Survival 26

1077 Words
Yeona kembali ke kehidupannya yang transparan dan sepi, hanya berinteraksi seperlunya dengan semua penjaga perkebunan dan menghindari hal yang bisa mengundang masalah. Terkadang diwaktu luangnya, dia akan membeli beberapa buku dan berolahraga, namun di sinilah masalahnya. Yeona berpikir bahwa selama dia diam-diam hidup dengan damai di dalam dinding, selagi mencoba untuk menaikkan level kekuatannya dengan berlatih, setidaknya dia bisa melindungi diri sendiri tanpa khawatir setiap kali keluar rumah. Namun Yeona salah, sejalan dengan kehidupannya yang relatif aman tanpa adanya persaingan kekuasaan dan kekuatan, menjadi pekerja dalam dinding artinya mereka akan terus menjadi pekerja, karena fasilitas yang bisa mereka akses hanya yang berhubungan dengan pekerjaan dan kehidupan sehari-hari mereka, jadi fasilitas untuk bertarung adalah area terlarang untuk mereka. Dengan begitu, pekerjaan dalam dinding tidak punya kesempatan sama sekali untuk memperkuat pertahanan diri mereka. Yeona bahkan tidak bisa membeli alat olahraga, buku panduan bela diri, apalagi senjata. Memang benar kehidupan itu sangat aman selama mereka cerdas menyembunyikan diri, namun selamanya hanya akan menjadi eksistensi terendah di distrik seratus satu. Dan Yeona tidak ingin hidup seperti itu. Setelah berkeliling untuk mencari tempat yang bisa menjual senjata padanya, bahkan jika itu dengan harga mahal, hingga ke Black market sekalipun. Namun masih tidak bisa menemukannya, Yeona akhirnya mulai berpikir keluar dari zona nyamannya. Dia mungkin harus mencari guild, Hari ini Yeona mengunjungi gedung pusat informasi sekali lagi setelah beberapa bulan dan seperti biasanya, markas itu selalu ramai oleh narapidana yang mungkin mencari informasi, pekerjaan, ataupun guild. Saat masuk ke gedung, hal pertama yang paling menarik perhatian adalah layar besar yang menampakkan list-list guild di distrik itu, dan disusun berdasarkan jumlah misi yang berhasil mereka selesaikan beserta tingkat kesulitannya. Yeona tidak menargetkan guild dengan reputasi tinggi, asalkan dia bisa mengakses fasilitas yang dia inginkan dan guild itu setidaknya cukup kuat untuk menerima misi, meskipun itu hanya misi tingkat menengah atau tingkat rendah, itu sudah cukup bagi Yeona. Jadi, di saat semua orang bergerak ke layar kecil untuk melihat guild-guild teratas dengan segala detail informasinya, Yeona justru menggulir layar ke tempat-tempat terbawah. Di saat yang sama, Yeona juga menemukan bahwa BeeOne Guild, yang berada di seberang rumahnya, yang awalnya stabil di posisi kelima puluh, selama beberapa bulan ini naik pesat dan sudah menduduki posisi kedelapan belas. Tidak mengherankan, Yeona juga bisa melihat bahwa guild itu yang awalnya hanya dua puluh anggota, kini sudah memiliki hampir seratus anggotan dan hingga saat ini masih membuka pendaftaran untuk anggota baru. Tapi Yeona melewati nama guild itu dan terus menggulir layar ke bawah. Setelah menggulir hingga ke list lima puluhan, Yeona akhirnya berhenti dan mengamati beberapa guild yang menurutnya punya potensi. Sampai akhirnya Yeona menyadari satu masalah. Ternyata, dari semua list yang dia lihat, tidak ada yang mau menerima average wanita tanpa keahlian khusus, kebanyakan dari mereka hanya menerima Mutan atau Spem. Dan lagi, dari cara mereka mendeskripsikan persyaratan untuk wanita yang ingin masuk ke guild mereka, jelas sama sekali tidak ada rasa hormat. Seperti, harus bersedia memasak dan membersihkan basecamp. Tidak terlalu banyak berpendapat, sopan dan tidak cerewet. Beberapa guild bahkan memasukkan persyaratan agar wanita bisa melayani mereka sebaik mungkin, bahkan di tempat tidur sekalipun. Yeona tidak membunuh Silas, Kian dan Luwis hanya untuk jatuh di lubang yang sama. Seburuk apapun tempat ini merusak moralnya, satu-satunya yang ingin Yeona pertahankan adalah martabatnya sebagai seorang wanita. Sampai Yeona mulai merasa lelah untuk mencari, dia akhirnya memutuskan pulang untuk sementara waktu dan berharap saat dia kembali lagi, ada guild baru yang bisa lebih ramah kepada narapidana wanita. Yeona menutup layar transparan di depannya dan beranjak, membenahi posisi tudungnya selagi keluar dari gedung. Namun, sekelompok orang sedang bermain-main dan saling dorong, tiba-tiba tanpa sengaja menyenggol seorang gadis yang berjalan tak jauh di depan Yeona. "Ah!" Yeona secara refleks menangkap gadis itu yang jatuh ke arahnya, namun karena posisinya yang tidak begitu stabil, dia justru terjatuh bersamanya. "Mila!" "Ow, ow ... Aduh sakit." Mila bangkit sambil menggosok sikunya sebelum berbalik. "Maaf, kau baik-ba ... Oh? Nana!" Saat Yeona jatuh, dia dalam posisi menahan punggung Mila, jadi ketika gadis itu menindihnya, dia fokus menyelamatkan kepalanya agar tidak membentur lantai. Jadi penutup kepala yang selalu Yeona jaga terbuka tanpa bisa dia cegah. Saat ini, rambut Yeona jadi sedikit lebih panjang, sedangkan cat rambut merah batanya sudah memudar, jahitan pada wajahnya juga sembuh sepenuhnya dan hanya menyisakan kerutan-kerutan kemerahan. Terlebih di saat wajah Yeona sepenuhnya terekspos, wajar saja jika Mila mengenalinya hanya dengan sekali tatap. Yeona menutup kepalanya kembali dan bangkit, ingin secepatnya pergi dari sana. "Eh! Nana! Mau kemana?" Mila berjalan tertatih mengejarnya. "Aku terus mencarimu setelah turun dari kereta, ternyata kau di ibu kota? Sejak kapan?" Yeona sama sekali tidak menanggapinya dan tetap berjalan. Namun, Mila masih sama gigihnya ketika di kereta, dia mengikuti bahkan hingga keluar gedung. "Nana, tunggu!" Yeona menarik napas dan akhirnya berhenti, karena jika Mila terus berteriak, semua orang akan mendengar bahwa dia bernama Nana, sedangkan nama itu adalah nama yang selalu ingin dia lupakan, karena menyimpan banyak memori kelam. "Berhenti memanggilku dengan nama itu." "Huh?" Mila memiringkan kepala bingung. "Nana bukan namaku." Nama Nana hanya Yeona beritahukan kepada Silas, Kian dan Luwis karena dia tidak ingin ke-tiga pria itu menyebut nama aslinya, hanya saja dia tidak pernah menyangka bahwa nama itu akan cukup terkenal di kereta. "Bukan namamu? Lalu ... Oh aku mengerti." Mila mengangguk cepat begitu merasakan tatapan tajam Yeona. "Kau kau kemana?" "Pulang," jawab Yeona. "Jangan mengikutiku lagi." "Kenapa? Aku sudah mencarimu sejak beberapa bulan yang lalu. Pantas saja nama Nana tidak tercatat di pusat informasi, ternyata bukan namamu yang asli." Mila mendengar seseorang memanggilnya dan segera melambaikan tangan. "Apakah kau ke sini untuk mencari Guild?" Yeona tidak menjawab. "Benar, kau juga mencari Guild kan? Memang sangat sulit jika terus menjadi orang awam, aku bahkan tidak bisa membeli pakaian pelindung." Dia cemberut sejenak sebelum kembali tersenyum lebar ketika mengingat sesuatu. "Tapi aku sudah menemukan Guild yang sangat bagus." Yeona mengangkat alis. Guild yang bagus ini, dia ragu apakah Mila benar-benar menemukannya, karena dia sudah mencari lebih dari satu jam dan tidak menemukannya. Mila sepertinya menyadari keraguan Yeona jadi langsung tersenyum lebaran dan menyambar lengan Yeona untuk dipeluk. "Tenang saja, kau sudah menyelamatkanku dari tangan-tangan pria bejad di kereta, aku tentu tidak akan masuk ke lumpur yang sama lagi. Guild yang aku temukan sangat ramah dan menghormati wanita." Yeona mulai tertarik. "Namanya?" "Uh?" Mila memegang dagu dan berpikir. "Namanya, um, lebah apa ya ... Beey ... BeeNon?" "BeeOne." Suara lain memasuki percakapan mereka, dan ketika Yeona berbalik, Iyan sudah berdiri tak jauh dari mereka. Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD