Sebagai Eden, ia kesal di katai lemah oleh Kelly.
“Kita lanjutkan perjalan. Aku tak mau kita sampai ketika larut.” Di malam hari, hutan sangat menyeramkan. Banyak para siluman jahat yang sedang berkeliaran. Meskipun mereka para siluman, tapi mereka juga saling berebut kekuasaan.
“Kita istirahat sebentar, aku masih lelah, Kel.” Eden meneguk air kembali sampai tandas. Kelly di buatnya terkejut karena air itu harus di hemat.
“Di sekitar sini sudah tak ada air sungai. Kau jangan boros minum.” Kelly merebut botol minum milik Eden, lalu memasukkan kembali ke dalam tas. “Kita berangkat sekarang.” Ia menariknya supaya ikut berjalan bersama.
Eden melangkahkan kakinya dengan gontai. Kepalanya pening, dan pandangan mulai mengabur. Beberapa kali, ia menggelengkan kepala supaya fokus. Kelly terus saja mengoceh ria agar dia mematuhi komandonya.
Namun tiba-tiba, tubuh Eden langsung limbung seketika membuat Kelly kaget bukan main. “Eden, bangun..., buka matamu.” Gadis itu menepuk pipinya dnegan pelan.
Pandangan mata Eden sangat kosong karena jiwanya tertelan menuju ke tempat berwarna putih, seperti ruangan tanpa dasar. Ia bingung memanggil nama Kelly dengan kepanikan luar biasa.
“Kelly...! Sumpah ini tak bercanda bukan?” Eden berjalan berteriak tanpa arah, dan melihat ada rubah putih salju berekor sembilan. Rubah itu menoleh, tersenyum lalu berubah wujud menjadi Eden.
“Aku lama menunggumu.” Mata biru itu menyala dengan terang. Eden mundur ke belakang. Pria yang ada di hadapannya, persisi seperti Eden, dan juga rubah itu, persis apa yang dilihat di kaca milik Catherine.
“Kau!” tunjuknya dengan cepat.
“Penyatuan kita akan segera di mulai.” Dia kembali berubah menjadi rubah, berlari masuk ke dalam tubuh Eden dengan cepat. Rasa sakit yang menjalar terus saja menggerogoti tubuhnya. Ia berteriak dengan keras, karena semua titik Meridian nya seperti tertusuk pisau.
Kelly kebingungan melihat Eden yang berteriak dnegan mata melotot. Ia tak tahu harus berbuat apa. Dan satu-satunya cara yang ada di otaknya adalah batu berwarna putih.
“Arrrrggghhh....!” teriak Eden dnegan nyaring. Semua otot yang ada di tubuhnya menonjol. Mata melotot dengan wajah merah padaM karena menahan sakit yang Kelly tak tahu.
“Sial! Jika ini tak berhasil aku harus membawanya ke kolam teratai.” Kelly mengambil batu itu untuk di taruh di d**a Eden.
Cahaya putih itu mulai menyelimuti tubuh Eden, dan henda menjulang ke langit lagi. Kelly langsung bertindak menggunakan tubuhnya agar cahaya itu tak menyebar. Setelah itu, Eden pingsan seketika, dan ia bisa bernafas lega karena berhasil.
“Huft... misi ini sangat berat.” Senjata terakhir yang di bilang Gilbert dalam suratnya harus di gunakan dalam keadaan tak genting. Kelly tak tahu, apa khasiat dari batu yang dipegangnya, yang jelas batu itu bisa menyelamatkan Eden.
“Dasar! Kenapa kau harus masuk ke dalam tubuh sahabatku?” Kelly kesal dengan sifat mereka yang bertolak belakang, meskipun mirip. “Kau sangat menyusahkan.” Ia menepuk pipi Eden berulang kali supaya dia bangun, tapi tetap saja kondisi pria itu tak sadarkan diri.
“Huft.” Kelly menghela nafas panjang. Tangan kanan miliknya menarik kaki Eden untuk di seret. “Ini kompensasi. Jika kau bangun nanti, kau harus membayar ku.” Terpaksa ia melakukan hal itu karena tak banyak kekuatan magis yang tersisa lagi. Dan mereka harus berjalan agar sampai tepat waktu.
Kepala Eden mulai terasa pening karena goyangan-goyangan yang terus saja terjadi. Sesekali, ia merasa kepalanya terbentur sesuatu. Dengan perlahan, mata itu terbuka dan melihat seseorang telah menyeret kakinya.
Dalam pandangan Eden yang sedikit mengabur, merasa bahwa semua yang terjadi adalah mimpi. Iya mimpi, karena ia baru saja mengalami hal yang di luar ekspetasinya. “Apa yang terjadi?” gumamnya lirih, menatap ke sekelingnya. Terdapat banyak pohon pinus, dan tubuhnya terus saja bergerak.
Saat kepala Eden membentur batang pohon, ia berteriak dengan sangat keras. Kelly langsung menoleh, “Rupanya kau sudah sadar. Kita harus bergegas.” Gadis itu meninggalkannya yang masih meringis kesakitan.
“Kenapa kau menyeret ku, hah?” tanya Eden sambil menyentuk kepalanya karena ada yang aneh, sontak ia langsung berteriak dengan sangat keras.
“Ada apa lagi?” Kelly menoleh dengan memutar bola matanya.
“Kau membuatku berdarah.” Eden sangat benci darah, hingga ingin muntah jika melihat darahnya sendiri. Ingat ya, darahnya sendiri, bukan darah orang lain. Ketika menjadi Louis, ia tak pernah terluka, walaupun tergores. Pria itu sangat licin layaknya belut. James saja terkadang membuatnya heran.
“Aku tak tahu kalau kau berdarah.” Kelly melirik ke arah Eden yang tampak pucat pasi. “Jangan pingsan lagi..., kita harus sampai sebelum matahari tenggelam.”
“D-darahku sangat banyak.” Tubuh Eden mulai bergetar melihat darah yang ada di tangannya. Kelly pun refleks mendekat untuk menenangkannya.
“Ini bukan darah. Ini saos tomat.” Gadis itu mengusap noda darah dengan sapu tangannya. Beralih ke kepala yang terluka. “Pejamkan matamu, Eden. Kau hanya bermimpi.”
Tanpa benteng, Eden langsung terlelap. Kelly segera mengeluarkan ramuan untuk mengobati luka itu. “Sangat lemah, di bandung Eden yang asli.” Ada keraguan di hati gadis itu, bahwa Eden yang sekarang adalah mantan pemburu siluman.
Bersambung