Chapter 5

1040 Words
Setelah rapat selesai, Javier langsung keluar dari ruangan dan bergegas pergi menuju rumah sakit tempat Eleanor di rawat. "Ke rumah sakit sekarang," perintah Javier ketika masuk ke dalam mobil. "Bukankah lebih baik jika Anda sekarang beristirahat di mansion? Anda sudah terlihat sangat kelelahan." Javier menatap tajam ke arah Vero yang berada di kursi pengemudi. "Turuti saja perintahku!" desisnya dingin. Vero pun akhirnya menuruti perintah Javier tanpa mengatakan apa pun. Dia kemudian segera melajukan mobil menuju rumah sakit tempat Eleanor dirawat. Beberapa saat kemudian, Javier sudah tiba di rumah sakit. Dia turun dari mobil dan berjalan memasuki rumah sakit menuju ruangan Eleanor. "Bagaimana? Apa dia mencoba untuk pergi?" tukas Javier datar kepada dua bodyguard yang ia perintahkan untuk mengawasi Eleanor. "Tidak, Tuan. Sedari tadi nona terus berada di kamarnya dengan tenang," jawab salah satu pria itu. Javier mengangguk. "Kalian berdua boleh pergi sekarang," perintahnya lugas sembari menekan ganggang pintu. Dua pria itu mengangguk dengan hormat sebelum pergi dari rumah sakit setelah tugasnya selesai. Javier masuk ke dalam dan mendapati Eleanor tengah tertidur pulas. Pria itu berjalan mendekat dan menatap Eleanor dengan tatapan intens. Lalu tangannya terulur untuk membelai pipi Eleanor dengan sentuhan lembut. Perlahan jari tangannya semakin turun ke bawah menyentuh bibir Eleanor. Javier membelainya cukup lama, sampai akhirnya dia mendekatkan wajahnya hingga bibir tebal miliknya hampir bersentuhan dengan bibir Eleanor. Dia semakin mendekat sembari memejamkan mata perlahan. Namun Javier tiba-tiba terhenti ketika mendapati Eleanor membuka mata dengan raut wajah yang tampak terkejut. Pria itu melirik Eleanor tajam. "Sejak kapan kau terbangun?" tukas Javier dingin tepat di depan bibir Eleanor. "Emm ... baru saja," sahut Eleanor pelan karena bibirnya akan bersentuhan dengan bibir Javier jika ia terlalu banyak bergerak. Javier akhirnya menarik kembali wajahnya dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Lalu dia berdehem sembari membenarkan jas kerja dengan raut wajah datar untuk menyembunyikan rasa malu yang membuat harga dirinya hancur, karena telah tertangkap basah mencoba mencium bibir Eleanor diam-diam. "Kapan kau datang? Kenapa tidak membangunkanku?" tanya Eleanor ringan. Javier berdecak. "Kau saja tidur seperti orang mati. Memangnya kau akan bangun jika aku membangunkanmu?" tukasnya sarkas. "Mungkin aku terlihat sulit dibangunkan, tapi sebenarnya aku justru lebih peka dan sensitif terhadap keadaan sekitar. Aku bahkan mudah terbangun hanya dengan mendengar suara, atau pun merasakan sebuah sentuhan," jelas Eleanor. "Berarti kau sudah terbangun saat aku menyentuh wajahmu?" tukas Javier tanpa ekspresi. "Aku hanya merasakannya, tapi masih belum sadar," jawab Eleanor tenang. "Jangan mencoba menipuku," pungkas Javier tajam dan mengintimidasi. "Memangnya aku siapa sampai berani menipumu?" balas Eleanor. Javier hanya diam sembari menatap Eleanor lurus. Lalu tatapannya beralih ke arah makanan di atas meja yang sama sekali belum tersentuh. "Kenapa kau belum memakannya?" tukasnya datar. "Sebentar lagi," sahut Eleanor. Javier berjalan ke arah meja tanpa membalas ucapan Eleanor. Lalu dia mengambil nampan yang berisi makanan dengan beberapa menu sehat yang berasal dari rumah sakit. Kemudian dia kembali menghampiri Eleanor. "Kau memang harus dipaksa baru bisa menuruti ucapanku." "Buka mulutmu," pungkasnya datar sembari menyodorkan sendok makanan di depan mulut Eleanor. "Kau tidak perlu sampai repot-repot menyuapiku begini. Aku akan makan sendiri," tutur Eleanor mengambil piring yang berada di tangan Javier. Namun, Javier justru menjauhkan piring tersebut dari Eleanor. "Diam dan duduk dengan tenang," pungkas Javier tegas. Eleanor sudah bersiap membuka mulutnya untuk berbicara. Tetapi Javier dengan cepat menyela hingga Eleanor tidak memiliki kesempatan untuk berbicara. "Jangan membantah ucapanku. Baru beberapa jam saja kau sudah kembali menjadi wanita pembangkang. Apa kau tidak bisa sebentar saja menjadi anak penurut?" pungkas Javier dingin. Sedangkan Eleanor hanya diam dan tak mencoba untuk bersuara kembali. "Sekarang buka mulutmu," perintah Javier lugas. Eleanor membuka mulut dan mulai menyantap makanan itu hingga tandas. Setelah Eleanor selesai menghabiskan makanannya, Javier meletakkan piring kosong tersebut di atas meja. Lalu dia duduk di kursi samping ranjang. "Setelah kau keluar dari rumah sakit, kemasi barang-barangmu dan bawa ke mansion," tukas Javier datar. Eleanor tertegun. "Kenapa? Kau keberatan tinggal bersamaku?" pungkas Javier dingin ketika melihat reaksi Eleanor yang terlihat berlebihan seakan wanita itu enggan tinggal bersamanya. "Ah, bukan begitu. Aku hanya sedikit terkejut karena kau tiba-tiba menyuruhku tinggal bersamamu," sahut Eleanor mengelak dan berusaha keras menyembunyikan kecemasannya. "Karena aku sadar jika selama ini aku kurang memperhatikanmu. Bahkan tidak mengurusmu dengan benar. Sampai kau harus mengalami kesulitan dan bekerja keras untuk bertahan hidup. Karena itu, aku menyuruhmu pindah ke mansion agar aku juga bisa menjagamu," jelas Javier. "Jika kau tinggal bersamaku, semua kebutuhanmu akan kupenuhi. Termasuk biaya pendidikanmu. Kau juga tidak perlu lagi bersusah payah bekerja dan hidup dalam kesusahan. Karena aku akan memberikan kehidupan yang nyaman untukmu," sambungnya. Eleanor terdiam kaku dengan raut wajah yang sulit dijelaskan. Justru tinggal bersama dengan Javier akan semakin membuat hidupnya tertekan, dan jauh dari kata bahagia. Karena pria itu pasti akan mengontrol dirinya dan tidak akan membiarkannya hidup dengan bebas. Seperti burung dalam sangkar, atau bahkan lebih parah dari itu. Ia sudah cukup frustasi berada di dekat Javier. Dan sekarang pria itu justru memintanya untuk tinggal di satu atap yang sama dengannya. Apa pria itu benar-benar ingin membuatnya menjadi semakin gila? "Terima kasih sudah memberiku kesempatan emas ini. Tapi aku ingin hidup mandiri dan tidak ingin bergantung kepada orang lain. Karena itu, aku tidak bisa tinggal bersama denganmu," tutur Eleanor hati-hati dengan nada suara rendah. Dia juga sengaja memasang raut wajah memelas agar Javier tidak sampai hati memaksanya untuk melakukan sesuatu yang tidak diinginkannya. "Aku tidak butuh jawaban darimu. Karena itu bukan sebuah penawaran," pungkas Javier dingin. Eleanor menatap Javier dengan tatapan sayu. "Aku mohon ... sekali ini saja. Tolong biarkan aku menentukan pilihan hidupku sendiri," pintanya penuh harap. "Aku sudah memberikanmu kesempatan untuk menjalani kehidupan yang layak tanpa kekurangan apa pun. Tapi kau justru menolaknya dan memilih untuk tetap hidup dalam kesulitan. Sebenarnya apa yang ada di dalam pikiranmu?" Karena aku hanya ingin sebuah kebebasan dan hidup normal seperti orang lain. "Aku hanya tidak ingin merepotkanmu. Dan lagi, aku juga tidak ingin menjadi wanita yang manja. Karena setelah aku terbiasa hidup dengan kemewahan yang kau berikan, aku pasti akan lupa dengan segalanya," ungkap Eleanor berbohong. "Setidaknya kau tidak perlu kerja keras jika tinggal bersamaku. Karena aku akan menjamin seluruh biaya hidupmu," pungkas Javier. "Aku menyukai pekerjaanku. Dan aku sama sekali tidak masalah dengan itu," sahut Eleanor. "Jadi tolong, biarkan aku tinggal sendiri," pinta Eleanor dengan raut wajah memelas. TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD