Survival 29

1077 Words
Penyintas yang baru saja menyelesaikan misi kembali dengan kesuksesan besar, dan mendapatkan banyak bayaran. Jadi keesokan harinya, Karen menyewa satu restoran sederhana dan merayakan keberhasilan misi itu sekaligus menyambut para anggota baru. Meskipun restoran yang mereka sewa terlihat kumuh dan tak terawat dengan meja dan kursi yang mulai berderit ketika digerakkan, semua anggota terlihat sudah terbiasa dan makan dengan sangat lahap. Terkecuali Yeona. Tapi penyabab dia tak nyaman bukanlah penampilan restorannya, tapi makanan yang disajikan. Memang benar bahwa harga daging ternak di distrik seratus satu sangat mahal, bahkan bisa dianggap sebagai makanan yang mewah. Jadi wajar saja jika daging pengganti lain akan lebih populer. Saat Yeona melihat berbagai macam bentuk hewan liar muncul di atas meja, dibalur dengan bumbu, berkuah ataupun dipanggang, Yeona sudah merasa geli di tenggorokannya. Terlebih ketika Mila langsung menempatkan daging yang dipotong-potong memanjang di hadapannya, Yeona langsung memegangi kepalanya dan menunduk. Bahkan di kereta dan di penjara, Paling buruk Yeona hanya dihidangkan sayur setengah matang atau bubur berkuah yang hambar, dan dia masih bisa menoleransinya, tapi semua makanan ini sudah membuatnya tak enak badan hanya dengan melihatnya. "Yeona, kau tidak makan?" tanya Mila. Yeona mengangkat kepalanya dan menemukan hampir semua orang di sekitar menatapnya. Dia menggeleng canggung. "Aku tidak begitu lapar," ujarnya pelan. Namun demi menghargai semua orang, Yeona meraih beberapa sayuran, mencelupnya ke saus dan makan. "Jangan bilang kau sedang diet." Cathy mengerutkan hidungnya. "Tubuhmu perlu asupan protein agar bisa membentuk otot, jadi jangan diet. Lagipula tubuhmu sudah cukup bagus, tidak seperti seseorang, sudah akan meledak tapi masih makan paling banyak." Bang! "Apa kau sedang menyinggungku?" Yang memukul meja adalah Ben, mata buasnya menatap Cathy sembari memperlihatkan gigi-giginya taringnya. "Oh, dia tersinggung." Cathy bersuara dengan nada mengejek. "Ayo Dera, makan yang cukup saja yah?" Dera mengangguk patuh. Ben terlihat sangat marah, dan baru saja akan meraih kapaknya ketika Karen tiba-tiba berdiri untuk menghampiri Yeona, menggeser Mila dan menggantikannya duduk di sisi gadis itu. Karen menopang kepala, bau alkohol yang cukup menyengat menguar dari napasnya. Tapi tatapannya masih sangat stabil, artinya dia belum benar-benar mabuk. "Yeona, jujur saja. Kau tidak pernah makan makanan seperti ini kan?" Yeona tidak mengangguk maupun menggeleng. Tapi reaksi diam pasti akan langsung dianggap sebagai jawaban ya, jadi semua orang di meja terkejut. "Bagaimana bisa kau tidak pernah makan makanan seperti ini? Padahal sangat enak." "Dia seorang gadis, apa yang kau harapkan darinya? Bekerja banting tulang hanya untuk membeli daging?" "Benar, terlebih saat tiba pertama kali distrik ini, jika tidak tahu apa-apa, sangat berbahaya." Tapi untuk suatu alasan, orang-orang mulai berasumsi bahwa Yeona tidak pernah makan makanan ekstrim itu karena dia tidak punya uang. Bahkan Cathy menatapnya dengan mata berkaca-kaca dan mengulang kata 'sangat malang' beberapa kali. "Diam, dasar bodoh." Karen memutar mata dan kembali memusatkan perhatiannya pada Yeona. "Aku sudah mengamatimu selama beberapa hari dan dilihat dari manapun, tingkah juga perilakumu sangat berkelas. Jadi katakan padaku, dari distrik berapa kau?" Suasana tiba-tiba hening. Karena Karen memberi petunjuk, yang lain juga mulai berpikir. Yeona memang berbeda dari gadis-gadis lain. Di basecamp, saat semua wanita biasanya makan dan minum di mana saja, berdiri maupun duduk. Yeona selalu mencari tempat di mana dia bisa duduk, makan dengan punggung tegak dan penuh tata krama. Bahkan, caranya masuk ke dalam ruangan maupun caranya menyapa seseorang sangat berbeda. Semuanya tampak sopan dan anggun. Yeona mengarahkan tatapannya ke meja, masih sibuk berpikir apakah tidak apa-apa mengungkapkan bahwa dia dari distrik dua? Mengingat konflik antar distrik sangat biasa. Bagaimana jika salah satu member punya dendam pada distrik kelahirannya? "Jadi kalian tidak tahu?" Mila tiba-tiba bersuara, meletakkan gelasnya dan menatap Yeona dengan bingung. "Yeona, kau dari distrik dua kan?" Banyak tarikan napas terkejut yang terdengar di meja. Namun sangat kontras dengan raut Yeona yang penuh kerutan. "Darimana kau tahu?" tanyanya pada Mila. "Ah, kau tahu sendiri kan? Saat di kereta, kau cukup terkenal." Yeona mengepal dengan erat selagi mencoba untuk mengontrol raut wajahnya. Inilah alasan mengapa Yeona ragu bergabung ke guild yang sama dengan seseorang yang mengenalnya di kereta. Memori di kereta sangat kelam bagi Yeona, yang berusaha ingin dia lupakan. Tapi jika seseorang mengenalnya dan terus menerus mengungkitnya, bagaimana dia bisa lupa? "Yeona terkenal di kereta?" tanya Cathy penasaran. "Karena apa? Mila menatap Yeona penuh kekaguman sebelum membuka mulut. "Saat di kereta, dia ... Bang! Mila terkesiap dan menoleh, namun menyesali keputusannya. Karena kini mata member yang memiliki tatapan paling dingin kini ditujukan padanya. "Sampai kapan kalian akan terus membicarakan omong kosong? Sangat menggangu." Itu adalah kalimat pertama Qiu Shen malam itu, dan mungkin saja terakhir, karena pria itu diam lagi setelahnya. Menilai dari raut wajah Yeona, Karen juga cepat mengerti bahwa topik ini mungkin sensitif untuk Yeona, jadi langsung mengalihkan perhatian kembali ke poin sebelumnya. "Kau dari distrik dua? Luar biasa sekali." Topik dari distrik dua ternyata sangat sukses menarik perhatian, karena tatapan penasaran orang-orang yang tadinya tertuju pada Mila kini beralih ke Yeona. "Benar, aku tidak menyangka bahwa di tim kita ada seseorang dari distrik dua. Wow, bagaimana kehidupan di sana? Apakah banyak gedung tingginya?" Untuk menyeberang ke distrik lain memang agak sulit, terlebih ke distrik lima ke atas, jadi banyak orang yang tidak tahu kehidupan distrik lain. "Benar, apakah di sana banyak kendaraan seperti dua ratus tahun yang lalu?" "Apakah ada pesawat? Helikopter?" "Pantas saja Yeona sangat pandai memakai senjata api, apakah mungkin senjata api di sana murah?" Yeona menghela napas lega begitu mendengar tidak ada yang memperlihatkan reaksi buruk begitu tahu dia dari distrik dua. Dia juga mulai membalas pertanyaan-pertanyaan orang lain mengenai distriknya. Karen menyodorkan gelas ke Yeona. "Padahal kupikir, aku yang dari distrik tiga puluh adalah member dengan latar belakang paling baik, sepertinya sekarang tidak lagi." Yeona menerima gelas itu dan diam-diam melirik Qiu Shen yang kembali menekuni makanannya. Dari ucapan Karen, Yeona mengetahui bahwa pria itu tidak memberitahu siapapun bahwa dia juga dari distrik dua. "Bagiku, dari distrik mana seseorang berasal, tidak menunjukkan betapa baik latar belakangnya." Yeona menegak air dari gelas yang dia terima, namun langsung mengerutkan kening dan terbatuk. "Ini, alkohol?" "Ya." Karen tersenyum lebar. "Jangan bilang kau tidak pernah minum alkohol juga." "Pernah, tapi hanya Vodka dan Wine ... Yeona menjawab tanpa berpikir, ketika dia melihat semua orang diam, barulah dia tersadar. "Apakah dia baru saja mengatakan Vodka?" "Ya, Wine juga." "Ya ampun, minuman yang satu gelas seharga rumah itu?" "Ya, minuman lagendaris bahkan sebelum The Disaster Era terjadi." Yeona tiba-tiba punya dorongan untuk memukul mulutnya sendiri. Di sisi lain, Karen sudah menatap Yeona penuh ketertarikan. "Sepertinya kita punya nona muda di tim kita." Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD