Survival 6

1088 Words
Fu Qiu Shen. Yeona mencatat nama itu di dalam ingatannya sebelum menyerah pada kantuk yang tiba-tiba menyerangnya. Keesokan paginya, Yeona tidak melihat Fu Qiu Shen lagi di dalam kamar itu, tapi pintunya masih tertutup sangat rapat dan terkunci, sedangkan jendelanya setengah terbuka. Samar-samar, Yeona mendengar keributan di luar, juga langkah kaki banyak orang, yang seketika mengingatkannya akan kejadian semalam dan sekali lagi mengembalikan rasa takutnya. Terlebih ketika seseorang mulai mengetuk pintu dengan keras. “Apakah ada orang di dalam?” Seseorang berteriak dan memutar-mutar gagang pintu. Yeona membelalak, dia spontan mundur ke sudut tempat tidur sambil memeluk selimut dengan sangat erat. Otaknya mulai memikirkan skenario terburuk jika para pemerkosa itu yang datang? Terlebih di saat Fu Qiu Shen juga sudah pergi. Semakin lama, ketukan di pintu semakin keras, begitupun dengan suara panggilan yang terdengar mulai kesal, ketika ketakutan Yeona mencapai puncaknya dan tangisannya mulai tak tertahankan, suara-suara itu seketika berhenti. Seluruh tubuh Yeona sudah bergetar saat itu, sedangkan keringat dinginnya bercucuran. Setelah cukup lama tidak terdengar ketukan lagi, Yeona perlahan mulai tenang dan memberanikan diri untuk turun dari kasur, kemudian dengan langkah pelan menghampiri pintu. Di setiap pintu kompertemen, terdapat lubang intip yang seukuran uang koin dan hanya bisa dibuka dari dalam. Yeona menggeser penutup lubang intip itu dengan sangat pelan dan mencoba untuk melihat situasi dari luar. Awalnya, Yeona hanya melihat beberapa bayangan orang berjalan melewati di koridor, lalu tiba-tiba pandangannya terhalang oleh sesuatu, saat Yeona mencoba untuk melihat lebih jelas, sesuatu itu berkedip. Itu adalah bola mata seseorang! Yeona memekik keras dan melangkah mundur, tapi justru menginjak selimut yang dia bawa dan jatuh berdebam. Pintu yang sejak tadi sepi kembali bersuara, kali ini bukan lagi ketukan atau suara gagang yang diputar keras, tapi suara kunci yang sedang dibuka. “Jika kau ada di dalam, kenapa kau diam saja hah?!” Yang membuka pintu adalah seorang pria kekar dan berseragam hitam, terlihat sangar dan langsung menendang kaki Yeona begitu dia masuk. Yeona memekik sakit dan memegangi kakinya, tapi di dalam hati dia justru merasa lega, karena yang datang adalah pengawas kereta. Dia meminta maaf beberapa kali dan menyeret tubuhnya menjauh agar tak terkena pukulan lagi. Pengawas itu juga tak peduli lagi padanya dan langsung masuk ke kamar mandi, seolah mencari sesuatu sebelum keluar lagi. “Katakan, apakah kau melihat ada korban lain?” “Apa?” Yeona masih blank dari rasa takut dan terkejutnya, tapi begitu melihat mata pengawas itu menyipit, dia dengan cepat memutar otak dan mengingat kejadian semalam. “Seorang gadis ada di kompertemen nomor sepuluh, dia mungkin saja sudah meninggal,” jawabnya lirih. “Aku tahu itu, aku bertanya apakah ada yang lain?” Yeona menggeleng dengan cepat. “Aku hanya melihat dia.” Pengawas itu mengangkat alis dan menatapnya dari atas ke bawah. “Kau cukup menarik, lalu kenapa kau baik-baik saja?” “Apa lagi, tentu saja karena seseorang lebih suka bermain sendirian dengannya.” Yeona mengalihkan pandangannya dan melihat Iris sedang bersedekap di pintu, jas putihnya banyak dinodai darah. Mendengar ucapan Iris, pengawas itu menatap penampilan Yeona yang acak-acakan, juga salah satu tempat tidur yang berantakan dan mendengus. “Kau beruntung,” ujarnya kemudian pergi. Yeona menghela napas lega dan mendongak untuk mengucapkan terima kasih ke Iris, tapi gadis itu tidak lagi terlihat di sana. Sebagai gantinya, Yeona justru melihat beberapa pria mengangkat tandu melewati koridor, dengan sosok yang ditutupi kain dari kepala hingga kaki. Itu seharusnya mayat dari gadis yang Yeona lihat tadi malam. “Urghh ... “ Yeona tiba-tiba merasa perutnya bergejolak, sambil menutup mulutnya, dia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya. Yang pasti, Yeona membutuhkan waktu yang lama untuk melupakan kenangan hari itu. *** Semenjak kejadian mengerikan itu, Yeona semakin paranoid, selain mimpi buruk yang terus menghantuinya, dia juga menjadi sangat sensitif dengan suara-suara yang terdengar ketika dia tidur. Jadi, melihat lingkaran hitam tebal di bawah mata Yeona sudah bukan hal baru lagi. Kematian seseorang seolah tidak berpengaruh apa-apa di kereta itu. Satu-satunya yang berbeda dari biasanya adalah adanya gadis lain yang dikelilingi oleh para pelaku yang Yeona lihat malam itu. Meskipun Yeona bisa menebak tragedi macam apa yang sedang menunggu gadis itu kedepannya, dia tetap tidak bisa melakukan apa-apa. Yang menjadi prioritasnya saat ini adalah bertahan hidup, bahkan jika harus menjadi pengecut. Untungnya, dua pria yang mengejarnya malam itu tidak sempat melihat wajah Yeona, jadi selama Yeona terus mengecilkan hawa keberadaannya, tidak banyak yang menyadari keberadaannya. Dua hari kemudian, setelah melewati tanah lapang yang panjang, Yeona akhirnya melihat jejak-jejak kehidupan manusia, lalu ketika mereka melewati terowongan panjang, gerbang distrik tiga terlihat. Yeona sedang makan siang ketika kereta perlahan berhenti dan para pengawas terlihat berjalan ke gerbong yang terbuka. Jika dia tetap di kantin, kesempatan untuk bertemu para tahanan dari distrik tiga sangat mungkin terjadi. Yeona berhenti menyendok makanannya dan menuangkan sisanya ke kantung plastik kemudian beranjak. Sebisa mungkin, Yeona ingin menghindari interaksi dengan tahanan manapun. Terlebih orang-orang baru yang belum dia tahu bagaimana karakternya. Selain menjemput tahanan, kereta juga mengisi bahan bakar. Jadi butuh satu jam lebih sebelum kereta melanjutkan perjalanannya kembali. Tapi, tak sesuai keinginannya, tahanan wanita distrik tiga ternyata jauh lebih banyak. Dari dalam kamar, Yeona bahkan bisa mendengar suara mereka. Dia menghela napas pelan dan masuk ke kamar mandi. Di kamar mandi kereta, hanya tersedia sabun mandi dan pasta gigi, jadi Yeona hanya bisa mencuci rambutnya dengan sabun. Tidak heran jika rambutnya yang dulu lurus terawat kini jadi kering dan mengembang seperti rambut singa. Tapi Yeona tidak peduli lagi, di kereta yang penuh dengan kriminal ini, Yeona bahkan berharap penampilannya bisa lebih buruk lagi agar tidak menarik perhatian siapapun. Seperti itu, dan Yeona berhasil menjadi sosok tak terlihat di dalam kereta. Setelah jumlah narapidana wanita meningkat, para pria b***t itu seolah menemukan pelampiasan dan tidak perlu menahan diri lagi. Setelah melewati beberapa distrik lagi, Yeona sudah menyaksikan kejadian serupa berkali-kali, tapi tidak seperti saat pertama kali, Yeona menangani ketakutannya dengan sangat tenang dan menghindari tempat kejadian dengan sangat mulus. Seperti itu dan setiap beberapa hari sekali, Yeona akan melihat para pengawas mengangkat tandu berisi mayat wanita keluar dari gerbong yang dia tinggali. Seolah mati rasa, Yeona tidak lagi memiliki reaksi berlebihan seperti awalnya, dia sekarang bisa melihat semua itu dengan tatapan tanpa riak, kemudian bersembunyi lagi di tempat yang tidak disadari siapapun. Tapi, bisakah metode seperti itu terus berhasil? Jawaban, tidak. Suatu malam, Yeona terbangun oleh suara gebrakan yang keras. Yeona spontan menarik pisau buah dari bawah bantal dan melompat dari ranjang. Namun, begitu melihat sejumlah pria berdiri di depan pintu kamarnya, tangan Yeona bergetar. Para predator itu datang ... Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD