Survival 7

1115 Words
Yeona mencengkeram pisaunya dengan erat, tiga orang di depan pintu, dua dari mereka Yeona kenali sebagai dua pria yang mengejarnya malam itu. Diantara semua orang-orang, mereka berdualah yang paling Yeona hindari. “Bagaimana? Bukankah sudah kubilang ruangan ini penghuninya cantik?” Pria dengan tubuh paling tinggi diantara mereka bersedekap, sembari menilai Yeona dari atas ke bawah dengan tatapan amoralnya. Pria dengan otot paling menonjol diantara mereka adalah pria yang sudah cukup berumur, mungkin sekitar empat puluh tahun, namun dengan tubuh yang jauh lebih pendek dari dua antek-anteknya. “Kian, Kian, kau memang memiliki mata yang bagus.” Pria bernama Kian itu mengangkat tinggi dagunya dengan bangga. “Tentu saja, aku sudah mematainya sejak awal, jika saja pria asia itu tidak ada, gadis ini pasti sudah lama terhidang di tempat tidur kita. Benar kan Luwis?” Luwis mengangguk setuju. “Tapi sebagai tetua, Silas bisa menikmatinya lebih dulu.” Silas mendelik pada dua rekannya. “Apa kau baru saja menyebutku tua?” Kian dan Luwis mengangkat bahu dan tertawa. Yeona merasa bulu kuduk di sekujur tubuhnya berdiri karena rasa jijik. Dia menelan ludah dan berusaha menahan kegugupannya. “Tuanku tidak suka berbagi dengan orang lain, jika kalian menyentuhku, dia pasti akan marah.” Karena ketiga pria ini masih berpikir dia memiliki hubungan dengan Qiu Shen, maka Yeona berharap dia masih bisa menggunakan itu sebagai tamengnya. “Tuan? Siapa tuanmu?” Silas bertanya setengah mengejek. “Kurasa yang dia maksud adalah Qiu Shen.” Kian mendengus pelan. “Naif sekali.” Luwis tertawa pelan. “Tuanmu itu tidak akan datang bahkan jika dia ingin, dia sedang dikurung di suatu tempat saat ini.” “Apa?” Yeona membelalak. Jika tak salah, dia memang tidak melihat Qiu Shen saat makan siang dan makan malam. Tapi Yeona tidak merasa janggal karena Qiu Shen memang terkadang tidak terlihat di manapun sepanjang hari. Jika seperti yang ketiga pria ini katakan, bahwa pria itu sedang dikurung, maka hanya ada satu kemungkinan penyebabnya. Dia membuat keributan atau terlibat perkelahian. Itu adalah peraturan di kereta, jika terjadi kerusuhan, maka tidak peduli siapa yang salah dan benar, semua yang terlibat dalam kerusuhan itu akan dikurung selama beberapa hari di suatu tempat tanpa diberi makan maupun minum. Hal yang sama pernah terjadi ketika seorang gadis average dari distrik tiga mencoba untuk melawan para pria yang melecehkannya dan terjadi kerusuhan. Ketika para pengawas datang, bukannya mendapat pembelaan sebagai korban kejahatan seksual, gadis itu justru ikut dibekuk dan dikurung bersama lawannya. Alhasil, gadis itu kehilangan nyawanya di dalam kurungan tersebut. Singkat kata, tidak ada keadilan di dalam kereta ini. "Apa yang sedang kau pikirkan, huh?" Silas perlahan mendekat. "Mencemaskan tuanmu?" Yeon membuang semua isi pikirannya dan kembali siaga. "Bahkan, bahkan jika Qiu Shen berada dalam kurungan saat ini, jika dia tahu kalian menyentuhku, dia akan mencari kalian saat dia keluar." Luwis dan Kian tertawa keras. "Dia gadis yang memandang tinggi dirinya sendiri." Silas berjalan semakin dekat, menatap seperti predator pada mangsanya. "Kau ini hanya pemuas nafsu, jika kau disentuh orang lain, Qiu Shen bisa mencari gadis lain." Yeona merasa jantungnya berdetak terlalu keras seolah ingin melompat dari rongga dadanya. Ketakutan dan keresahan juga mulai membuat matanya memerah. "Hubungan kami tidak seperti itu, aku adalah kekasihnya." Kebohongan ini, Yeona berharap bisa menolongnya, ini adalah pegangan terakhirnya untuk selamat. "Oi Silas, dia terlalu banyak bicara, apa kau akan terus mendengarnya?" ujar Luwis kesal. "Bukankah lebih baik jika kita menggunakan mulutnya untuk hal lain?" "Tentu saja." Bersamaan dengan itu, Yeon seolah melihat bayangan di depan matanya, lalu tiba-tiba saja lengannya di cengkeram. Bughhh Yeona di lempar ke tempat tidur dan membentur tiang dengan kepalanya. Tapi sebelum Yeona bisa memulihkan diri dari rasa sakit itu, kakinya di tarik dan bahunya di cengkeram. "Aghhh ... " Kekuatan Silas sangat kuat, dia seharusnya adalah average dengan kekuatan yang cukup tinggi. Silas membungkuk di atas Yeona dan membaui udara di sekitar rambutnya. "Tidak seperti penampilanmu yang berantakan, kau sangat wangi. Karena inikah si Qiu Shen itu suka padamu?" Yeona mengerutkan kening dan menghindari ciuman Silas. Sekuat tenaga menahan rasa sakti di bahu dan kepalanya, dia mendorong tangan Silas dari bahunya, kemudian menendang pinggang pria itu sebelum mengarahkan pisaunya secara acak. Silas tidak menduga perlawanan itu, dan berhasil tergores di bagian pipi. Bahkan Luwis dan Kian yang sejak tadi hanya menonton membelalakkan mata. Alih-alih marah, Silas justru tertawa, sembari menghapus noda darah di pipinya. "Wahh, sangat mengejutkan. Dia seorang average juga ternyata." Luwis dan Kian juga terlihat takjub. "Bukankah itu artinya kita bisa menggunakannya tanpa menahan diri?" tanya salah satu dari mereka. "Tentu saja." Silas menyeringai dan menjilat darah di ujung jarinya. "Kita juga bisa menggunakannya bersama, tubuh seorang average tidak mudah rusak." Yeona membelalak, kengerian adegan dari wanita yang mati di tangan pria-pria ini terbayang di dalam kepalanya. Tidak! Aku tidak mau berakhir seperti itu! Yeona sekuat tenaga bangkit, kemudian mencoba untuk lari ke pintu. Tapi bagaimana mungkin mereka melepaskannya begitu saja? Luwis menangkap pinggangnya dengan sangat cepat, kemudian membantingnya dengan keras ke ranjang. Akibatnya bahkan membuat Yeona hampir pingsan saat itu juga. Lalu tanpa menunggunya memberi reaksi, mereka merobek semua pakaian Yeona tanpa ampun. Tidak! Ayah! Ibu! Tolong! Siapapun! Yeona mengulurkan tangan ke pintu, berharap seseorang bisa datang dan menyelamatkannya, namun ketika pintu itu perlahan ditutup oleh Kian, harapan di mata Yeon tergantikan oleh keputusasaan. Qiu Shen! Bang! Qiu Shen membuka mata dan menoleh ke sumber suara. Di seberang selnya, perkelahian berakhir dengan tumbangnya salah satu lawan dengan kepala yang telah ditembus peluru. "Di mana kau memandang hah! Lawanmu adalah aku!" Suara lain menarik perhatian Qiu Shen. Dia adalah pria yang mencari masalah dengannya pagi ini dan berhasil menjebaknya untuk masuk ke ruang kurungan seperti sekarang. Perkelahian mereka sudah berlangsung lama tanpa pemenang karena Qiu Shen hanya terus menerus menghindari pukulan. Tapi kali ini, wajah tenang Qiu Shen pecah. Keningnya berkerut dan matanya dilintasi cahaya aneh. Dia mengeluarkan pisau buah dari sakunya dan mengeluarkan kata pertamanya setelah masuk ke kurungan. "Maju." Ucapan itu jelas sangat memprovokasi lawan, hingga tak peduli bagaimana lelahnya tubuh pria itu, dia masih maju untuk menerjang Qiu Shen. Tapi Qiu Shen menghindari serangannya dengan sangat mudah, dia melangkah ke samping dan memukul tengkuk pria itu dengan telapak tangannya, kemudian ketika pria itu jatuh tersungkur, Qiu Shen mengarahkan mata pisaunya menembus tepat di tengkuk pria itu. Pria itu bahkan tidak bisa berteriak sebelum kematian menjemputnya. Qiu Shen menarik pisaunya kembali dan membersihkannya dengan pakaian pria itu sebelum memasukkannya kembali ke saku celana. Dia kemudian mendekat ke arah jendela, menatap pada hutan belantara yang gelap gulita, dia membauinya udara dan menatap pada bulan buatan yang terus menggantung di tempat yang sama. "Baunya hilang," bisiknya. 'Sayang sekali, padahal dia manusia murni pertama yang aku temukan setelah sekian lama.' Lanjutnya dalam hati. Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD