Bab 8

1340 Words
Eden masuk ke kamar kosong dengan interior sangat jelek menurutnya. Tempat tidur kumuh yang tak sesuai dengan kriterianya membuat pria itu muak. Roda kehidupan yang di lakoni mengalami perubahan derajat yang cepat dalam waktu sehari. Kemarin Ia menjadi manusia yang dengan gagah mengalahkan siluman pohon tua. Dan sekarang, ia tinggal di pondok reot bersama para siluman yang sangat miskin. Eden bukan menghina, tapi memang itu yang sebenarnya. Kalau di dunia manusia, pasti banyak barang mewah, dan mahal yang dapat dimiliki. Lah ini, boro-boro mahal, malah kuno semua. “Sial!” geram Eden menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang yang sempit. Pria itu menatap ke langit-langit kamar, mengingat segala hal yang dilakukan dengan James. Iya, pria itu pasti sangat kesepian setelah kepergiannya. Bayangan-bayangan kesedihan di mata James terlihat pada imajinasinya. Eden tersenyum tanpa sadar mengingat pria itu, tapi raut mukanya mendadak luntur seketika. Bukan tanpa alasan, tapi karena kehidupan drastis yang di alami. Dia mengalami penurunan, bukan peningkatan taraf hidup. ‘Kenapa hidupku jadi seperti ini?’ Ia meratapi nasib sial yang di jalani saat ini. Seandainya mengetahui masa depan, tentu dirinya tak akan pergi ke hutan terkutuk itu.” Bayangan jiwanya di keluarkan secara paksa rasa sakit yang menjalar sungguh membuat seluruh urat nadinya putus. Dan kekuatan yang dimiliki perlahan menyerbu tubuhnya, masuk ke dalam aliran darah. Pembuluh darah yang kian menyempit dan meledak membuat tubuhnya tak mampu menahan segala kekuatan itu. Eden memukul-mukul ranjang berulang kali sampai kayu yang menyangganya jatuh ke lantai. Gubrak “f**k!” umpatnya dengan keras terdengar oleh Kelly. Gadis itu langsung masuk ke dalam kamar Eden tanpa permisi. “Apa yang kau lakukan?” Tawa Kelly pecah ketika melihat Eden sedang memegangi bokongnya sambil mulai beranjak dari ranjang reot yang sudah tak berbentuk itu. “Jangan tertawa!” sentak Eden dengan wajah merah padam. Seumur-umur, baru kali ini ia mendapatkan perilaku dari orang lain yang kastanya lebih rendah. Wajar saja, kasta dia itu elit dan berkedudukan, dan sekarang berubah jadi lemah tak berdaya. “Oke aku diam. Sebaiknya kau tidur di lantai. Aku akan mengambil jerami untukmu.” Kelly hendak pergi, tapi di cegah oleh Eden. “Apakah tak ada sofa? Atau kasur busa?” Iya, namanya seorang manusia. Ia mencoba mencari barang yang ada di dunia manusia. tak ada salahnya, bukan. Kelly menghela nafas panjang. Eden yang sekarang, bukanlah Eden yang dulu. Dia adalah manusia yang memasuki tubuh siluman. Jadi, jika menanyakan barang yang namanya sofa, kasur busa, tentu adalah hal lumrah. “Aku miskin, jadi tak bisa beli barang seperti itu.” Hanya siluman kasta tinggi yang mampu menciptakan barang-barang mewah seperti itu. Sementara dirinya hanya rakyat jelata. “Kau kan bisa menggunakan kekuatanmu.” Eden masih ngotot meminta Kelly membuatkan sofa. “Hey, kekuatanku terbatas. Dan di sini tak ada barang seperti yang kau maksud. Nikmati saja semua yang ada. Kita ini rakyat jelata. Dan belajarnya menjadi rakyat yang budiman.” Kelly kesal dengan Eden yang memaksanya untuk melakukan hal mustahil. “Jika kau ingin kembali menikmati harimu yang mewah itu, cepatlah kembali menjadi manusia. maka itu akan lebih mudah.” Ia pergi meninggalkan Eden yang menendang-nendang udara lantaran kesal. “Jika aku tahu cara berubah menjadi manusia kembali. Tentu aku akan melakukannya sekarang.” “Tidurlah! Besok kita cari cara untuk membuatmu kembali menjadi manusia permanen!” teriak Kelly di balik pintu. Binar wajah Eden tampak bahagia mendengar Kelly berucap demikian. Ia menarik selimut tebal itu dan menaruhnya di lantai dengan rapi. “Hanya semalam tidur dengan lantai dingin. Besok aku harus kembali menjadi manusia.” Eden berbaring begitu saja, lalu memejamkan mata dengan perlahan-masuk ke dalam alam mimpi. Karena tak mendengar suara Eden, Kelly berjalan meninggalkan ruangan itu. tak jauh darinya, Mike sedang bersandar di tembok. “Apakah kau yakin, Daddy masih hidup?” Kelly mengangguk, mengeluarkan kalung permata berwarna hijau. Kalung itu bercahaya, pertanda bahwa Gilbert masih hidup. “Warna kalung ini kuat. Jadi jangan khawatir.” Mereka berdua berjalan beriringan menuju ke sebuah pintu berwarna coklat tua. Ketika pintu itu terbuka, banyak buku tertata rapi di rak buku. Kelly merogoh kunci yang ada di saku, berjalan menuju ke jejeran rak khusus buku kuno. Ada kotak berwarna hitam pekat di samping buku kuno itu. “Selama ratusan tahun, kotak ini tak pernah di buka.” Mike mengambil kota itu. “Dan sekarang, kotak ini yang akan menjawab semua keresahan kita selama ini.” Celah dimensi antara dunia manusia dan siluman sudah menunjukan ketidak stabillan setelah beberapa ratus tahun lalu, saat petir besar menyambar dan membelah inti jantung abadi yang tertanam di perbatasan. Saat itu, munculah seekor rubah putih salju di dekat pemukiman para ras rubah. Goncangan dahsyat itu mampu membuat para tetua rubah, dan juga para raja terdahulu memasang pelindung untuk melindungi para rakyat. “Kita buka kotak ini sekarang.” Mike sudah tak sabar dengan isi kotak hitam itu. terus terang, ia ingin sekali membukanya setelah mendengar dongeng hebat yang selalu di ceritakan ayahnya. “Cih, berapa umurmu karena terlalu percaya dengan takhayul?” ejek Kelly sambil membuka kotak itu. “Gilbert tak mungkin bicara sembarangan. Dia selalu berkata benar.” Mike tahu bahwa Gilbert tak akan pernah berbohong. Dan ia selalu percaya perkataan pria tua itu. “Terserah. Yang jelas jangan kecewa kalau tak sesuai kenyataan.” Kelly membuka kotak itu dengan pelan. Cahaya putih yang menyilaukan mata membuat mereka membuang muka. Saat cahaya redup, keduanya menatap benda yang ada di dalamnya dengan seksama. “Apa yang aku bilang?” Kelly menutup mulutnya menahan tawa karena imajinasi Mike tak sesuai realita. “Ambil buku itu.” Mike malu, sedikit kecewa dengan karangan sang ayah. Akan tetapi, ia tak akan menyerah dan mencari tahu hubungan kotak itu dengan Eden. “Buku aneh,” gumam Kelly mengambil buku tipis yang menurutnya tak seperti buku lainnya. Mike merebut buku itu untuk dibukanya, sebab penasaran. “Ini buka catatan milik Gilbert. Dia ingin menjadi manusia.” Mike tak percaya dengan tulisan yang ada di buku itu, tentang cara menjadi manusia. “Kenapa daddy ingin menjadi manusia?” seru Kelly tak percaya dengan kata Mike. Gilbert sangat menyukai hidupnya sebagai siluman, tak mungkin ia ingin berubah menjadi manusia. “Sial! Aku tak percaya ini.” Mike memasukkan kembali buku itu ke dalam kotak. Penantian selama ratusan tahun hanya di dapat dengan buku tak berguna seperti itu. sungguh membuat kecewa luar dalam. “Aku akan memberikan buku ini kepada Eden.” Mike mengambil kota yang ada di tangan Mike. “Besok, pergilah ke perbatasan. Aku akan mengurus Eden.” Kelly pergi meninggalkan Mike dengan wajah kecewanya. Gadis itu menutup pintu dengan pelan saat sampai ke dalam kamar. Saat membuka kotak tadi, ia melihat batu berwarna putih, dan anehnya batu itu mengeluarkan cahaya. “Apa ini?” Kelly mengambil batu itu, dan terus menatapnya. Sebuah tulisan kecil terdapat di kotak. ‘Gunakan ini, jika dalam keadaan darurat. Ingat..., ini senjata terakhir.’ Kelly membakar kertas itu dengan cepat, dan langsung menyimpan batu tersebut ke dalam kantong. Ini isi, bukan misi abal-abal, dan sang ayah percaya padanya. “Terimakasih, sudah percaya padaku.” Kelly memeluk kota itu sambil tersenyum. Sementara orang yang di bicarakan sedang berlari masuk ke dalam hutan terlarang. Wajah penuh dnegan darah, di tambah kaki yang pincang membuatnya tak bisa bergerak leluasa. “Kejar dia!” teriak para pengawal bersamaan. Gilbert tak tinggal diam, dan terus berusaha lari meskipun kakinya sakit. Sampai akhirnya, ia berada di tepi jurang. Tak ada pilihan lain yang tersisa kecuali terjun. “Sial! Semoga aku masih hidup.” “Berhenti!” teriak salah satu dari pengawal Gilbert menoleh, tersenyum dengan semirik. Menurutnya, terjun adalah langkah yang tepat dari pada bertemu dengan ratu jahat tak kenal belas kasihan. “Good bye.” Ia berbalik arah, terjun bebas di udara. Mereka yang mengejarnya langsung menuju ke tebing dan mengeluarkan kekuatan untuk melihat Gilbert. “Ini tebing kematian. Tak ada yang bisa selamat setelah terjun dari tempat ini.” Salah satu panglima muncul di udara, turun dengan perlahan. “Lakukan pencarian ke dasar. Kita cari mayatnya sampai ketemu.” Mereka mengangguk, dan langsung mencari cara turun ke dasar jurang. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD