LIMA

1004 Words
"Lis, perkenalkan ini putera sulungku Jeremy Revano juga pengacaranya Ewan Grissham. Dan ini Calista, Baby Sitter-nya Axton." Calista hanya membungkukkan tubuhnya disertai senyum sopan. "Senang bertemu dengan Anda Miss." Calista sedikit terkejut mendengar Ewan yang cukup fasih berbahasa Indonesia. Tapi itu tak berlangsung sama karena ia segera membalas ucapan Ewan. Keadaan canggung yang sempat terjadi tergantikan karena Ewan banyak mengajak dirinya, Axton dan Nyonya Anggita berbicara tentang banyak hal. Pria yang disebut ayah kandung Axton hanya diam tidak berbicara apapun setelah satu kalimatnya untuk Axton tadi. Obrolan yang terjadi tidak berlangsung lama karena Nyonya Anggita masih ada urusan lain, lalu menyuruh Vano dan Ewan untuk istirahat. Axton langsung memeluk kaki Calista begitu Nyonya Anggita pergi meninggalkan ruang keluarga. "Kalau begitu kami permisi dulu." Calista membawa X dalam gendongannya dan pergi dari sana setelah dipersilahkan oleh Ewan. Jarum jam menunjukkan pukul dua siang, Axton melewatkan waktu tidur siangnya karena pertemuan tadi. Beruntung Axton sudah makan siang disekolah jadi anak itu tidak akan merasa kelaparan. "Bagaimana perasaanmu sekarang hmm?" "X senang, akhirnya bisa melihat Daddy." Meskipun menjawab dengan suara kecil tetapi Calista bisa mendengarnya dengan jelas. Kepala X tergolek lemah dibahunya, sepertinya anak ini sudah sangat mengantuk. "Iya, Mimi bisa melihat itu. Terimakasih sudah menjadi anak yang baik didepan Daddy, X anak yang hebat. Sekarang tidurlah." Calista mengusap kepala X hingga anak itu benar-benar tidur. Sesampainya dikamar Axton, Calista segera menaruh Axton diatas tempat tidur anak itu lalu keluar dari sana. Baru saja Calista membalik tubuhnya, ia mendapati Ewan didepan kamar X. Memberinya senyum manis. "Mr. Ewan." Sapa Calista dengan senyum sopannya, tatapannya juga seakan bertanya apa yang pria itu lakukan didepan kamar X. "Panggil saja Ewan, tidak perlu se-formal itu. Saya butuh teman mengobrol makanya saya menunggu kamu." "Ah begitu rupanya. Mari Tuan, biar saya buatkan minuman." "Ewan." Ujar pria itu mengoreksi ucapannya. "Ya maksud saya, Ewan. Lebih menyenangkan kita duduk di samping rumah." Ewan terus membuntuti Calista yang membuat minuman untuk mereka juga mengajak Ewan duduk dikursi santai yang ada samping rumah yang memiliki kolam mancur kecil dari bebatuan. "Jadi kalian akan menetap di Indonesia?" "Untuk sementara ya," Ewan meminum jus jeruknya perlahan. "Selama empat tahun ini kami begitu sibuk pindah ke negara satu dan lainnya, sekarang keadaan sudah lebih tenang." "Hmm begitu. Kalian memang terlihat sangat sibuk." "Revano adalah orang yang paling sibuk apalagi setelah secara resmi menjadi pewaris utama perusahaan." "Ya, begitu sibuknya sampai tidak pernah sekalipun bertemu dengan Axton." Gumam Calista pelan seraya membuang pandangannya pada air yang mengalir dikolam. Tetapi Ewan masih dapat mendengarnya dengan jelas. "Keadaannya memang sulit sekali untuk dijelaskan. Aku juga merasa tidak terlalu berhak untuk memberitahu masalah pribadi Revano padamu." Calista tersenyum tipis dan menatap Ewan, "saya juga benar-benar tidak ingin tahu urusan beliau. Saya hanya peduli pada Axton." Ewan mengerjapkan matanya beberapakali sebelum ia balas tersenyum seraya menganggukkan kepala. Matanya ikut menerawang menatap air yang mengalir dikolam. "Anak itu tumbuh dengan baik disini, dan ternyata sangat mirip dengan Revano. Axton terlihat sangat dekat denganmu." "Saya pengasuhnya, tentu kami dekat." "Benar juga." Lalu tatapan pria itu beralih padanya. "Dan saya lihat sepertinya kamu masih sangat muda. Berapa usiamu?" "Beberapa bulan lagi saya 22 tahun." Balas Calista yang dengan santainya meminum jus jeruknya. "Sudah kuduga." "Anda sangat fasih berbahasa Indonesia." "Aku pernah sekolah di sekolah menengah pertama disini sebelum akhirnya menetap di Inggris lalu bertemu dengan Revano sewaktu kuliah." "Ternyata begitu." Calista menganggukkan kepalanya paham. Berarti pria disampingnya ini bisa dibilang selain pengacara ayah X juga saksi hidup pria itu. Ewan pasti tahu apa saja yang terjadi antara Ayah dan ibunya Axton. Lalu hening menghampiri, tak ada lagi percakapan diantara mereka. Calista sibuk dengan pikirannya tentang Axton, dan Ewan yang entah melamunkan apa. "Senang bisa menghabiskan waktu bersamamu. Aku harap lain kali kita bisa mengobrol lagi." Calista mengangguk tanpa membalas ucapan Ewan sama sekali, membiarkan pria itu pergi meninggalkannya sendirian dikursinya. Melihat jam ditangannya, ini belum waktunya Axton bangun. Dan sekarang ia mulai merasa lapar, sepertinya ia harus mengisi perutnya sekarang. Calista membawa gelas yg digunakan olehnya dan Ewan tadi untuk dicuci di counter cuci piring sebelum ia mengambil makan siangnya. Dirumah besar ini, Keluarga Davies memiliki dua dapur. Yang satu dapur utama dan satu lagi dapur bersih. Para pekerja memasak dan makan di dapur utama, sedangkan dapur bersih tersambung dengan ruang makan. Dapur bersih biasanya digunakan para majikan jika mereka ingin menyeduh kopi sendiri atau apapun yang mereka mau. Makan pagi, siang dan malam dimasak didapur utama sebelum akhirnya dipindahkan ke dapur bersih jika para majikan ingin makan dan mengambil makanannya sendiri. Cukup ribet tetapi setidaknya dapur utama benar-benar jadi tempat para pekerja hingga mereka jadi leluasa untuk makan atau minum. Seperti sekarang, Calista mengambil piring dan mengisinya dengan nasi juga beberapa lauk sebelum akhirnya duduk di meja makan khusus para pekerja. Disana ada Mbok Sum dan Rina yang selalu stay di dapur, mereka sedang mengupas beberapa buah untuk stok hidangan cuci mulut sebelum buah tersebut ditaruh di kulkas dapur bersih. Dua orang itu tampak asik berbincang sebelum akhirnya Rina menyenggol lengannya. "Tadi kamu ngobrol ya sama temennya pak Vano?" "Iya, tadi dia ngajak ngobrol sebentar." Calista dengan santai menyuapi dirinya sendiri untuk mengisi perutnya yang sudah ribut minta makan sambil menjawab pertanyaan Rina. "Ngobrol masalah pak Vano?" "Enggak juga sih, kalo dipikir-pikir aku juga gatau tadi sebenernya ngobrol apa sama pak Ewan." "Loh kok bisa gitu. Mungkin temennya pak Vano deketin kamu, naksir. Makanya ngajak ngobrol." "Mbok Sum gak masuk akal banget kalo ngomong. Tadi gak ada bahas kesana kok, dia cuma bilang kalo dia sama pak Vano bakal menetap cukup lama disini terus ngomong tentang Axton habisnya udah diem aja." "Begitu doang?" Calista mengangguk pelan sambil terus makan. "Lagipula mereka datang jauh dari Inggris, pembisnis yang suka keliling dunia. Sudah pasti ketemu perempuan yang cantik dan kaya dan segala macam levelnya jauh diatas kita Mbok. Gak mungkin banget kalo dia naksir." Ucapan Calista dibetulkan oleh Rina. "Hidup itu ya sebisa kita saja. Berharap hidup lebih baik boleh tapi ya jangan ketinggian, nanti jatuhnya sakit. Ya gak Rin?" "Betul betul betul." Vote and Comment guys!!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD