Bab 6. Bos Gila

1096 Words
Cindy begitu kaget saat Sebastian mendorongnya ke pinggir meja di depan kursi. Sebastian masih dalam posisi duduk dan Cindy dipaksa bersandar di ujung meja. “Ah, lepas! Bapak mau apa!?” Cindy mencoba melawan tetapi tangan Sebastian dengan cepat menaikkan sebelah kaki paha Cindy. “Diam!” ancam Sebastian sedikit melotot. Cindy sedikit terengah dan ketakutan saat tangan Sebastian memegang pahanya. Sebelah tangan lagi mengambil plester luka dan lalu menempelkannya pada lutut Cindy yang terluka. Barulah Cindy berhenti. “Ahh.” Cindy sedikit mengaduh karena rasa sakit dari lututnya yang berdarah. Sebastian tak peduli lalu mengambil selembar tisu untuk menyeka sisa darah yang akan mengering. “Jangan pikir aku sedang berbaik hati.” Sebastian tiba-tiba bicara, lalu matanya naik memandang Cindy yang masih sangat gugup dan takut. Ujung bibirnya naik saat tangannya yang semula menempelkan plester kini mengelus kulit paha Cindy dari lutut semakin naik ke atas. Rasa tidak nyaman dan tidak suka langsung menyeruak dalam benak Cindy. Dengan cepat ia mendorong tangan Sebastian dari pahanya dan hendak menarik pahanya lepas dari cengkeraman bosnya. Sayangnya, Sebastian malah menarik lagi paha Cindy makin ke depan dan tangannya makin liar menjelajah. “Lepas! Lepas!” teriak Cindy menarik kakinya lalu mendorong Sebastian dengan kasar. Cindy buru-buru keluar dari balik meja kerja itu dengan napas tersengal. Sebastian mengeraskan rahang dan ikut berdiri. Cindy begitu berani melawannya dan ia tidak suka. “Jangan macam-macam, Pak! Jangan mendekat!” seru Cindy masih dengan napas tersengal. Sebastian sudah panas pagi-pagi menghadapi sikap Cindy yang sangat keras kepala. Ia berjalan mendekati Cindy dengan pandangan tajam terus mengarah pada sekretarisnya tersebut. “Kamu masih melawanku padahal sudah menandatangani kontrak, heh!” tangan Sebastian dengan cepat meraih Cindy yang berbalik cepat hendak melarikan diri. Sebastian ikut berjalan cepat mengejar Cindy lalu menariknya. “Ahhk, lepas! Tolong, hhmmp!” Sebastian membekap mulut Cindy lalu mendesakkannya ke arah dinding sampai punggung Cindy sedikit terhempas ke belakang. Cindy yang mulai kelelahan belum mau menyerah dengan keadaan. Ia masih melawan dan terus memberontak. Cindy kembali berteriak dan mencoba meminta tolong. Sedangkan Sebastian mulai emosi menarik pinggang Cindy sehingga ia bisa mengurung dengan kedua lengannya. “Jangan ... tolong, lepaskan saya!!” teriak Cindy dengan suara mulai putus asa namun Sebastian tidak memiliki rasa belas kasihan sama sekali. Dengan kasar dan cengkeraman yang kuat ia memegang rahang Cindy sehingga wanita melihatnya. “Kamu pikir kamu bisa lolos dari sini?” geram Sebastian di depan wajah Cindy yang sudah pucat. Akan tetapi, Cindy masih mencoba belum menyerah. Ia melepaskan tangan dan dengan cepat menampar Sebastian. Sebastian yang marah, makin kasar, Ia menarik tangan Cindy dan meremas pergelangannya sampai Cindy kesakitan. “Bapak mau apa?” isak Cindy yang kesakitan. Sebastian hanya menyengir sinis dan makin mendorong tubuhnya mengimpit Cindy di antara dinding dan tubuhnya. “Kamu pasti ingat siapa aku. Aku ingin merasakan hal yang sama seperti malam itu, bolehkan?” ujarnya sambil menyengir jahat. Mata Cindy langsung membesar. Ia kembali bergulat. “Saya gak tahu, Pak. Tolong lepasin! saya mohon!” Cindy mulai mengiba lagi meminta dan memohon pada Sebastian. “Huh, kamu bener bener pintar berbohong, kamu pikir aku akan kalau kamu gak ingat sama aku? jangan pura-pura lupa, Cindy. Aku bisa lakukan yang aku mau dan kamu gak akan menyukainya.” Cindy sudah sangat ketakutan mendengar Sebastian berbicara seperti itu. Tapi ia benar-benar bingung harus bersikap seperti apa. “Tolong lepaskan saya. Saya janji gak akan bercerita pada siapa pun tentang apa yang terjadi di hotel.” Cindy terus terisak dan mencoba bernegosiasi. Konsistensi Cindy menolaknya hanya mendapat tertawaan sinis dari Sebastian. Wanita ini benar-benar sudah membuat ia kehilangan kesabaran. “Lalu kamu gak ingat tentang aku selain malam itu?” Sebastian kembali bertanya. Cindy kembali menggeleng. “Saya ... saya gak tahu ....” “Mungkin kalau aku menyentuh kamu, kamu akan ingat, ya? Kamu mau jadi perempuan murahan ya?” Cindy cepat menggeleng. Sebastian malah tertawa seperti seorang psycho. “Kamu sudah membuatku masuk penjara dan sekarang suamimu berhutang banyak padaku!” erang Sebastian lagi makin meremas kuat tangan Cindy yang ia pegang. Cindy sudah meringis kesakitan dan terus menangis. “Kenapa kamu menangis, sayang? kamu mau nipu aku dengan pura pura polos, ya?” Sebastian tertawa sinis sambil meremas tekuk leher Cindy. Cindy mencoba sekuat tenaga mendorong sekali lagi mencoba melepaskan dirinya. Tapi tenaga Sebastian yang jauh lebih kuat darinya bukanlah tandingan. Ia mulai putus asa hendak melepaskan diri. “Kamu pura-pura nolak aku, padahal saat di New York, kamu mencoba merayu aku supaya mau tidur sama kamu, sekarang kamu pura pura gak mau.” “Saya gak akan pernah melakukan hal serendah itu!” jawab Cindy rendah dan putus asa. Mata Sebastian membesar. Senyuman jahatnya perlahan hilang berganti dengan ekspresi marah hingga mendesis di depan wajah Cindy. Tangan Sebastian melepaskan sedikit cengkeraman lalu dengan menarik ujung blazer Cindy sampai kancingnya terlepas. Cindy mencoba kabur tapi sialnya Sebastian berhasil menarik blazer itu sampai terbuka dan terlihatlah dalaman camisole yang dikenakan Cindy. Sebastian melingkarkan lengannya pada pinggang Cindy, lalu menarik dan menempelkannya lagi ke dinding. “Kamu cuma perempuan rendah yang coba merayu dan melakukan apa aja untuk menjebak pria sepertiku.” Napas Cindy tersengal menatap tajam pada Sebastian yang sudah memperlakukannya dengan cara yang sangat tidak hormat. “Saya gak tahu Bapak ngomong apa. Saya gak kenal Bapak!” balas Cindy mendesis memandang mata Sebastian dengan marah. Sebastian mulai tersenyum jahat, ia kembali meremas tekuk dan ikut menarik rambut belakang Cindy. “Lepasin, sakit!” teriak Cindy namun Sebastian makin agresif dan tidak memberinya kesempatan melepaskan diri. “Kalo gitu, kamu akan melayani aku sampai aku puas. Aku bakalan berhenti kalo kamu sudah mengingatku lagi.” Sebastian menaikkan tubuh Cindy sambil menempelkannya ke dinding. Tinggi tubuh keduanya yang cukup jauh menjadikan pria harus mengangkat tubuh Cindy sesuai posisi yang ia inginkan. Cindy terus melawan dengan mengibas-ngibaskan kakinya sambil terus berteriak. “Kamu masih belum menyerah ya!” Cindy hendak menampar Sebastian lagi ketika sebelah tangannya lolos. Tapi refleks Sebastian yang baik cepat menahan dan membenturkan pergelangan tangan Cindy ke dinding. Dalam keadaan kesakitan, Sebastian meremas tekuk Cindy dan mencium bibirnya dengan agresif. “Ehhhmm ... lepasin, kamu memang penjahat!” gumam Cindy berusaha berteriak di sela ciuman itu. “Oh ya? jangan bilang kamu gak menikmatinya, Cindy Sayang. Aku tahu kamu suka sama aku!” desis Sebastian dengan percaya diri sambil terus menyentuh tubuh Cindy dengan seenaknya. Cindy tidak peduli sisa tenaga yang ia punya ia gunakan untuk menendang dan tidak berhasil. Sedangkan Sebastian yang sudah kehilangan kontrol lantas mencium sambil mencucup leher Cindy. Tiba-tiba pintu terbuka dan saat itulah dengan cepat Sebastian melepaskan Cindy.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD