Bab 12

1194 Words
Gilbert masih dalam proses melarikan diri dari kejaran pengawal kerajaan. Pria tua itu berusaha keras menghindari mereka, dan mengecoh nya, tapi karena mereka adalah prajurit terpilih, maka semua yang dilakukan sia-sia. Tetesan darah yang terus mengalir di pelipisnya, disertai wajah pucat karena kelelahan membuat tubuh Gilbert tak bisa menahan lebih lama lagi. Ia hanya berharap ada seseorang yang mau menolongnya, meskipun harapan itu sia-sia belaka. Di jurang kematian, tak ada satu siluman pun yang bisa hidup di sana, karena jurang itu adalah jurang penuh dengan jebakan. Untung saja, Gilbert berulang kali menghafal rute dari jurang itu, jadi ia sedikit paham tentang semua jebakan yang ada. Gilbert terus berlari meskipun kakinya pincang karena tempat yang di tuju sudah di depan mata. Pria itu melihat ilalang berwarna ungu, dan dibalik rumput tersebut ada tempat aman, meskipun banyak kabut hitam. Samar-samar, Gilbert mendengar suara yang familiar. Dengan cepat ia menerobos ilalang itu supaya apa yang di dengarnya jelas. Ketika terus berjalan mencari jalan keluar, suara itu tak terdengar lagi. Dan sementara Kelly langsung menutup mulut Eden agar tak bersuara lagi. “Ada siluman lain, aku mencium bau darah,” bisik nya memasang wajah waspada. Matanya berkilat hijau menatap ke arah ilalang berwarna ungu. “Eden, kita harus bersembunyi di balik bebatuan itu.” Kelly tak ingin keberadaan mereka di ketahui siluman lain. “Aku tak mau menggendong mu. Kau berat!” Eden membuang muka tanpa penyesalan meskipun mengolok Kelly. Tangan gadis itu memukulnya dengan capat. “Auuuu... apa yang kau lakukan?” teriak Eden mengaduh, dan dengan sigap Kelly menutup mulutnya kembali. Suara pergerakan gesekan ilalang semakin mendekat. Keduanya memasang muka waspada, dan menatap penuh kecemasan. Ketika siluet hitam keluar dari rumput ilalang itu, Kelly sudah bersiap menyerang. Cahaya putih menyinari wajah siluman itu. Bola mata gadis tersebut terbuka lebar, dan langsung berlari menuju ke arahnya. “Daddy!” teriak Kelly menghiraukan semua serangga yang ada di tanah. Air mata gadis itu tumpah melihat kondisi tubuh Gilbert yang penuh luka. “Daddy..., apa yang terjadi.” Ia membantu sang ayah untuk berjalan. Tawa Gilbert pecah, “Aku kira orang lain, ternyata anak gadisku yang cantik.” Ini bukan saat yang tepat untuk bercanda, Kelly masih meneteskan air mata dan bahkan menangis dengan keras. Eden yang melihat itu hanya memutar matanya jengah. Bilang saja ngiri bro. “Kau penuh luka, Dad. Hiks.” Kelly tak menyangka jika Gilbert berjuang keras sampai ke jurang kematian hanya untuk Eden. Tatapan yang semula sendu berubah mentajam saat melihat pria yang ditolong ayahnya hanya acuh tak peduli. ‘Rubah laknat!’ geramnya tertahan. Gilbert tahu bahwa Kelly menaruh kekesalan pada Eden. Ia menenangkan putrinya dengan menyentuh punggung secara lembut. “Dia sangat keterlaluan, Dad. Lihat gaya angkuh dan sombongnya.” Gilbert menggeleng pelan, “Itulah sifat aslinya sebagai pelindung, tak tersentuh sama sekali, Kel. Hanya jantung inti abadi yang bisa menyentuhnya.” Ia berjalan menuju ke arah Eden, dan di papah oleh Kelly yang masih memasang wajah kesal. “Bagaimana kondisimu, Eden?” tanya Gilbert peduli. Meskipun tubuhnya luka, tubuh sang pelindung sangat penting. “Cih, gagal percobaan pertama.” Eden membuang muka ke arah lain, membuat Kelly menahan amarah yang sudah sampai puncak meletus. “Sial! Aku tak tahan lagi!” tunjuk Kelly. “Kau siluman lemah, tapi sifat mu sangat angkuh. Kau berbeda dengan Eden. Di sini, kau bukan siapa-siapa, dan kami tak akan membantumu.” Gadis itu terengah-engah mengeluarkan semua perkataan yang tersimpan di dalam hatinya. “Kelly!” bentak Gilbert dengan keras. Eden terus menatap ke arah ayah dan anak itu dengan wajah datarnya. “Aku membencinya, Dad! Dia keterlaluan! Kita pulang, dan jangan membantunya.” Kelly meraih lengan Gilbert untuk dibawanya pergi menjauh dari Eden. Tinggalah pria itu sendirian, duduk di atas bebatuan. Dalam kondisi seperti ini, yang ada di otaknya hanya James seorang. Dan juga, mengenai Kelly, semua perkataan gadis itu benar adanya, tapi gengsi untuk mengakui dan memilih diam saja. “Aku tak mau bersikap rendah meskipun lemah.” Hidup di panti asuhan dengan semua anak yang licik mencari perhatian membuat karakternya seperti itu. Bukannya ia tak punya perasaan. Tapi lebih cenderung ke sisi melindungi diri. Cinta dan kasih sayang baginya adalah hal yang tak mungkin, jika seseorang mendapatkan itu maka akan ada di sesuatu di baliknya. Ibarat peribahasa ada udang di balik batu. Kabut hitam yang awalnya tipis mendadak jadi menebal. Eden tak menyadari jika ada bahaya yang mengancam nyawanya karena terus melamun dengan pandangan kosong. Kedua mata merah menyala menatap minat ke arahnya. Grrrrrr Eden menoleh seketika karena merasa ada yang aneh, tapi ketika mencari sumber keanehan tak terjadi apa-apa. Sontak ketika pandangannya mengarah kedepan, Kelly sudah berada di sana, dan langsung memegang lengannya, mereka berdua menghilang. Dua pasang mata merah tadi merasa kesal sebab apa yang di incar nya pergi. Dia pun mengibaskan kan kabut hitam agar menghilang bersama dirinya. Untuk Kelly dan Eden yang sudah sampai pondok di sambut oleh Gilbert. “Apakah kau baik-baik saja?” Gilbert khawatir dengan keadaan Eden, bahkan ia sampai berkeliling mencari luka di sekujur tubuhnya. “Dad!” rajuk Kelly manja tak terima Eden diperlakukan dengan baik. “Kelly, aku harap kau mengerti dengan ucapanku tadi. Dunia kita, tergantung padanya.” Gilbert menaruh kedua tangan di belakang tubuhnya. “Eden,” panggilnya dengan lirih. Pria itu pun menoleh, “Aku tak mudah percaya dengan orang lain, Gilbert.” Mereka berdua berhadapan satu sama lain. “Kelly, ambil kan air minum.” Gilbert sengaja mengusir Kelly meskipun gadis itu tengah kesal, dapat dilihat jika dia sedang menghentak-hentakkan kaki sambil menjauh. Dan sekarang tinggal kedua pria itu. “Jika kau ingin kembali menjadi manusia, lakukan semua yang aku tulis di buku itu satu persatu. Kelly akan membantumu.” Gilbert menatap lurus ke arah Eden yang tak berekspresi sama sekali. Wajah tegas, wibawa, dan juga berkharisma telah menunjukkan bahwa dia adalah pelindung yang membawa perdamaian antara manusia dan siluman. “Apa yang kau inginkan, Gilbert?” Di dunia ini tak ada yang gratis, dan Gilbert mau membantunya secara percuma. “Tak ada,” dusta Gilbert dengan penuh keyakinan. Mata itu menatap manik biru safir milik Eden untuk menunjukkan kalau ia tak berbohong. “Aku hidup di panti asuhan, tak punya sanak saudara. Dan juga menjadi musuh para siluman.” Ada alasan kenapa pria itu menjadi pemburu yang di takuti para siluman. “Dulu, hidupku penuh dengan kasih sayang dari ibu baptis ku, tapi dia di bunuh oleh siluman.” Hanya ibu panti yang selalu menyayanginya. Untuk itu, tekadnya dalam memburu banyak siluman berawal dari balas dendam. “Apakah kau sudah menemukan siluman yang telah membunuhnya?” Gilbert tahu hati manusia serapuh kertas, dapat sobek kapan saja. “Iya, tapi aku belum puas.” Impian Eden saat ini adalah membasmi seluruh siluman, tapi sekarang dia menjadi siluman itu sendiri, bukan pemburu lagi. Melihat tekad Eden, Gilbert tahu bahwa pria itu tak akan menyerah. ‘Aku hanya takut jika kau tak terima dengan takdirmu, Eden. Dan semua cara yang ada di buku itu belum tentu berhasil,’ batinnya merasa bersalah. Keadaan ruangan pun menjadi hening seketika, telinga Gilbert pun bergerak-gerak karena mendengar sesuatu. Kelly langsung masuk ke tempat mereka bicara dengan tergesa-gesa. “Kita harus pergi dari sini!” Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD