Lama Adam mematut dirinya di cermin. Apa yang sebenarnya terjadi dengannya. Akan tetapi semua ini bukan mimpi. Ia masih ingat betul bagaimana manisnya menghisap darah. Dan wajah siswa yang ia hisap darahnya pun masih terpampang jelas dalam memorinya. Bagaimana kondisinya Adam tidak tahu.
Tubuh Adam bergetar. Ditinjunya cermin hingga retak. Ia merasa hina dengan kondisinya kini. Ia merasa seperti iblis yang mencoba menipu diri menjadi manusia biasa. Siapa dirinya sebenarnya. Mengapa ia berubah. Ini tak seperti hidup yang diinginkannya. Hidupnya sudah demikian hancur bahkan untuk memimpikan sebuah kebahagiaan. Tak jelas siapa dirinya. Dimana keberadaan orang tuanya dan hanya bergantung pada ketiga lelaki yang ia kenal dengan sebutan paman. Dan semua penderitaan itu tambah lengkap dengan kondisinya kini yang menjadi monster. Sepertinya ia......TERKUTUK
***
Adam mengunjungi perpus sekolah. Kehadirannya mendadak menjadi pusat perhatian. Bahkan sebagian dari mereka ada yang mengambil gambarnya yang tengah serius membaca buku dan mempostingnya ke i********:. Adam sendiri tak mau ambil pusing. Ada hal yang lebih penting ia lakukan. Mencari tahu siapa dirinya yang sebenarnya.
Buku-buku yang ia pegang kebanyakan tentang vampir. Sebagian juga sejarah. Sebagian tentang cerita fantasi dan mitos. Anehnya Adam bisa membaca semua buku itu hanya dalam hitungan detik. Ia sendiri tak mengerti. Dan terus mencurigai dirinya sendiri bahwa ia vampir sekaligus juga menyangkalnya karena itu sesuatu yang mustahil. Kepalanya kadang terasa pening. Tubuhnya pun sering berubah suhu. Sebelum semua hal terburuk terjadi Adam harus tahu segalanya. Ya, segalanya.
Hari itu penjaga perpus kewalahan. Kehadiran Adam membuat sebagian besar siswi mengunjungi perpus. Tempat itu yang biasanya sepi kini ramai oleh siswa. Entah yang hanya untuk mengintip Adam dengan pura-pura membaca buku. Atau mencuri perhatiannya dengan membuat buku yang dibawanya berserakan. Tapi Adam terlalu dingin untuk peduli akan semua itu.
"Apa Adam ada di sini ?" tanya Hari pada penjaga perpus. Ia menaikkan kacamatanya dan memperhatikan Hari dan ketiga teman lainnya.
"Oh, ayolah. Semua orang mencarinya kesini. Adakah orang yang bisa membawanya pergi. Dia memang sangat.... sangat.... menarik. Tapi aku tidak suka banyak orang mengerubunginya seperti itu. Lihatlah!" Tunjuknya pada sosok Adam yang mencolok di antara buku yang berserekan di sekelilingnya. Ia duduk setengah tiduran pada tumpukan buku yang jadi tumpuannya. Kaki kanannya ia tekuk sementara kaki kirinya ia silangkan di atasnya. Tangannya sibuk membuka buku dengan cepat. Posisinya yang terlalu keren itu membuat banyak siswi hilir mudik di sekelilingnya.
"Sejak kapan ia jadi gila buku seperti itu. Ayo kita seret dia kawan-kawan," ajak Hari pada ketiga temannya, Dika, Tiara dan Rani.
Hari masuk diikuti ketiganya.
"Minggir kalian! Dia bukan tontonan," usir Hari pada para siswi yang menghalangi jalannya. Mereka berdecak sebal pada sikap Hari yang mengganggu.
"Bang Bro, keluar yuk. Kita gerah di sini," ucapnya di depan Adam. Pemuda bermuka datar yang tampannya gak ketulungan itu tidak menyahut. Ia sibuk membuka bukunya. Hari merampas buku di tangannya. Adam menatapnya tak suka.
"Elu baca apa sih, serius amat." Hari membolak-balik buku di tangannya. "Vampir?" Hari menatap Adam, kemudian menarik tangan Adam untuk keluar dari perpus.
"Kalo elu gak mau keluar. Gue suruh Tiara ma Rani yang nyeret elu. Mau?" ancam Hari.
Adam bangkit dan keluar. Keempat temannya langsung ikut.
"Kalian mau apa? Berhenti mengikutiku." Bentak Adam. Setelah jauh dari perpus.
Hari, Dika, Tiara dan Rani terkejut melihat sikap Adam yang tiba-tiba kasar.
"Jauhi gue," ucapnya lagi penuh amarah. Adam menjauh dari mereka. Sebelah tangannya ia masukkan ke saku celananya. Satu tangannya yang lain mengacak rambutnya hingga berantakan.
"Dia kenapa sih?" tanya Rani kesal.
"Gue rasa dia sedang frustasi kawan," ucap Hari membuat ketiga temannya menatap Adam penuh perhatian.
Adam menghela napas berat. Tanpa sengaja ia melihat Princess di kejauhan. Gadis itu tampak ceria seolah tak ada kejadian apa pun di ruang musik. Apa kemarin ia berhalusinasi. Lagi. Adam mengacak rambutnya. Frustasi.
Ah ya. Dia ingat siswa yang ia gigit lehernya. Bukankah seharusnya kejadian kemarin menjadi berita heboh di sekolah. Tapi kenapa tak ada berita apa pun. Nah, itu dia. batin Adam. Melihat siswa yang sedang duduk di depan kelasnya.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Adam.
Siswa itu menoleh.
"Kau bicara padaku?" tanyanya terkejut.
Adam ingin sekali menjitak kepalanya. Emangnya dia pikir Adam bicara sama bangku. Toh, tak ada siapa pun di antara mereka.
"Aku baik saja. Mimpi apa aku semalam di sapa seorang Adam," ucapnya.
Adam tak menghiraukannya. Ia memeriksa leher tempat kemarin ia menggigitnya. Tak ada tanda apa pun.
"Jay, lu di panggil Bu Anggi!" teriak seorang siswa.
"Ia tunggu bentar!" balasnya.
"Aku ke sana dulu ya Dam," tanpa menunggu jawaban ia langsung pergi meninggalkan Adam yang tetap bingung.
Ini sebuah misteri yang harus ia ungkapkan sendiri. Tak mungkin masalah yang kini ia hadapi ia ceritakan kepada orang lain. Termasuk pamannya sendiri.
Dug.
"Aww," ringis gadis yang tengah menatap sikunya yang terluka.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Adam. Ia menyesal telah menabrak Tiara.
Tiara memandangnya sambil menahan rasa sakit.
Deg.
Jantung Adam terasa berbeda. Mengapa setiap kali ia berada di dekat gadis ini. Ia selalu merasakan hal berbeda dalam dirinya.
"Udah gak papa koq," ucapnya. Kemudian berlalu melewati Adam. Wangi darahnya langsung tercium.
***
Adam memegang lehernya. Tenggorokannya kering. Ia juga merasakan suhu tubuhnya menurun.
"Mang!" panggilnya pada sopir yang sudah mengabdikan dirinya sejak ia kecil.
"Iya tuan. Kok sudah mau pulang," tanyanya heran melihat Adam keluar dari sekolah sebelum waktunya.
"Antar aku ke Om Toni," ucap Adam.
Pak Parmin mengangguk. Melihat kondisi tuannya yang pucat. Ia menebak kalau Adam sedang tidak sehat. Entah mengapa akhir-akhir ini ia terlihat sering pucat. Di persilahkannya Adam masuk. Setelah itu ia masuk kebelakang kemudi dan menyalakan mobilnya bergerak menyusuri jalanan.
"Mang Parmin mau cerita?" tanya Adam memecah kesunyian.
"Cerita apa tuan ?" Pak Parmin mengernyit. Tumben tuan muda mau berbicara banyak dengannya.
"Tidak jadi," jawabnya datar.
Pak Parmin malah tambah kebingungan. Diliriknya wajah Adam dari kaca spion di depannya. Wajah Adam sangat pucat. Bibirnya terlihat memutih. Dan bola matanya memerah. Kentara sekali tubuhnya juga menggigil. Pak Parmin segera mempercepat laju mobilnya. Sesampainya di tempat ia segera turun dan membuka pintu untuk Adam.
"Mari saya papah tuan."
Adam tidak menyahut, tenggorokannya terasa mencekiknya sekarang. Dengan sigap Pak Parmin membantunya berjalan. Adam merasa pusing dan dingin. Sejenak ia mencium aroma darah menguar keseluruh indera penciumannya. Di liriknya leher Pak Parmin. Urat-urat nadi dan darahnya tampak di mata Adam. Rasa hausnya semakin meningkat tiga kali lipat.
Astaga. Benarkah dia vampir. Adam menjauhkan wajahnya dari leher sopir pribadinya dan menatap Om Toni yang sudah sigap menunggunya. Ia mendudukkan Adam dan memeriksa matanya. Kemudian ia menyuruh Pak Parmin untuk menunggu di luar.
"Apa kau sudah tahu sesuatu," tanyanya setelah menutup pintu. Adam tak menjawab. Wajahnya tertunduk. Ayah Hari segera mendongakkan wajah pemuda di hadapannya. Ia menatap mata Adam yang telah berubah merah.
"Buka mulutmu!"
Adam menurut. Sesuai dugaannya, pemuda di hadapannya adalah vampir. Gigi taringnya sudah tumbuh. Biasanya dalam kondisi ini ia sudah kehilangan kesadaran dan mencari mangsa untuk di hisap darahnya. Tapi vampir yang satu ini tampaknya bukan vampir sembarangan. Meski rasa haus menggerogotinya ia masih sadar dan sanggup menahannya.
"Kau pasti haus. Kita obati dulu." Om Toni membuka sebuah kotak berisi beberapa kantong darah. Bau amisnya menggoda Adam. Sekuat tenaga ia tetap menahan diri.
"Nih, ini darah Hari. Konon vampir husus hanya boleh meminum beberapa jenis darah. Tampaknya kau cocok dengan darahnya." Ia menyodorkan kantung tersebut. Adam menolak.
"Infuskan saja Om."
"Tapi."
"Kumohon." Pinta Adam sopan.
Dokter itu segera melakukannya. Meski ia yakin meminumnya langsung pemuda itu juga bisa.
"Om tidak takut padaku ?"
Dr. Toni menggeleng. Ia tersenyum dan mengambil sebuah buku bersampul lusuh.
"Dulu istriku, mamanya Hari pernah bertugas di Eropa. Dia dokter yang lebih hebat dariku. Selama masa tugasnya ia punya teman seorang dokter lebih tepatnya profesor. Dia seorang vampir sepertimu. Katanya, temannya itu tangan kanan pangeran vampir. Mereka tidak pernah menggigit dan hanya minum darah sebulan sekali. Awalnya aku tidak percaya. Sampai suatu hari aku sendiri bertemu dengannya. Kemudian kami membentuk sebuah tim. Membuat penelitian dan menciptakan formula yang bisa mengurangi akan haus darah. Dan bahan utamanya adalah darah sang pangeran. "
Adam seolah tak percaya pada cerita itu. Ia seperti mendengar kisah dongeng saja. Andaikan bukan dia sendiri yang sedang berubah. Mungkin saat ini ia akan menertawakan kisah dokter dihadapannya itu.
"Lalu? Berhasil ?" tanya Adam.
"Ya, kami berhasil. Kapsul itu kami produksi. Namun istriku meninggal setelah melahirkan Hari di rumah sakit. Sejak saat itu aku tidak peduli lagi pada proyek kapsul itu dan memilih pulang ke negaraku dengan membawa Hari. Namun aku mendengar kabarnya kalau proyek itu di hentikan."
Adam mendadak menyayangkan gagalnya proyek itu. Ia sudah cukup frustasi dengan semua keadaannya.
"Kamu jangan hawatir. Om membuatkannya beberapa untukmu. Ini belum sempurna. Tapi bisa menguatkanmu beberapa hari."
Ia menyodorkan ampul berisi cairan bening ke tangan Adam. Berikut dengan injeksinya. "Sayangnya bukan kapsul."
"Tidak apa-apa Om," ucap Adam lega dengan secercah harapan.
"Oia, itu akan sangat sakit. Saat cairan itu memasuki tubuhmu."
Adam mengangguk.
"Tolong rahasiakan." pinta Adam.
"Tentu saja nak. Kehadiranmu mengingatkanku pada istri yang sangat aku cintai. Rahasiamu aman bersamaku dan Hari."
"Hari ?" Adam mengernyit.
"Yah, dia kan sahabatmu, jadi dia patut tahu siapa kamu sebenarnya. Tenanglah dia bisa dipercaya."
Adam membisu. Hidupnya terasa lebih sulit sejak sekarang. Ia memejamkan mata. Rasanya tidur sedikit akan menjernihkan pikirannya. Karena saat ini ia tidak dapat memikirkan apapun.
"Ayah," Sapa Hari yang baru datang.
Dr.Toni menaruh telunjuknya di bibir. Hari menutup mulutnya. Ia menghampiri Adam yang sedang tertidur dengan nafas teratur.
"Apakah suatu saat ia akan menggigitku ?" tanya Hari.
"Apa kau takut ?" tanya Dr.Toni.
Hari menggeleng cepat. Ia memandang wajah Adam lekat. Entah kenapa ia peduli sekali dengannya. Batinnya seolah terikat pada Adam.
"Trima kasih kau sudah menjaganya," ucap sebuah suara.
Hari menatap waspada bayangan hitam yang berdiri di pojok ruangan. Bayangan itu bergerak. Hari mundur beberapa langkah. Dilihatnya ayahnya sudah tidak ada di dekatnya.
"Jangan takut. Aku hanya menghawatirkannya."
Bayangan itu semakin mendekat. Hari kembali mundur ia ingat Adam. Ia mendekat kembali ke dekat ranjang. Melindungi sahabatnya itu, sampai terdengar bunyi ranjang berdecit.
"Jangan mendekat!" ucap Hari..
Bayangan itu tersenyum. Ia mengerjapkan matanya tiga kali. Disaat itulah wujudnya muncul sempurna dalam wujud manusia seutuhnya.
"Berjanjilah kau akan merahasiakan pertemuan kita. Aku.... Ayah Adam. Alexandru Cezar." Mata birunya yang mirip Adam menatapnya ramah.
Degub jantung Hari berpacu cepat. Matanya tidak lepas memandang seorang pemuda tampan di hadapannya. Wajahnya mengingatkannya pada aktor film eropa, Inggris dan sejenisnya. Kadang juga mirip aktor tampan korea karena kulitnya yang mulus dan bening walau putih pucat. Haruskah Hari percaya ?
***
Kali ini Hari sangat panik. Adam tidak bangun dari tidurnya. Sudah beberapa jam berlalu. Demi apa pun tidur Adam terlalu lama. Ia tidak ingin orang rumahnya curiga jika Adam tidak pulang. Karena itulah ia memberanikn diri menelpon ke rumah Adam untuk memberikan kabar bahwa Adam akan menginap di rumahnya.
"Bagaimana ini?"
"Tenanglah Hari. Dia sangat syok dengan kondisinya. Mungkin baginya sangat sulit menerima kenyataan jika ia berbeda dari teman-temannya."
"Tapi apa hubungannya dengan tidurnya ini ayah ?" tanya Hari.
"Kurasa tubuhnya bereaksi terhadap pikiran kacaunya. Andai Adam bisa menerima lebih cepat mungkin ia tidak akan kehausan darah lagi. Tubuhnya sedang berusaha membuat Adam tenang."
"Benarkah ?" tanya Hari lagi.
"Aku pernah bertemu dengan vampir yang mirip dengannya. Ia seorang raja dunia vampir. Seluruh vampir di dunia ini tunduk padanya. Sayang karena sebuah pertarungan ia tertidur. Dan konon sejak itu banyak pertarungan terjadi dalam memperebutkan tahtanya. Sementara anaknya menjadi buronan untuk dibunuh. Karena para vampir hawatir ia lebih hebat dari ayahnya. "
"Ah. Ayah seperti spesialis vampir saja. " gurau Hari.
Dr.Toni hanya tersenyum. Ia menatap tubuh Adam yang terbaring dengan pandangan penuh makna. Setelah Hari pergi untuk membantu menyiapkan makan malam. Dalam diam Dr.Toni menghubungi seseorang.
"Aku sudah menemukannya. Tapi tampaknya kondisinya masih labil.”