Samuel memeriksa kamar atas. Ia tak menemukan siapa pun di sana. Perasaannya mendadak tidak enak. Apalagi mengingat ucapan bawahannya di kantor. Jika ada pergerakan aneh dari kelompok tidak dikenal. Ia hawatir mereka mengincar Adam.
Dengan tergesa ia menemui Frans di dapur.
"Kemana anak itu? Bukannya hari ini libur sekolah?"
"Oh aku lupa ngasik tahu, Tuan sedang menginap di rumah temannya," sahut Frans santai.
"Apa?!? Mengapa kau ijinkan!" bentak Samuel.
"Apaan sih, suaramu mengagetkanku," seru Frans terkejut.
"Dimana anak itu kita harus menjemputnya."
Tanpa persetujuan Samuel langsung menarik tangan Frans setengah paksa ke luar rumah.
"Ya ampun. Kau tak pernah berubah," sungut Frans dan langsung duduk di belakang kemudi begitu tiba di mobil mereka.
Setelah Samuel masuk ia langsung membawa mobil itu ke jalanan dan berbelok di pertigaan yang tak begitu jauh. Kemudian berhenti di depan sebuah klinik.
"Mau apa kita di sini?" tanya Samuel dengan nada yang masih tinggi.
"Ya jemput anak itu," sahut Frans meniru Samuel yang sering menyebut Adam dengan sebutan 'anak itu.' Beruntung Frans tahu rumah Hari. Jadi ia tak perlu menelepon dan mencari lagi di GPS. Ia menekan bel di pintu minimalis rumah kediaman Dr. Toni Frank Mohede ayah Hari. Walaupun belum pernah bertemu. Entah mengapa ia merasa familiar dengan nama ayah Hari. Tak lama pintu terbuka menampakkan wajah Hari yang langsung tersenyum menyambut kedatangan tamunya.
"Mari masuk Om. Mau jemput Adam ya. Duduk dulu saya panggil ayah dulu."
"Tidak usah. Mana Adam kami tidak bisa lama di sini," tolak Samuel.
"Taa-pi." Hari ragu. Pasalnya Adam belum bangun sama sekali. Apa yang harus ia katakan.
"Eh, ada tamu." Suara Dr. Toni menyelamatkan Hari.
Wajah Samuel langsung pias melihat lelaki paruh baya di hadapannya. Ia seperti melihat masa lalu yang sangat ingin ia lupakan.
"Kau__" Ucapnya menggantung.
"Apa kabarmu Samuel?" sapa Dr Toni lagi.
"Jadi kalian saling kenal." Frans terkejut.
"Tentu saja. Kami pernah mencintai wanita yang sama," ucap Dr. Toni.
Frans terkejut. Begitu pula dengan Hari. Kisah apa yang ada di antara Dr. Toni dan Samuel.
"Pantas. Aku merasa tak asing dengan anakmu ini. Dia mirip ibunya," tutur Samuel akhirnya.
Suasana mendadak kaku. Ada hening yang kemudian tercipta. Sementara Frans dan Hari terperangkap di antara kisah keduanya. Dimana mereka tidak tahu sama sekali. Seperti apa masa lalu mereka.
BRAKKKK..... BUMMMM..
"Suara apa itu!" seru Frans.
"Ayo cepat. Sepertinya itu dari klinik. Jangan-jangan__" ucap Dr. Toni dan langsung berlari ke tempat suara itu berasal diikuti yang lain.
Klinik hancur berantakan. Laboratorium bahkan obat-obat tercecer dimana-mana. Tempat itu hancur total.
"Adaam!" Teriakan Hari menyadarkan Samuel dan Frans. Tanpa menunggu instruksi keduanya langsung menyingkirkan reruntuhan. Begitu pula Dr. Toni dan Hari. Tapi tempat dimana seharusnya Adam tidur sudah hancur tak bersisa.
***
"Tuan. Kami datang membawanya," lapor lelaki bertudung. Ia berjongkok dengan hormat di depan lelaki yang tengah membelakanginya.
"Bawa ke tempat suci," titahnya.
"Baik tuan."
Ia mundur kemudian berbalik untuk melaksanakan tugas lanjutan yang diberikan padanya. Ia memberikan kode agar dua lelaki berjubah mengikutinya seraya membawa peti mati itu ke tempat yang seharusnya.
Di sebuah ruangan bersuhu dingin. Terdapat batu sebesar pembaringan yang sudah dihiasi beberapa bunga yang di sakralkan. Mereka menyeret peti itu ke dekat batu.
"Ingat. Kalian tidak boleh menyentuh jasadnya. Pindahkan segera."
Dua lelaki berjubah itu mengangguk. Keduanya kini paham mengapa tugas ini harus diberikan kepada bangsawan seperti mereka. Karena prajurit biasa tidak akan mampu melakukan tugas ini. Setelah tutup peti terbuka. Mereka mengangkat kedua tangannya dan jasad itu pun melayang mengikuti gerakan tangan keduanya. Melalui kekuatan yang tak tampak oleh mata biasa. Mereka berhasil memindahkan jasad yang mereka anggap suci ke atas batu. Dan seperti yang sudah ditakdirkan batu itu menyala. Mengeluarkan pendar cahaya kebiruan.
"Akhirnya. Kita berhasil menemukannya. Cepat kita beri hormat kepadanya."
Ketiganya langsung menekuk lutut dan memberi hormat. Di saat itulah seorang lelaki yang sebelumnya ditemui memasuki ruangan.
"Kerja kalian bagus. Kita berhasil menemukannya sebelum yang lain. Sesuai ramalan, kita-lah yang akan menyadarkannya dan menunjukkan siapa dia sebenarnya," ucapnya.
"Sebelum kalian pergi. Tolong rahasiakan keberadaannya. Terutama dari putri Alice. Kalian mengerti akibatnya kan jika ada wanita yang melihatnya."
"Baik tuan," jawab ketiganya serempak.
***
Samuel putus asa. Bagaimana mungkin mereka kecolongan seperti ini. Siapa yang berani membawa Adam.
"Jangan-jangan di balik semua penculikan ini adalah kau Toni," tuduh Samuel.
"Apa maksudmu ? Kau lebih mengenalku, mana mungkin aku melakukan itu. Sadar atau tidak kita masih terikat," sanggah Dr. Toni.
" Jangan mengelak. Kau pasti sudah mendengar ramalan itu bukan. Dan kau pasti ingin dia ada bersamamu entah untuk kepentingan apa pun itu." Samuel bersikeras.
"Bodoh. Aku pasti di pihakmu. Darah yang mengalir di tubuh Hari masih keturunan klanmu. Kita sudah seperti keluarga."
Samuel tak menyahut ia menggebrak meja hingga hancur. Iris matanya memerah. Bahkan kukunya sudah menghitam.
Sementara Frans dan Hari hanya melihat adegan keduanya dalam diam. Mereka bingung. Ramalan apa ? Klan siapa ? Dan entah apa yang mereka bicarakan. Sampai Brian berhasil menyusul dan tiba tepat waktu. Kehadirannya membuat Samuel dan Hari tidak jadi bertengkar.
"Bisakah kita berempat bicara. Terutama kalian berdua. Kurasa kalian harus menjelaskan sesuatu pada kami berdua." ucap Brian pada Samuel dan Dr. Toni setelah mendengar penjelasan dari Frans.
"Hari. Kau siapkan makanan untuk kami berempat," pinta Dr. Toni.
Hari hanya mengangguk dan tak punya pilihan lain.
"Silahkan Samuel," ucap Dr. Toni agar Samuel saja yang menjelaskan tentang ramalan masa lalu mereka kepada Brian dan Frans. Samuel menghela napas. Namun ia tak punya pilihan lain lagi selain menceritakan kebenaran ini.
"Ketika nyonya Elena mengandung terdengar ramalan kalau akan lahir seorang anak yang dengan kekuatannya ia bisa menguasai dunia. Bahkan iblis terkejam sekalipun takluk padanya. Sesuai ramalan Anak ini akan lahir di bawah gerhana matahari pada tanggal 13 tahun naga. Dan kalian tahu, anak yang lahir pada hari yang di maksud banyak yang mati dibunuh saat mereka masih bayi. Dan Adam lahir pada tanggal yang dimaksud. Beruntungnya ia tidak harus lahir di rumah sakit. Kami melahirkannya di rumah dibantu dokter ahli kenalan kami. Demi menyelamatkannya aku telah memalsukan tanggal lahirnya."
Frans dan Brian terdiam. Keduanya memang tidak tahu ada ramalan semacam itu, karena mereka baru menemukan Samuel dan Elena ketika usia Adam sudah 1 bulan. Jadi wajar jika mereka tidak tahu apa pun.
"Tapi bagaimana kau yakin. Jika Adam adalah anak yang di maksud dalam ramalan itu?" tanya Frans karena bisa saja ramalan itu untuk orang lain.
"Tentu saja aku tahu. Karena dalam ramalan itu mengatakan bahwa anak itu berada di antara manusia dan iblis. Dan di punggung bahu kanannya terdapat tanda lahir matahari."
Keadaan menjadi sunyi. Semua tenggelam dalam pikiran masing-masing. Terutama Frans. Dialah yang mengasuh Adam sejak bayi. Jadi dia tahu tanda yang dimaksud. Awalnya ia heran mengapa bayi Adam punya sedikit cacat karena biasanya bayi vampir selalu terlahir sempurna apalagi putra seorang Prince. Awalnya ia mengira mungkin itu karena ia terlahir dari rahim seorang manusia. Nyatanya itu tanda bahwa dirinya memang berbeda.
"Kita harus menemukannya. Jika Adam jatuh pada orang yang salah maka ini akan menjadi akhir dunia,” terang Samuel.
"Kau harusnya menceritakan ini lebih awal," ucap Dr. Toni.
"Aku tidak mau ambil resiko," jawab Samuel.
Dr. Toni mendesah. Ia memahami posisi Samuel.
"Satu hal lagi yang harus kalian tahu . Seperti biasa tuhan menciptakan sesuatu. Tak ada yang sempurna. Maka kelemahan Adam adalah darah. Berbeda dengan tuan Druf yang anti darah. Justru Adam adalah kebalikannya. Semakin besar ia menggunakan kekuatannya. Maka semakin besar rasa hausnya akan darah."
Mendengar keterangan Dr. Toni semua terdiam. Samuel, Frans dan Brian merasakan rasa yang sama. Sakit dan sesak. Adam terlahir seperti berkah sekaligus kutukan.