Transformation 5

1094 Words
"Apa kau bertanya-tanya kenapa aku bisa tahan disentuh oleh Qiu Shen tapi tidak denganmu?" Pertanyaan Yeona sontak menghentikan langkah Iyan, sedangkan senyumnya sudah hilang sepenuhnya. Kini gantian Yeona yang tersenyum miring. "Kau sedang memperlihatkan perbedaan kualitasmu dan Qiu Shen di depanku sekarang." Iyan mendesiskan nama Yeona dengan tajam, kemarahan jelas mulai naik ke kepalanya. "Katakan, apakah kau menyukaiku? Karena itukah kau begitu penasaran tentang hubunganku dengan Qiu Shen dan kesal saat melihatku akrab dengannya?" "Diam, bagaimana bisa aku suka w************n sepertimu?" Iyan berdecih. "Aku bisa mendapatkan yang kualitasnya jauh lebih baik." "Bagus sekali, kalau begitu bisakah kau menjauh dari w************n ini? Karena sikapmu sekarang, menggambarkan hal yang sebaliknya." Iyan menjauh dari Yeona dengan cepat, mengabaikan semua tatapan pejalan kaki yang tertarik oleh interaksi mereka sebelumnya dan berjalan pergi. Tapi setelah dibuat kesal seperti tadi, bagaimana bisa Yeona diam saja setelah dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak ditindas lagi. Yeona berjalan cepat, menepuk pundak Iyan begitu dia dekat, kemudian memberi pukulan keras ke wajah pria itu. "Aku lupa memberitahumu, bahwa w************n punya trik murahan juga untuk memberikan pelajaran pada orang brengsekk sepertimu." Yeona bahkan tidak peduli lagi jika perbuatannya yang memukul anggota senior guild bisa membuatnya dikeluarkan. Yang tidak Yeona tahu, saat ini di Basecamp juga sedang terjadi pertengkaran hebat antara Ben dan Karen. Diantara semua, bahkan Cathy. Ben adalah orang yang paling lama mengenal Karen, yang membantunya merekrut banyak anggota dan merupakan satu-satunya anggota original BeeOne Guild yang masih bertahan. Jadi saat mutan beruang madu itu mengabaikan Karen selama berhari-hari, gadis itu jadi tak tahan dan mengajaknya untuk duel. Yang tentu saja berakhir seri. "Aku tidak mengerti, kenapa kau bisa begitu marah padaku hanya karena memberikan Yeona hukuman ringan?" Setelah lelah bertarung, keduanya kini duduk saling berhadap-hadapan di tengah ruang latihan, menutup pintu rapat-rapat agar tidak ada yang mendengar percakapan mereka. Ben mendengus. "Hukuman ringan katamu? Kau bahkan tidak memberinya penghargaan dalam misi kali ini padahal dia berkontribusi lebih banyak dari pada Raya. Lalu, seolah itu tidak cukup, kau juga tidak memberinya persediaan makanan hingga entah sampai kapan." "Tapi perbuatannya menyebabkan seorang anggota meninggal Ben, aku tidak mungkin tidak menghukumnya." "Kata siapa?" Mata Ben kali ini menyipit penuh amarah. "Kata Raya?" "Bukan hanya Raya, anggota tim lain juga mengatakannya." "Qiu Shen?" Karen menggeleng. "Qiu Shen tidak bisa masuk hitungan, tidak ada yang menjamin dia bisa bersikap netral." "Lalu bagaimana denganku? Kau tidak lupa kan bahwa akulah yang memimpin tim hari itu?" Karen menghela napas pelan. "Ben, bahkan jika kau memimpin mereka dan tahu bahwa ada konflik yang tersembunyi dibalik kejadian ini, tapi kalau sampai menghilangkan nyawa anggota tim, tetap tidak bisa dibenarkan." "Bagaimana jika kau didorong ke kerumunan Zombie?" "Apa?" Ben menarik dan menghembuskan napas pelan untuk mengendalikan amarahnya. "Aku tanya, jika suatu hari kau keluar dalam misi dan menghadapi pasang Zombie, lalu ketika semua orang sibuk untuk menyelamatkan diri, tiba-tiba saja salah satu anggota tim mendorongmu ke kerumunan Zombie, apa yang akan kau lakukan?" Karen membelalak lebar. "Tidak mungkin ... "Aku tidak tahu bagaimana kau akan bereaksi, tapi jika itu aku. Aku pasti akan membunuh orang itu di kali pertama aku bertemu dengannya lagi." Ben menghela napas panjang. "Tapi Yeona tidak melakukannya. Dia hanya menolak untuk menyelamatkannya di saat kritis, yang mana sebenarnya wajar dia lakukan menurutku. Sekarang, dia mendapatkan hukuman karena itu, bukankah menurutmu sangat tidak adil?" "Ben! Bagaimana bisa kau baru mengatakan hal sepenting ini kepadaku?" "Kau tidak memberiku kesempatan! Hari itu aku masuk ke ruang rapat untuk bersaksi, tapi kau sudah menyimpulkan semuanya hanya dengan penjelasan Raya. Daan kau bahkan tidak tahu, bahwa sebelum kejadian itu, Yeona sempat bertarung dengannya!" Ben melayangkan pukulan ke wajah Karen untuk melampiaskan amarah, tapi gadis itu menghindarinya dengan mudah. "Jangan menargetkan wajahku!" Karen menghindar ke sudut ruangan dan memijat pangkal hidungnya. "Sekarang, bagaimana aku menangani kekacauan ini." "Mana aku tahu." Ben mengendikkan bahu. "Jika kartu as kita membawa kekasihnya keluar dari Guild karena masalah ini, aku tidak mau menemanimu meratapi nasib." *** Saat Qiu Shen memberitahunya di tengah-tengah sesi latihan bahwa Karen memanggilnya ke basecamp besok pagi, Yeona yakin seratus persen bahwa masalah ini ada sangkut pautnya dengan dirinya yang memukul wajah Iyan tempo hari. Dan kemungkinan terbesarnya dia harus meninggalkan guild. "Ada apa?" "Huh?" "Apa kau lihat dimana kau menembak anak panah tadi?" tanya Qiu Shen. Yeona berkedip cepat dan menoleh untuk mencari anak panah yang baru saja dia lepaskan, tapi tidak melihatnya bahkan di pinggir papan sasaran. "Eh? Apa aku menembak terlalu jauh?" Qiu Shen memegang kepala Yeona dan membuatnya menoleh ke kanan. Di sana, hanya beberapa meter dari tempat mereka berdiri, ada anak panah kesepian yang menancap di tanah. Wajah Yeona memerah dengan cepat karena malu. Dia memeluk busurnya tanpa berani melihat raut wajah Qiu Shen. "Maaf,. konsentrasiku sedikit terganggu." "Kalau begitu, hentikan saja latihannya untuk hari ini." "Eh, tidak. Aku bisa melanjut ... Kannya?" Qiu Shen sudah menarik busur dari tangan Yeona dan mengembalikannya ke tempat semula. "Jangan buang-buang waktu." "Maaf." "Ayo pulang." "Ya." Yeona menunduk dalam dan mengikuti pria itu tanpa berani berjalan di sisinya, kemudian mulai mengomeli dirinya sendiri. Padahal Qiu Shen sudah meluangkan waktu untuk melatihnya, tapi yang bisa dia lakukan hanya merepotkan terus menerus. Bughhh ... Yeona mundur selangkah dan memegangi dahinya yang baru saja menabrak d**a Qiu Shen. "Maaf." "Dari luar, kau terlihat cukup pendiam. Tapi mengapa isi kepalamu sangat banyak? Tidak bisakah kau berjalan saja tanpa memikirkan banyak hal?" Yeona yang tidak mengerti hanya bisa berkedip bingung. "Apa?" Qiu Shen menyentuh kepalanya. "Aku bilang kau sangat berisik." Mata Yeona perlahan membesar, rasa penasaran tentang kemampuan Qiu Shen yang belum terjawab muncul lagi. "Jadi, kau benar-benar bisa membaca pikiran seseorang?" "Hn, mendengar, bukan membaca." "Waaah sangat hebat." Yeona bertepuk tangan beberapa kali. "Aku mendengar bahwa ada dua tipe kekuatan psikis. Satu pembaca pikiran (Telepati) dan yang kedua pengendalian pikiran (Telekinesis), jadi milikmu adalah telepati kan?" "Keduanya." "Apa?" "Aku bisa keduanya," jawab Qiu Shen. Dan untuk membuktikan ucapannya, dia menatap batu di sebelah kaki Yeona dan membuatnya melayang di sekeliling gadis itu. "Dual Power!" Yeona sudah hampir melompat kegirangan karena rasa senang. "Bisakah kau membuat seorang manusia melayang juga seperti batu itu?" Qiu Shen tidak menjawab dengan kata-kata dan langsung membuat Yeona melayang beberapa meter dari permukaan tanah. Awalnya Yeona takut, tapi setelah sedikit terbiasa, dia mulai berharap lebih. Dia ingin pulang tanpa perlu berja ... Tunggu. Yeona menutup mulutnya, tapi pikirannya terus mengulang kata bahwa Qiu Shen bisa membaca pikiran dan dia ingin pulang tanpa harus berjalan. Qiu Shen mendengus pelan. "Merepotkan," bisiknya pelan namun dengan senyum tipis di bibirnya. Dia kemudian berbalik untuk melanjutkan langkahnya tanpa menurunkan Yeona. Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD