Beruntung, hingga mereka keluar dari hutan, tidak banyak serangan lagi dari monster, sedangkan penyebab para Bison melarikan diri dari habitatnya tidak pernah diketahui. Tapi dampak yang tersisa sangat terasa.
Meski belum ada pembuktian bahwa kata-kata Raya benar, tapi banyak anggota guild yang tidak mau berinteraksi lagi dengan Yeona.
Yeona sebenarnya tidak mau begitu peduli, tapi tampak diabaikan namun sebenarnya adalah pusat perhatian sama sekali tidak menyenangkan.
Lalu beberapa hari kemudian, saat mereka akhirnya masuk kembali ke dinding Athena, Yeona tidak dibiarkan pulang untuk beristirahat seperti anggota lain, melainkan dipanggil langsung ke ruang rapat untuk membicarakan masalah sebelumnya yang belum terpecahkan.
Atau mungkin tidak.
Karena begitu Yeona masuk ke dalam ruangan itu, Karen, Raya, Cathy serta beberapa gadis lainnya sudah lebih dulu ada di dalam dan tatapan mereka tidak bertanya-tanya lagi, melainkan menghakimi.
Masalah ini sudah selesai dibicarakan tanpanya.
Ben yang masuk hampir bersamaan dengan Yeona juga menyadari ini dan bertanya, "kenapa kalian semua ada di sini?"
"Mendiskusikan sesuatu." Raya mundur dari posisi sebelumnya dan duduk di salah satu kursi, wajahnya sombong penuh kemenangan.
Yeona mengabaikannya dan memilih tempat duduk.
"Yeona, kau pasti tahu apa motto BeeOne Guild kan?" tanya Karen.
Yeona menjawabnya dengan anggukan.
"Tapi kejadian ini jelas memperlihatkan bahwa kau hanya tahu Motto Guild kita, tapi tidak menerapkannya."
"Lalu kau mau menghukumku seperti apa?"
Karen mengangkat alis. "Kau tidak membela diri?"
Beberapa meter ke depan, Raya sedang mendengus bersama teman-temannya.
"Apakah masih perlu?" Yeona mempertemukan tatapannya dengan Karen tanpa gentar. "Mulai dari tatapanmu saat pertama kali aku masuk hingga pertanyaan dan pernyataanmu sebelumnya, sudah menandakan bahwa kau tidak membutuhkan satu patah katapun dariku lagi."
"Yeona, jaga cara bicaramu." Bahkan Cathy yang dulunya selalu bersikap akrab darinya menunjukkan raut kesal saat ini.
"Aku lelah, jika ingin mengeluarkanku dari guild, lakukan dengan cepat. Aku ingin pulang dan istirahat."
Karen tampaknya cukup kesal dengan sikap Yeona dan memukul meja hingga terbelah untuk menunjukkannya. "Dalam misi ini kau melakukan kesalahan fatal dengan tidak menolong anggota tim yang membutuhkan bantuan dan malah meninggalkannya. Ini adalah peringatan dariku, sedikit saja kau melakukan kesalahan lagi, aku tidak akan segan mengeluarkanmu dari Guild. Dan juga, untuk misi kali ini, kau tidak akan mendapatkan distribusi apa-apa. Uang, persediaan makanan dan perlengkapan bertarung, kau tidak akan mendapatkannya lagi hingga kau menjalankan misi selanjutnya."
Tatapan Yeona mendingin karena kekecewaan. "Aku mengerti."
Di dalam ruangan itu, selain Karen, Cathy, Ben, Raya dan teman-teman, juga ada Qiu Shen yang tengah duduk bersandar dengan mata terpejam, tapi begitu Yeona beranjak keluar, dia membuka matanya, menatap Karen dan mendengus penuh cemoohan.
"Qiu Shen, aku tahu kau punya hubungan yang spesial dengannya, tapi kesalahan tetaplah kesalahan, jangan berpihak kepadanya jika dia salah bahkan jika dia kekasihmu."
"Berpihak? Siapa yang berpihak pada siapa?" Qiu Shen melirik Raya sekilas sebelum kembali menatap Karen. "Padahal kupikir kau adalah pemimpin yang bijak," ujarnya pelan sebelum keluar.
Ben juga sejak tadi menatap Karen dengan kerutan di wajahnya. Dia tampak sedih, kebingungan dan kecewa. Lalu sebelum menyusul keluar, dia menghela napas dan menggeleng dengan pelan. "Kenapa kau jadi seperti ini, Karen."
***
Setibanya di rumah, Yeona langsung melemparkan diri ke sofa dan memejamkan mata.
Bohong jika dia tidak merasa sedih. Bagaimanapun, Karen tetaplah pemimpin Guild yang perlahan Yeona hormati, tapi hari ini menunjukkan fakta bahwa bahkan jika Karen biasanya sangat adil, tapi dia juga manusia yang lebih percaya omongan orang yang dia kenal lebih awal dari yang baru.
Tapi tetap saja, menghakimi orang hanya berdasarkan pernyataan satu pihak, bukankah itu tidak adil?
Selagi Yeona sibuk dengan isi pikirannya, sebuah siara dari lantai dua tiba-tiba terdengar.
Itu adalah suara jendela yang terbuka dan tertutup.
Wajah Yeona yang gelap berubah jadi cerah.
"Onix."
Tak lama setelah dia memanggil, sosok serigala hitam besar menuruni tangga dengan malas. "Ya, selamat datang."
Yeona melompat dari sofa dan melesat untuk memeluk serigala itu dengan erat. "Aku merindukanmu, apakah kau juga rindu padaku?"
Onix mendengkur nyaman ketika Yeona menggaruk bagian bawah moncongnya. Namun jawaban yang dia keluarkan justru sebaliknya. "Tidak."
Yeona tidak tersinggung, lagipula Onix memang selalu seperti itu. "Kau sudah makan?"
"Belum, masak cepat."
Yeona cemberut. "Tapi aku lelah."
"Dan aku lapar."
Karena hukuman yang Yeona dapatkan, dia tidak datang ke basecamp untuk sementara waktu dan mengurangi sedikit aktifitas luar ruangannya.
Hampir setiap hari Yeona akan bermain dengan Onix, kadang juga hanya bersantai bersama selagi Onix tidur sedangkan Yeona membaca buku.
"Onix, apakah kau tidur?"
"Ya."
Yeona menutup bukunya dan tertawa pelan. "Menurutmu, apakah aku jahat jika tidak menolong seseorang?"
Onix diam beberapa saat sebelum membuka matanya. "Tergantung, apakah kau mampu menyelamatkannya?"
"Ya, aku mampu."
"Lalu apa alasanmu tidak menyelamatkannya?"
Yeona menunduk dan menyandarkan dahinya ke tubuh makhluk besar itu. "Dia mendorongku ke kerumunan Zombie, dua kali."
"Oh, itu bukan jahat atau baik, tapi bodoh."
"Apa? Kenapa bodoh?"
"Ya, jika kau pintar, kau pasti tidak akan memikirkan orang yang tidak pantas untuk dipikirkan." Onix meletakkan ekornya ke pinggang Yeona dengan lembut. "Jika aku jadi kamu, aku tidak akan menunggu dia memerlukan pertolongan dulu lalu meninggalkannya, tapi Langsung membunuhnya dengan tanganku sendiri."
Yeona tertawa pelan dan memeluk Onix lebih erat. "Kau yang terbaik, aku tahu kau yang paling mengerti keadaanku. Oh! Aku hampir lupa, saat di hutan aku menemukan sarang lebah yang sangat besar dan membawa beberapa pulang." Yeona menengadahkan tangannya dam seketika itu sepotong sarang madu berwarna kuning keemasan muncul. "Mau?"
"Tidak." Onix memejamkan matanya kembali.
"Kenapa?"
"Terlalu manis."
Gerakan Yeona terhenti, dia menatap Onix beberapa saat sebelum lanjut menggigit madu yang sudah setengah jalan ke mulutnya.
Dia benar-benar bingung, bagaimana bisa seekor serigala dan seorang manusia memiliki sikap yang sangat mirip?
***
Selain Archery, Yeona juga masih aktif boxing, tapi karena ingin beristirahat, Iyan digantikan oleh orang lain untuk sementara waktu.
Yeona pikir, pria itu akan beristirahat setidaknya satu minggu, siapa sangka tiga hari kemudian dia sudah masuk dan kembali melatih Yeona.
Meski Iyan masih melatih dengan cara yang sama, Yeona bisa melihat bahwa pikiran pria itu terganggu oleh sesuatu dan tidak begitu berkonsentrasi.
Tapi, Yeona tidak ingin ikut campur, jadi tidak pernah bertanya.
Siapa yang tahu, hari itu Iyan kembali menawarkan pulang bersama dan mengutarakan masalah yang sedang mengganggunya.
"Jadi, apakah kau benar-benar berpacaran dengan Qiu Shen?"
Yeona hampir menyemburkan minuman dari dalam mulutnya karena terkejut. "Apa?"
"Aku tanya, apakah kau sudah berpacaran dengan Qiu Shen?"
"Tidak." Yeona spontan menjawab. "Dari mana lagi kau mendapatkan gosip seperti itu."
"Bukan gosip, aku melihatnya sendiri." Tatapan Iyan agak tajam. "Saat misi, bukankah dia bahkan tidur di pangkuanmu dan menemanimu mandi?"
Tidur dipangkuan bisa dimaklumi karena memang terjadi, tapi bagaimana dengan ditemani mandi?
Oke, bukan itu masalahnya sekarang, saat ini dia harus mencari alasan yang masuk akal untuk menjelaskan kesalahpahaman Iyan.
Tapi sebelum Yeona bisa membuka mulutnya, pria itu perlahan mendekat. "Yeona, aku tidak tahu apakah kau berpura-pura atau tidak, tapi bukankah mengaku trauma pada sentuhan pria tapi baik-baik saja saat disentuh Qiu Shen sedikit janggal?"
"Iyan ...
Yeona mundur beberapa langkah untuk menjauh darinya, namun pria itu tidak berhenti mendekat hingga menjebaknya ke dinding. "Ataukah traumamu itu tidak berlaku jika prianya tampan dan kuat?"
Kali ini, Iyan menampakkan senyuman yang tampak tumpang tindih dengan senyum Silas.
Bersambung ...