Survival 30

1073 Words
"Aku bukan Nona muda lagi." Lagi! Yeona mulai berpikir apakah dia sudah mabuk hanya beberapa detik setelah minum segelas alkohol? Karena dia terus mengeluarkan kata-kata yang tidak seharusnya. "Hoh? Jadi dia benar-benar Nona muda sebelum datang kemari?" Entah sejak kapan, Cathy sudah duduk di sisi Yeona yang lain, menggeser Iyan yang sangat kentara keberatan. "Katakan, sebelum jadi narapidana, seberapa kaya kamu?" Yeona menggigit lidahnya agar tidak mengeluarkan suara, mengendarakan pandangannya untuk mencari air mineral. Namun begitu dia minum, lagi-lagi itu adalah alkohol. "Apakah ada air mineral?" Jujur saja, Yeona mulai merasa tenggorokannya terbakar karena alkohol itu yang sangat tajam. "Ini." Iyan menyodorkan gelas ke hadapan Yeona. "Hati-hati, hampir semua minuman di meja adalah alkohol. Yeona berterima kasih dan menegak dua gelas air mineral sekaligus. Tapi justru mulai merasa pusing. "Hey, kau belum menjawab pertanyaanku." Cathy menyenggol lengan Yeona dan bertanya lagi, "berapa banyak uang yang kau miliki dulu?" Kulit Yeona yang pucat dengan cepat dijalari warna merah, bersamaan dengan tatapan yang mulai mengabur. Dia mengangkat sepuluh jarinya dan mulai menghitung. "Aku lupa," jawabnya kemudian. "Bagaimana dengan sekarang?" tanya Cathy lagi. "Sekarang?" Sekali lagi, Yeona menghitung menggunakan jari, namun masih berakhir dengan gelengan kepala. "Tidak tahu, aku lupa." "Oke, dia sudah mabuk." Cathy mengangkat bahu dan tidak tertarik lagi untuk bertanya. Di sisi lain, Karen menegak satu alkohol lagi sebelum menyentuh bahu Yeona. "Jadi, siapa nama belakangmu?" Yeona menoleh. "Nama belakang?" "Ya? Marga." Yeona menatap ke atas untuk berpikir. "Nama belakang? Marga? Oh! Namaku, Yeona .. Tha "Tha?" Semua orang mengangkat telinga untuk mencuri dengar. Tidak heran, nama Yeona adalah nama yang cukup unik. Jadi jika membawanya ke pusat informasi untuk mencari tahu, kemungkinan hanya ada beberapa yang sama di seluruh Athena, jadi mengetahui nama belakangnya cukup penting. Lalu, mengapa mereka ingin tahu? Ya, karena latar belakang Yeona sangat menarik. Seorang gadis yang tingkah lakunya anggun dan penuh tata krama, dari distrik dua, biasa minum alkohol mewah dan mahir dengan senjata api. Sudah jelas dia dari keluarga kaya. Jadi banyak yang penasaran. "Um, Yeona ... Tha ... Bum. Sebelum Yeona bisa menyelesaikan ucapannya, dia justru langsung tak sadarkan diri di atas meja. Untungnya, dia tidak memasukkan wajahnya ke lauk. Karen menghela napas kecewa. "Sepertinya benar-benar sudah mabuk." Dia menoel-noel bahu Yeona tapi tidak mendapatkan respon. Gadis yang gemar berkuncir kuda itu kemudian mengalihkan perhatiannya kepada Mila. "Dan kau, datang dari kereta yang sama dengan Yeona kan?" Mila mengangguk. "Kami juga turun di hari yang sama. Hanya saja, untuk suatu alasan kami terpisah, untungnya aku bisa bertemu dengannya lagi, dia adalah penyelamatku." Karen mengangkat alis. "Karena dia penyelamatmu, maka kau harusnya menghormatinya kan?" Mila mengangguk cepat penuh keyakinan. "Lalu, hormati privasinya. Saat pertanyaan dilontarkan padanya, kenapa kau harus menyela untuk memberikan jawaban?" Mila sedikit terkejut dengan teguran tiba-tiba itu. "A-aku hanya ... "Jangan seperti itu lain kali. Semua orang di tempat ini punya masa lalu dan rahasia yang ingin mereka lupakan atau sembunyikan. Jawaban yang tadi kau jawab untuknya mungkin saja adalah sesuatu yang tidak ingin dia ungkapkan tapi harus terbongkar karenamu." Karen menegak minumannya dan tersenyum. "Ketahui batasmu, bahkan sedekat apapun kamu dengan seseorang, bukan berarti kau bisa ikut campur seenaknya. Apalagi jika kau hanya seorang kenalan." Mata Mila perlahan memerah. "Baiklah, maafkan aku." Dia menunduk dalam. Ditegur di depan umum seperti itu, bukan hanya memalukan tapi juga menyakitkan. "Ketua, dia ... "Diam Iyan, aku sedang mendisiplinkan anggota." Tatapan Karen serius. "Jika dia terus seperti ini, suatu saat bukan hanya di depan para member, tapi juga di depan guild lain, dia akan memberitahu semua orang apa yang dia tahu. Apakah menurutmu itu baik?" Iyan diam, menatap puncak kepala Mila dengan kasihan sebelum menunduk. "Maafkan aku, aku seharusnya memberitahunya lebih awal." "Ya, ini juga kesalahanmu." Karen akhirnya berhenti menatap Mila. "Aku akan menyerahkan sisanya kepadamu untuk dijelaskan padanya, disiplinkan dia dengan benar." "Terima kasih ketua." Saat semua menu diselesaikan dan orang-orang mulai bersiap untuk pulang. Yeona masih menumpukkan kepala di meja, tak sadar meski beberapa orang mabuk mulai membuat keributan. "Apa yang akan kita lakukan padanya?" tanya Cathy, saat ini dia sedang menggendong Dera yang tertidur di bahunya. Karen juga sudah setengah mabuk, berjalan ke sisi Yeona dan langsung memukul belakang kepala gadis itu. Anehnya, Yeona sama sekali tidak bersuara saat dipukul meski pukulan Karen cukup keras, namun tetap bangun. Menggosok tengkuknya bingung kemudian mendongak. "Kau memukulku?" "Ya," Karen berkacak pinggang, namun postur berdirinya saja sudah tidak tegak. "Kenapa?" "Membangunkanmu." "Mau ke mana?" "Pulang." "Baiklah," kata Yeona, namun sama sekali tidak bergerak dari tempat duduknya. "Tapi kau siapa?" "Karen." "Karen siapa?" "Ketua Guildmu." "Guild yang mana?" "Oiii! Sampai kapan mereka akan seperti itu?" Ben adalah salah satu yang masih sadar meski minum puluhan gelas alkohol. "Karen tidak akan berhenti menjawab jika seseorang terus bertanya padanya. Cepat hentikan mereka! Jika dibiarkan, kita tidak akan pulang!" "Jangan berisik!" Cathy mendelik sebelum menghampiri Karen. "Ketua, ayo pulang." "Tunggu sebentar, anak ini masih bertanya padaku." Jika satu tangan Cathy bebas, dia benar-benar ingin memijat pangkal hidungnya. Siapa yang menyangka bahwa suatu saat Karen akan bertemu seseorang seperti Yeona yang terlalu banyak bertanya saat mabuk ketika Karen punya kebiasaan suka melayani pertanyaan seseorang saat mabuk. "Warna apa pakaianmu saat ini?" "Hitam." "Dan apa?" "Hentikan!" Cathy menarik Karen menuju pintu. "Seseorang bopong Yeona!" Iyan ingin menghampiri Yeona, tapi saat ini Mila juga sedang bersandar dan tidak mau lepas darinya. Jadi satu-satunya yang bisa menolong gadis itu hanya Ben. Mengingat hanya mereka yang sadar. Oh dan juga Qiu Shen ... Belum selesai Iyan memikirkannya, Qiu Shen sudah melintas dihadapannya, meraih tubuh Yeona tepat sebelum Ben melakukannya. Ben dan Iyan mematung, saling memandang dengan mata kebingungan. Tapi orang yang menyebabkan keterkejutan itu, melintas dengan cepat lagi dan meninggalkan restoran. Saat Iyan keluar bersama Ben, Qiu Shen sudah tidak terlihat di mana pun. Qiu Shen membawa Yeona pulang ke rumah gadis itu, menggunakan pergelangan tangannya untuk membuka pintu kemudian meletakkannya di sofa ruang tamu. Tapi begitu dia hendak berbalik untuk pergi, gadis itu menarik ujung bajunya. "Mau ke mana?" Mata Yeona begitu sayu sedangkan wajahnya sudah semerah kepiting rebus. Qiu Shen tidak menjawab dan berusaha untuk menarik pakaiannya dari Yeona, tapi gadis itu justru menggenggamnya semakin erat, bahkan menambah satu tangannya lagi. Qiu Shen mengerutkan kening. "Lepaskan." Yeona menggeleng keras, menarik pakaian Qiu Shen semakin keras. "Jangan pergi, aku takut." Dia menunduk hingga wajahnya tidak terlihat lagi. "Kota ini terlalu seram, banyak orang mengerikan, rumah ini terlalu besar dan sepi. Aku takut." Saat Yeona mulai terisak, Qiu Shen tidak berani bergerak lagi. Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD