Bab 13. Tidak Bisa Berbohong

1030 Words
Napas Cindy jadi tersengal dan semakin tertekan. Sebastian seperti seorang psikopat sedang mengancamnya. Hal itu membuat pandangan Cindy makin kabur. Tanpa ia sadari demamnya semakin naik. Sebastian menyadari jika Cindy seperti tidak begitu bisa konsentrasi lagi. Pandangannya makin tidak fokus dan membuat Sebastian mengernyit. Cindy pun tidak bisa menopang lagi kepalanya. Ia akhirnya ambruk di pundak Sebastian tepat di pangkuannya. Sebastian terkesiap saat kening Cindy terkena kulit lehernya. Kulitnya panas karena demam tinggi. “Cindy?” Sebastian mencoba memanggil tapi Cindy ternyata sudah pingsan. Ia meraba leher Cindy dan memang wanita itu sedang sakit, ia tidak berbohong. “Ahk, kenapa kamu bisa sakit sih? Pasti suami b******k kamu itu gak menjaga kamu, kan?” Sebastian menggerutu lalu memegang kepala Cindy dengan kedua tangannya. Mata Cindy tertutup dan ia sudah lemas tak sadarkan diri. Sebastian tidak membuang waktu untuk menggendong Cindy ke kamar rahasianya. Ia meletakkan Cindy di atas ranjang dengan baik. Sebastian terlihat tenang. Ia meraba sekali lagi kening Cindy dan mengangguk paham. Sebastian kembali ke mejanya untuk memberikan beberapa perintah pada Edward Harsa. “Panggil dokter kemari, Cindy sakit dan dia pingsan.” Sebastian berujar dengan tenang meski keningnya mengernyit. “Baik, Pak.” Beberapa saat kemudian, Edward kembali dengan manajer HRD yang ikut membawa seorang dokter dari klinik terdekat untuk memeriksa Cindy. Sebastian memberikan akses bagi dokter itu untuk memeriksa Cindy dan ia terus mengawasi. “Sebaiknya kita bawa dia ke rumah sakit ....” dokter itu menoleh dan menyarankan tapi Sebastian langsung menolak. “Tidak. Aku mau dia dirawat di sini. Berikan perawatan setara rumah sakit di sini, di ruangan ini. Apa pun yang Anda butuhkan, katakan pada wakilku. Dia akan menyelesaikannya.” Sebastian langsung memotong dan balik memberikan perintah. Sikapnya yang dingin membuat dokter pun tidak bisa berbuat apa pun. Dokter itu menarik napas panjang dan mengangguk. Ia harus menurut pada Sebastian yang tidak suka jika permintaannya ditolak. Jika Sebastian ingin Cindy dirawat di kamar itu, maka dokter itu harus melakukannya. “Tapi kita juga harus melakukan beberapa tes ....” Dokter itu mencoba lagi. “Tidak masalah. Lakukan apa pun tapi aku tetap mengawasi semuanya. Yang penting dia tetap dirawat di sini.” Sebastian kembali menekankan serta memaksakan kehendaknya. Dokter itu pun mengangguk kemudian. “Baiklah. Saya akan mempersiapkan semuanya.” Dokter itu memberikan beberapa petunjuk pada Edward. Kamar tersebut diubah sedikit menjadi ruang perawatan untuk Cindy. Sedangkan Sebastian mengawasi langsung tanpa bicara. Cindy perlahan bangun dan sedikit demi sedikit mulai sadar. Ia tidak menyadari jika tubuhnya begitu lemah sampai terkena demam karena terus berada di bawah kucuran shower dingin nyaris semalaman. Matanya tidak sanggup terbuka dan akhirnya ia kembali tidur karena pengaruh obat. Sedangkan Sebastian hanya kembali sebentar ke mejanya mengambil kopi dan laporan analisis yang dibuat oleh Cindy lalu kembali ke kamar itu. Ia duduk di salah satu kursi menghadap ranjang Cindy dan memeriksa laporan tersebut. “Hhm, kopi buatan kamu memang masih yang terbaik, Cindy.” Sebastian sedikit menyeringai lalu menyesap lagi kopinya. Sebastian membaca analisis yang dibuat Cindy dengan baik. Setiap beberapa menit sekali matanya naik menatap Cindy. Lalu kembali membaca. Setelah merevisi beberapa hal yang sesungguhnya tidak terlalu penting, Sebastian menutup laporan tersebut. Ia tidak memberikan tanda tangan pada laporan tersebut agar Cindy yang memintanya langsung saat ia pulih nanti. Saat Cindy masih tertidur, Sebastian datang mendekat. Ia duduk di pinggir ranjang lalu sedikit berbaring menyamping dan melingkarkan tangannya ke atas kepala Cindy. “Kenapa kamu bisa menikah dengan Melvin dan bukan dengan polisi itu? Apa yang sesungguhnya terjadi sama kamu?” Sebastian bergumam pelan lalu mendekat dan mengecup kening Cindy. Cindy tidak bergerak dan bernapas dengan teratur kala kecupan dari kening kemudian mampir ke pipi dan bibirnya. Sekalipun Cindy sedang sakit dan wajahnya jadi pucat, Sebastian masih merasakan gairah yang sama. Dengan bebasnya, Sebastian bisa membelai pipi Cindy lalu mencium bibirnya. Ia tidak peduli jika penyakit Cindy bisa saja menular padanya. “Kamu masih sama menggairahkannya seperti dulu.” Sebastian berbisik lalu mengecup pipi sampai leher Cindy dengan lembut. Tak seperti saat sadar, Cindy mungkin akan melawan. “Ingatlah aku dalam mimpimu. Akulah pemilikmu,” bisik Sebastian lewat telinga Cindy seolah menanamkan ingatan di alam bawah sadarnya. Bibir Cindy sedikit bergerak tapi ia akhirnya hanya diam saja. Sepanjang hari sampai sore menjelang malam, Cindy masih dalam perawatan dan belum bangun. Ia hanya sempat menggeliat beberapa kali dan kembali tidur. Padahal Sebastian menunggu Cindy bangun dan meneruskan pekerjaannya. “Pak, sudah waktunya pulang,” tegur Edward pada bosnya itu. Sebastian masih diam saja menatap Cindy. Ia nyaris tidak melakukan pekerjaan apa pun saat Cindy sedang terbaring sakit. “Pulanglah. Aku akan pulang jika aku mau. Selamat sore, Ed.” Sebastian dengan sikap acuhnya seperti biasa menyuruh Edward pulang. Edward tersenyum kecil lalu mengangguk. “Sampai jumpa besok, Pak.” Edward lalu berjalan keluar dan di depan pintu sudah ada Lefrant yang baru saja datang. Edward hanya mengatupkan bibirnya dan sedikit memiringkan kepala tanda meminta Lefrant untuk masuk. Lefrant pun masuk lalu melirik pada Cindy yang tertidur dengan selimut tapi masih berpakaian lengkap dan infus. “Apa yang terjadi?” tanya Lefrant menyapa Sebastian yang sudah menunggunya. “Dia sakit. Aku pikir dia bohong.” Sebastian balas menjawab tanpa rasa bersalah. Kening Lefrant mengernyit lalu menoleh pada Sebastian. Sebastian kemudian berbalik menghadap Lefrant. “Apa kamu sudah dapatkan informasi tentang Cindy? Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa dia bersikeras gak ingat padaku?” tanya Sebastian dengan raut mengernyit. Ia sempat melirik pada Cindy yang tidak mendengar karena sedang tidur. “Aku belum mendapatkan cerita yang lengkap. Masalahnya keluarga Cindy sudah kembali ke Surabaya. Ibunya masih hidup dan sekarang tinggal di sana.” Kening Sebastian mengernyit lagi. “Apa kamu mendapatkan informasi soal kakak sepupu Cindy bernama Dion? Aku dengar dia seorang polisi.” Lefrant mengangguk lalu menoleh pada Cindy. “Kita tidak mungkin menangkap pria itu ....” “Kenapa?” desak Sebastian. “Karena dia sudah meninggal.” Kening Sebastian makin mengernyit. “Tidak mungkin.” Lefrant mengangguk lalu menoleh pada Cindy lagi. “Dari beberapa orang yang aku tanyai, Cindy sudah tidak lagi berhubungan dengan ibunya atau pun keluarganya yang lain. Mereka sudah tidak lagi mengakuinya sebagai anggota keluarga. Mungkin itulah mengapa dia menikah dengan Melvin.” “Apa?!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD