Bab 9. Tamu tak tertuga

1012 Words
Yasya berceloteh sambil makan buah naga sampai belepotan di baby chair. Bayi itu tampak tenang meniknati makannya. Sementara aku dan Anki sibuk mengiris buah-buahan untuk dijadikan toping puding. Kemarin sore, Anki dan Yasya diantar Sapta ke rumah untuk menginap, soalnya Sapta lagi-lagi harus dinas ke luar kota. Jadi mereka mau nemenin aku katanya. Mereka membawakan banyak buah dan sayur untuk bahan kami memasak. Setiap kali Anki datang ke rumah, kami memang selalu masak bersama. Eksplor menu-menu baru sambil curhat dan tak lupa gosip. Tapi aku udah agak mengurangi bergosip sih sekarang. Setelah dipikir-pikir, bergosip sama aja aku menyacat perilaku seseorang dan itu masuk ke dalam negative vibe. Gak bagus buat kedamaian diri dan kesehatan mental juga. Tapi bukan berarti aku gak pernah bergosip lagi ya, aku hanya mengurangi. Karena pada kenyatannya, ketika ada femonema tertentu, kita sebagai manusia biasa otomatis ikut ngomongin dan bahas suatu issue itu. Kaya sekarang, Anki lagi bahas seorang artis yang di diduga bakalan rujuk lagi sama mantan suaminya. Anki menganggap ini adalah kabar bahagia, akhirnya mereka punya niat buat bersatu kembali karena netizen menganggap mereka sangat cocok. Tapi menurutku, bercerai lalu kembali rujuk sama aja jatuh ke lubang yang sama. "Rujuk lagi?" Tanyaku. "Iya! Ya bagus lah. Biar anaknya dapet perhatian utuh dari ortunya." "Tapi kalo menyakiti satu sama lain buat apa? Lagian memberi kasih sayang yang utuh ke anak gak harus rujuk juga bisa." "Iya. Ya aku sebagai netizen sih doain aja yang terbaik. Mereka tuh cocok tau! Haruslah rujuk." "Ini nih tipe-tipe netijen yang sukanya ngatur idola. Padahal belum tentu itu kebaikan mereka juga." Sindirku pada Anki, soalnya kadang dia tuh suka baperan banget. Anki hanya menatapku sinis, lalu melanjutkan lagi kegiatannya. "Yas! Ngomong-ngomong kamu udah ada yang deketin belum sih?" Hah? Mau ke arah mana nih pembicaraan Anki kali ini? Kok tiba-tiba Anki tanya begitu "Apaan sih?" "Ya tanya aja. Udah hampir lima tahun loh Yas. Kamu... Gak mau coba buka hati lagi?" Oh, ternyata arahnya kesini. Anki adalah saksi sejarah dimana aku ada di titik paling rendah hidupku. Dia tahu betul gimana terpuruknya aku waktu itu, gimana proses aku buat bangkit lagi dan berubah pelan-pelan. Dia tahu. Dan untuk menanyakan begini, aku rasa dia juga ragu-ragu karena takut membuat aku mengingat-ingat hal yang dulu lagi. Tapi aku udah baik-baik aja kan sekarang? Jadi pertanyaannya sama sekali gak bikin aku sedih atau semacamnya "Udah pernah kali Ki." "Gak dosa kok kalo kamu mau punya pasangan lagi Yas." Iya gak dosa dan oh sial! Ngomongin dosa, kok aku jadi teringat soal kejadian dua malam lalu, waktu aku berdebat sama Bhaga, menyuruhnya pulang dan berharap itu pertemuan terakhir untuk saling kenal, malah berakhir dia memelukku. Itu dosa kan? karena yang pertama, aku pasti bohong ke Anki dan Sapta soal ini, yang kedua aku merasa dia masih adik iparku dan gak seharusnya kami berpelukan di depan rumahku, seorang janda yang tinggal sendirian. Apa jadinya kalau ada yang lihat? OhmyGod! Aku bisa aja menamparnya karena bersikap kurang ajar, aku bisa mendorongnya lalu berteriak supaya tetangga dengar. Dan dari sekian banyak pilihan yang bisa aku lakukan, bodohnya aku malah membalas pelukannya. Sesuatu yang terus aku sesali sampai sekarang. Lalu dengan nada sedikit berbisik, Bhaga bilang mau buktiin kalau dia gak sama dengan masnya. Aku agak ragu dengan perkataannya dan tidak mau percaya begitu saja. Tapi di sisi lain aku ingin lihat cara dia membuktikan semua itu. Apa dia sungguhan atau hanya karena egonya teriris setelah aku menganggapnya sama saja dengan yang lainnya? "Yas! Kok bengong sih? Gimana? Atau jangan-jangan sebenernya kamu udah ada yang deketin ya? Atau diam-diam udah kencan sama seseorang? Cerita dong Yas." Kesadaranku kembali dengan rentetan pertanyaan panjang Anki baru aja. Aku belum mencoba memulai hubungan dengan siapapun lagi. Aku masih menikmati kesendirian ini. Dan untuk masalah Bhaga yang jelas gak akan aku ceritakan dulu ke Anki. Aku bisa menghadapinya sendiri. Toh, selama tiga kali kita ketemu, dia gak macem-macem sama aku. Jadi sebaiknya aku berusaha sendiri dulu menghadapi Bhaga. Lagipula, kalau Sapta tahu aku ketemu Bhaga, bisa dipastikan dia gak bakalan diam aja. "Aku masih belum bisa Ki, kamu tau kan aku punya trust issue, semua cowok tuh sama kecuali Bapak dan Sapta." Anki menghembuskan nafas dan masih menatapku secara intens. "Take your time kalau gitu Yas. Tapi inget, jangan lama-lama. Pelan-pelan aja gak apa-apa buka hatinya." Aku mengangguk dan tersenyum tipis. "Kamu berhak bahagia Yas." *** Hari ini Flora tutup. Enaknya jadi pengusaha begini, aku bisa buka dan tutup kapan saja. Tapi juga tetap mempertimbangkan orderan yang masuk banyak atau enggaknya. Kalau banyak, gak mungkin tutup. Takut mengecewakan pelanggan. Jadwal Flora tutup adalah seminggu sekali. Kali ini, Flora tutup memang karena udah sebulan penuh kita buka dengan orderan yang lumayan. Lagipula hari ini pun Jeje juga ijin mau ke Jakarta, saudara sepupunya menikah. Jadi, aku putuskan untuk libur sehari dan menggunakan waktu senggang ini untuk me time. Anki dan Yasya juga sudah dijemput Sapta semalam. Jadi aku benar-benar di rumah sendirian. Ritual me time pertama yang aku lakukan adalah workout. Beberapa hari gak melakukannya, perut berasa penuh lemak. Jalan agak berat. Selain kayaknya berat badanku naik sih. Setelah itu mandi dan bikin sarapan. Masih ada pisang dan stroberi yang dibawa Anki kemarin di kulkas, akhirnya aku bikin overnight oats. Makan sarapan sambil duduk santai di halaman samping, dengan pemandangan kolam ikan kecil yang ikannya cuma satu ekor. Itupun Sapta yang maksa pelihara supaya aku ada temen ngobrol, katanya. Tapi iya sih, aku jadi suka menyapa ikan satu ini tiap pagi sambil kasih makan. "Uuu.. kesepian ya? Besok mau dibeliin teman?.... Mau? Ya okedeh." Kalau orang lihat udah pasti aku dikira gila ngomong sama ikan. Tapi kakau lagi sendirian gini seru ternyata. Berasa punya teman ngobrol atau paling tidak pendengat yang baik. Tingg!!! Sapta ngapain datang pagi-pagi sih? Aku beranjak untuk membukakan pintu dengan mangkuk overnight oats yang masih di tangan. "Tumben Sap pagi-pag...." Aku mendongak dan otomatis kata-kata yang keluar dari mulutku berhenti begitu aja. "Bhaga." Ujarku lirih sampai aku gak yakin dia dengar. Lelaki tinggi menjulang di depanku ini berdiri santai dengan kedua tangannya dimasukkan dalam saku celana, lalu tersenyum tipis. "Hai." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD