“Jadi, apa yang kau temukan di hutan ?” Ian menyangga kepalanya dengan punggung tangan di meja.
“Hm... tempat yang menarik. Aku bahkan terkejut saat melihat tempat rahasia itu di hutan. Mungkin jika disuruh ke sana lagi, aku tidak tahu jalannya. Terlalu banyak belokan di pulau ini.” jawab Selena memandang pria itu. Setidaknya kesannya pada Ian menjadi lebih positif.
“Oh ya ? Menarik seperti apa ?” Ian terlihat tertarik mendengarnya.
“Umm...ada hutan di dalam hutan jika aku menggambarkannya demikian. Aku menemukan lubang yang di dalamnya seperti sebuah lembah. Kurasa dulu ada kapal yang pernah menabrak pulau ini karena ada dek raksasa di sana. Tapi, tempat itu sunyi sekali... aku sampai tidak tahu aku sudah melewatkan beberapa jam di sana karena menunggu hujan berhenti.” cerita Selena dan tanpa sadar ia mengusap lengannya kembali. Gadis itu sedikit bergidik apalagi ia tiba-tiba teringat akan sosok berjubah hitam itu.
“Wah... kedengarannya tempat itu sangat menarik... jadi, apa lagi yang kau temukan di sana ?” Ian mencondongkan tubuhnya lebih berminat pada cerita Selena.
“Seseorang berjubah hitam...” gumam Selena tanpa sadar sambil memandang ke depan dengan tatapan kosong.
“Siapa ?” kernyit Ian mendengar gumamannya. Selena meneguk ludah dengan tegang.
“Aku... tidak tahu entah dia itu manusia atau hantu... tapi, aku melihatnya berjalan ke...ah salah ! Melayang ke arah rawa-rawa ! Ya, aku yakin sekali dia melayang !” tegas Selena sambil membelalak ke arah Ian yang tertegun mendengarnya.
“Melayang ? Apa kau berhalusinasi, Selena ? Mungkin saja itu hanya daun yang jatuh hingga nampaknya seperti melayang bagimu.” kata Ian. Selena langsung menggeleng kuat.
“Tidak mungkin itu cuma daun ! Sosok itu jelas-jelas setinggi manusia ! Mana mungkin aku tidak bisa membedakan mana yang daun dan mana yang manusia, Ian...” bantah gadis itu. Ian hanya mengangguk-angguk pelan tapi ekspresinya terlihat ragu.
“Kurasa kau perlu beristirahat, Sel. Kau pasti sudah lelah karena berkeliaran di hutan.” kata Ian kalem. Selena menghela napas panjang karena sadar semua orang tidak akan mungkin mempercayai ceritanya.
“Ya, aku tentu akan beristirahat setelah aku bicara pada Thomas. Apa kau melihatnya ? Aku tadi berpencar bersamanya.” Selena memandang pria itu kembali. Ian hanya menaikkan kedua alisnya.
“Si pendiam itu ? Dari tadi aku tidak melihatnya. Mungkin dia sudah tidur ?” tebak Ian. Selena mengangguk, “Ya, mungkin saja. Karena aku tidak mengatakan padanya untuk menungguku dan pastilah dia sudah pulang sewaktu akan hujan tadi.”
Gadis itu bangkit dan membiarkan piring-piringnya di meja makan. Rasanya ia terlalu lelah untuk mencuci piring lagi. Dibiarkannya Isabelle yang mungkin akan membereskan piring-piring itu besok pagi. Ia mulai mengantuk dan keluar dari ruang makan diikuti oleh Ian.
Selena berhenti di depan pintu kamarnya dan memandang Ian yang terus lurus ke ruang bersantai. Nampaknya ia belum mengantuk sama sekali padahal sudah jam 11 malam.
“Ian.” panggil Selena dan lelaki itu menoleh.
“Trims sudah menolongku.” senyum Selena yang hanya dibalas oleh senyuman oleh Ian.
Gadis itu mulai tertidur hanya dalam beberapa menit. Tubuhnya terasa lelah sekali. Ia kembali bermimpi dan lagi-lagi ia menjadi si gadis berambut pirang. Selena terkejut saat menyadari bahwa ia berada di lembah lagi seperti mimpinya waktu itu dan kejadiannya kembali sama. Ada yang memanggilnya dan ia menoleh. Selena masih belum bisa menangkap apa yang dikatakan si pemanggil itu dan nama siapa yang disebutnya. Semuanya kembali menjadi samar dan ia tersentak terbangun kembali.
Ternyata ia terbangun karena suara pintu yang menutup dan gadis itu berpikir bahwa Grissham pasti sudah meninggalkannya ke bawah. Ia melirik jam dan ia masih punya waktu 20 menit untuk bersiap-siap. Ia perlu membiasakan diri untuk tidak dibangunkan oleh Grissham lagi. Temannya telah berubah sekarang.
Selena turun ke ruang makan dan melihat Grissham duduk di samping Warren. Mereka terlihat akrab. Selena mengacuhkannya dan duduk di samping Ian. Ia melirik ke kursi lain dan menyadari bahwa Thomas masih belum turun.
Isabelle mulai mengabsen dan Selena memandang cemas ke arah pintu. Thomas masih belum datang juga.
“Thomas Hemmington ?” panggil Isabelle sekali lagi dan semua orang mulai memandang ke arah pintu karena tidak ada tanda-tanda Thomas akan muncul.
“Baiklah. Nampaknya Mr.Thomas Hemmington tidak hadir. Saya akan memberitahukan jadwalnya tidur malam ini di pondok belakang. Silahkan menikmati sarapan anda semua.” ucap Isabelle datar dan ia langsung keluar dari ruang makan. Nampaknya ia pergi ke kamarnya Thomas.
Mereka mulai sarapan dalam diam dan lagi-lagi Warren serta Grissham lebih cepat menyelesaikan makanan mereka. Kedua orang itu langsung keluar dari ruang makan dan Selena tidak peduli kemana mereka akan pergi. Ia sudah belajar untuk tidak mempedulikan mereka berdua lagi.
Tidak berapa lama, Isabelle masuk kembali ke ruang makan dan memandang Selena serta Ian yang masih ada di sana.
“Apa kalian melihat Mr. Hemmington ? Dia tidak ada di kamarnya.” tanya Isabelle. Selena langsung membelalak mendengarnya, apa dia tidak pulang dari kemarin ??? pikirnya cemas.
“Nona Walter, bukannya kemarin anda keluar bersamanya ? Apa anda tahu dimana dia berada ?” Isabelle memandang tajam pada Selena yang meneguk ludah.
“Aku... belum menemuinya sejak pulang kemarin. Kami memang pergi ke hutan dan setelah itu kami berpencar. Aku tidak tahu kalau dia belum pulang dari kemarin.” jawab Selena dan ia semakin khawatir. Nampaknya Thomas juga terjebak hujan kemarin.
Isabelle diam mendengarkan jawaban Selena dan ia tidak berkata apa-apa melainkan langsung keluar dari ruangan itu.
“Mungkin dia juga tersesat hingga tidak bisa pulang kemarin. Kau mau pergi mencarinya ?” Ian memandang Selena yang telah beranjak dari tempat duduknya.
“Tentu saja ! Kalau saja dia tidak ikut denganku kemarin, pasti dia tidak akan tersesat ! Jalanan di hutan itu memang membingungkan !” seru Selena cepat dan ia langsung berlari kembali ke kamarnya mengambil tas lain yang disimpannya di dalam koper. Selena langsung membawa perlengkapan yang diperlukan olehnya untuk mencari Thomas.
Gadis itu tidak bisa membawa memo kecilnya yang masih dalam keadaan lembab dan bisa robek kapan saja. Ia belum menyalin catatannya dan sebagai ganti penanda jalan, Selena membawa sebotol cat kuku berwarna putih miliknya. Ia yakin bahwa cat kuku itu tidak akan luntur jika terkena air hujan. Selena masih berpikir sticky notes merah yang ditempelnya kemarin luntur karena terkena air hujan hingga terlihat seperti darah.
Setelah mengisi semua perbekalannya, gadis itu langsung pergi ke pintu depan. Saat ia membuka pintu, Selena terkejut luar biasa. Ada seseorang yang tergeletak di depan pintu dengan banyak genangan air.
“THOMAS !!!” kaget Selena dan langsung menghampirinya.
Karena suaranya yang terlalu keras, semua penghuni mansion itu bergegas turun untuk melihat apa yang terjadi. Warren dan Grissham hanya berdiri di tengah tangga setelah menyadari bahwa Selena menemukan Thomas. Mereka langsung berbalik seakan tidak peduli sementara Ian langsung berlari ke arah Selena. Isabelle juga datang tergopoh-gopoh karena kehebohan yang dibuat oleh Selena.
Ian membantu gadis itu mengangkat Thomas yang pingsan. Tubuhnya dingin sekali dan wajahnya pucat luar biasa. Nampaknya tidak ada yang membukakan pintu untuknya hingga pria itu terkurung di luar.
Mereka membawa Thomas ke kamarnya dan Selena langsung keluar setelah Ian mengatakan akan menggantikan pakaian pria itu. Ia menunggu di depan pintu dengan cemas. Ia tidak tahu kenapa bisa terjadi seperti ini dan nampaknya kondisi Thomas lebih parah darinya.
Ian membuka pintu setelah beberapa menit sambil membawa pakaian Thomas yang basah hingga meneteskan air di lantai. Isabelle mengambil pakaian itu dan membawanya ke tempat cuci. Selena masuk ke dalam kamar Thomas bersama dengan Ian kembali.
“Nampaknya dia demam.” kata Ian singkat sambil berdiri bersandar di dinding.
“Wajar saja. Dia terkurung di luar dalam keadaan hujan lebat. Pasti dingin sekali...” gumam Selena dan ia menyentuh kening Thomas. Dingin sekali.
Gadis itu meminta Ian untuk menjaga Thomas sementara ia mengambil sup hangat dan beberapa makanan untuknya. Selena akhirnya membangunkan Thomas yang mengerang pelan. Isabelle masuk ke dalam kamar Thomas sambil memandang tindakan mereka.
“Apa kau akan tetap menghukumnya karena tidak hadir saat sarapan ?” tanya Ian sambil menyilangkan tangannya di d**a.
“Saya rasa.... tidak. Ini karena kesalahan saya tidak mendengar ada yang mengetuk pintu dan tidak melayani semua tamu dengan seharusnya.” jawab Isabelle setelah terdiam lama dan ia terlihat merasa bersalah. Selena menghela napas lega dan sangat berterima kasih pada Ian yang membuka mulut menanyakan masalah itu.
Selena tidak memperhatikan apa yang terjadi lagi dan ia mulai sibuk dengan Thomas yang akhirnya sadar. Ian dan Isabelle ternyata telah keluar dari kamar.
Bibir Thomas gemetar dan ia memeluk selimut lebih erat. Selena menyodorkannya segelas air hangat yang langsung disambut oleh Thomas secepatnya. Gemetarnya mulai berkurang dan rona wajahnya mulai muncul hingga ia tidak terlalu pucat lagi seperti mayat.
“Bagaimana keadaanmu ?” tanya Selena prihatin melihat kondisinya dan lagi-lagi ia merasa sangat berterima kasih pada Ian yang menjadi penyelamatnya. Kalau tidak, mungkin dia sudah sama nasibnya dengan Thomas.
“Se... sedikit lebih baik...” jawabnya dengan gigi bergemelutukan. Ia memegang gelas hangat itu dengan kedua tangannya.
“Maafkan aku Thomas... seandainya kau tidak ikut denganku, kau pasti tidak akan seperti ini...” Selena menatapnya dengan sedih.
“Ti... tidak... aku yang mau... mengikutimu... ini bukan salahmu... Selena...” Thomas berbicara dengan terbata-bata. Selena hanya tersenyum tipis mendengarnya. Ia tetap saja merasa bersalah.
“Tunggu sebentar, aku akan menanyakan pada Isabelle apa dia memiliki mesin penghangat ruangan. Ini, minumlah supmu selagi panas.” Selena menyodorkan sup itu pada Thomas yang menerimanya dengan senang hati. Nampaknya ia baru sadar kalau perutnya sudah melolong dari tadi dan Selena memberikannya sebaki makanan di depannya. Gadis itu mengerti penderitaannya karena ia juga mengalami hal serupa yang dialami oleh Thomas.